Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Euforia akibat kabar soal vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) mereda, dan kini investor berganti cemas terhadap penyebaran virus asal Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut yang rasanya kian ganas saja.
Pada Kamis (19/11/2020), US$ 1 dibanderol Rp 14.050 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Namun tidak lama kemudian rupiah masuk zona merah. Pada pukul 09:08 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.070 di mana rupiah melemah 0,14%.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan koreksi 0,14% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang Tanah Air melemah setelah menguat dua hari beruntun.
Nah, ini masalahnya. Rupiah rawan terserang aksi ambil untung (profit taking) karena sudah menguat gila-gilaan.
Sejak awal kuartal IV-2020 hingga kemarin, rupiah melesat dengan penguatan lebih dari 5% di hadapan greenback. Pencapaian ini membuat rupiah jadi mata uang terbaik di Asia.
Berbekal cuan yang sudah lumayan tebal, investor bisa sewaktu-waktu melepas rupiah terutama saat sentimen negatif tengah melanda pasar. Kebetulan ini yang sedang terjadi sekarang.
Beberapa hari lalu, pasar (dan seluruh dunia) berbunga-bunga karena ada kabar gembira dari proses pengembangan vaksin anti-virus corona. Calon vaksin buatan Moderna, perusahaan farmasi asal AS, disebut punya tingkat efektivitas mencapai 94,5% dalam menghalau virus jahanam itu.
Kehadiran vaksin membawa harapan hidup bisa kembali normal seperti dulu. Miliaran penduduk bumi bisa beraktivitas di luar rumah dengan aman dan nyaman, tanpa perlu khawatir tertular virus corona. Selamat tinggal pembatasan sosial (social distancing), selamat jalan karantina wilayah (lockdown) yang membuat ekonomi dunia masuk jurang resesi.
Namun vaksin tidak bisa serta-merta datang begitu saja. Masih perlu proses otorisasi, pengesahan secara legal-formal. Selain itu, distribusi vaksin ke seluruh penjuru dunia tentu butuh waktu.
Selagi belum ada vaksin, pandemi virus corona masih bebas bergentayangan. Jumlah pasien positif dan korban meninggal pun semakin bertambah.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 18 November 2020 adalah 55.326.907 orang. Bertambah 536.224 orang dibandingkan hari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir (5-18 November 2020), rata-rata pasien positif bertambah 563.396 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yakni 478.597 orang per hari.
Sementara jumlah pasien meninggal per 18 November 2020 adalah 1.333.742 orang. Bertambah 9.220 orang (0,7%) dibandingkan hari sebelumnya.
Selama dua pekan terakhir, rata-rata pasien yang tutup usia berjumlah 8.503 orang setiap harinya. Meningkat dibandingkan rerata dua minggu sebelumnya yaitu 6.481 orang per hari.
"Kita mungkin lelah dengan Covid-19, tetapi Covid-19 tidak. Negara-negara Eropa sedang berjuang keras, tetapi tidak ada perubahan signifikan," tegas Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, seperti dikutip dari Reuters.
Ya, negara-negara di Eropa memang kembali memperketat social distancing karena pandemi virus corona tengah memasuki gelombang serangan kedua (second wave outbreak). Jerman, Prancis, Inggris, bahkan Swedia yang awalnya relatif terbuka kini 'mengunci' aktivitas publik untuk menekan risiko penularan.
Selagi vaksi belum datang, pemandangan seperti ini masih akan terlihat. Kebijakan buka-tutup masih akan ditempuh. 'Keran' aktivitas warga dibuka saat infeksi mulai melambat, tetapi ditutup lagi ketika terjadi lonjakan.
"Jadi seperti gergaji saja. Tarik-ulur antara lonjakan kasus Covid-19 dan euforia vaksin masih akan mewarnai pasar," ujar Hillary Kramer, Chief Investment Officer Kramer Capital Research yang berbasis di New York, sebagaimana diwartakan Reuters.
Saat ini sentimen positif dari vaksin sudah reda. Gantian sentimen negatif dari lonjakan kasus corona yang menjadi faktor utama. Hasilnya, pelaku pasar yang awalnya berani 'menyerok' aset-aset berisiko kini mengubah mode menjadi bermain aman.
TIM RISET CNBC INDONESIA