Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa nasional bergerak variatif pada perdagangan Rabu (18/11/2020) di mana bursa saham dan obligasi menguat, tetapi rupiah melemah. Hari ini, bursa bakal terkoreksi jika tak ada kejutan positif dari kebijakan suku bunga acuan moneter.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,5% atau 27,58 poin di level 5.557,51 berbarengan dengan mayoritas bursa utama Asia yang ditutup menguat. Hanya indeks Nikkei Jepang yang melemah (-1,1%), sedangkan sisanya menguat seperti indeks Hang Seng di Hong Kong yang naik 0,49%, Straits Times Index (STI) Singapura tumbuh 0,29%, KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,26% dan Shanghai Composite China bertambah 0,22%.
Para pemodal di bursa nasional cukup mawas untuk melihat bahwa koreksi yang menimpa bursa Amerika Serikat (AS) kemarin tidak mesti diikuti di Indonesia, sehingga tidak terjadi aksi ambil untung masif.
Saham-saham unggulan yang memiliki kabar bagus dikoleksi seperti misalnya PT Bank Central Asia Tbk di mana asing mencetak beli bersih sebesar Rp 307 miliar dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan net buy sebesar Rp 194 miliar.
Demikian juga saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Timah Tbk (TINS) yang menguat masing-masing sebesar 4,2% dan 7% ke Rp 1.240 dan Rp 1.140 per saham. Kenaikan terjadi setelah pemerintah menyatakan bahwa keduanya akan bekerja-sama dengan LG Chem Ltd untuk membangun holding 'Indonesian Battery.'
Data perdagangan mencatat investor asing secara total mencetak beli bersih (net buy) Rp 475 miliar di pasar reguler. Nilai transaksi total di bursa mencapai Rp 12,2 triliun dengan 232 saham naik, 210 lain terkoreksi, dan 175 stagnan.
Mayoritas harga Surat Berharga Negara (SBN) juga menguat, kecuali SBN tenor 1 tahun. Hampir semua SBN mengalami pelemahan imbal hasil (yield), kecuali untuk SBN tenor 1 tahun yang naik 7,1 basis poin ke level 4,001%.
Yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara turun 2,6 basis poin ke level 6,181% atau melanjutkan penurunan kemarin. ni menunjukkan bahwa harga sedang menguat, karena keduanya bergerak berlawanan. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sebaliknya, nilai tukar rupiah melemah 0,14% ke Rp 14.050/US$ di penutupan perdagangan, menghentikan penguatan yang dibukukan dalam 2 hari sebelumnya. Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.020/US$. Namun tidak lama, rupiah masuk ke zona merah, melemah hingga 0,32% ke Rp 14.075/US$.
Pelemahan tersebut mengindikasikan para trader memilih merealisasikan keuntungan terlebih dahulu, sembari menanti kebijakan suku bung acuan yang bakal diumumkan hari ini.
Meski demikian, rupiah bukanlah yang terburuk di antara mata uang Asia yang mayoritas menguat melawan dolar AS. Hingga pukul 15:07 WIB kemarin, baht menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,43%, sementara ringgit yang terbaik dengan penguatan 0,49%
Bursa saham Amerika Serikat (AS) menutup perdagangan Rabu (18/11/2020) dengan koreksi, setelah kabar kemajuan vaksin Covid-19 dinilai belum cukup untuk mencegah pembatasan sosial yang kian marak saat ini akibat kenaikan kasus infeksi baru Covis-19.
Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 344,9 poin (-1,2%) ke 29.438,42 setelah sempat dibuka menguat 94,8 poin. Indeks S&P 500 juga melemah 1,2% (41,7 poin) ke 3.567,79 dan Nasdaq turun 97,7 poin (-0,8%) ke 11.801,6.
Wall Street mulai balik arah setelah Walikota New York Bill de Blasio mengumumkan penutupan sekolah negeri dgantikan dengan belajar-dari-rumah sebagai upaya untuk menekan penyebaran virus corona jelang musim dingin.
Saham Zoom pun melonjak lebih dari 3%. Namun, aksi ambil untung masih menerpa saham teknologi lainnya di mna Apple Microsoft, Alphabet (induk usaha Google) dan Facebook kompak melemah 1%.
Laporan CNBC Analysis menyebutkan bahwa AS mencatatkan rerata harian infeksi baru Covid-19 yang melampaui angka 157.000 pada Senin. Ini merupakan kenaikan sebesar 30% dari pekan lalu, dan mencetak rekor tertinggi baru.
Ini bakal memicu tekanan ekonomi jangka pendek, yang tak bisa diatasi dengan vaksin karena peredaran vaksin itu baru bisa dilakukan secepatnya pada akhir tahun ini.
Sebelumnya, Pfizer merilis data final uji vaksin Covid-19 tahap ketiga, yang menunjukkan hasil lebih baik dari pembacaan awal, yakni tingkat efikasi 95%. Artinya, 95% sukarelawan terbukti menumbuhkan antibodi. Perseroan berencana mengajukan izin edar beberapa hari ke depan.
Saham Boeing dtutup ambruk 3%, setelah sempat melompat 4% menyusul kabar persetujuan Balai Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration/FAA) untuk penerbangan 737 MAX, yang terlibat dalam kecelakaan tragis dua kali beruntun.
Saham peritel Target menguat 2% setelah perseron merilis kinerja kuartal III-2020 yang melampaui estimasi berkat penjualan digital. Sementara itu, saham Lowe's anjlok 8% setelah emiten grosir bahan bangunan itu merilis kinerja yang masih di bawah estimasi analis.
Sebelumnya pada Selasa kemarin, Dow Jones ditutup anjlok 167 poin, sedangkan S&P 500 turun 0,5%. Indeks Nasdaq yang berisi saham teknologi hanya terkoreksi 0,2%, salah satunya berkat lonjakan saham Tesla lebih dari 8% menyambut kabar dia menjadi konstituen S&P 500.
"Cerita besarnya, ekonomi telah pulih lebih cepat dari ekspektasi, karena belanja konsumen telah tertahan cukup lama sepanjang krisis," tutur Charlie Ripley, perencana investasi senior Allianz Investment Management, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.
Konsumen, lanjut dia, mengubah perilaku belanjanya dengan lebih banyak berbelanja produk barang ketimbang produk jasa, sehingga sektor jasa tertekan selama pandemi. "Meski ini membantu ekonom secara umum, ia membentuk pemulihan yang terpecah, karena beberapa sektor ekonomi terus tertekan secara ekstrim," tambah Charlie.
Hari ini Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubenur (RDG) hari yang kedua dengan agenda utama penentuan suku bunga acuan. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate masih bertahan di 4%.
Namun demikian, tak semua ekonom mufakat mengenai itu. Dari 13 ekonom dan analis dalam polling tersebut, ada lima di antaranya yang memperkirakan suku bunga acuan akan diturunkan menjadi 3,75%. Bahkan Bahana Sekuritas menilai suku bunga akan dipangkas menjadi 3,5%.
Artinya, lebih dari sepertiga peserta polling membuka peluang penurunan suku bunga, sesuatu yang saat ini memang dibutuhkan perekonomian agar bisa pulih lebih cepat tahun depan.
Jika kita cermati, ada dua alasan kuat yang sebenarnya memberikan jalan lapang bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan. Pertama, tekanan inflasi yang nyaris tak ada. Inflasi pada Oktober tercatat sebesar 1,44% (secara tahunan) dan 0,07% (secara bulanan), dengan inflasi tahun berjalan sebesar 0,95%.
Pada November, BI memperkirakan inflasi masih terjaga sebesar 1,53% secara tahunan dan 1,17% secara tahun berjalan, dan inflasi bulanan 0,21%. Tidak ada lonjakan harga yang berarti.
Ketika inflasi terjaga, maka tak ada kebutuhan untuk memasang suku bunga acuan tinggi yang dperlukan guna menyerap uang beredar ke sistem perbankan. Pasalnya, saat ini saja dana pihak ketiga (DPK) perbankan sudah melambung, sebesar 12,2%, per September.
Kedua, tekanan rupiah juga sebenarnya mereda dan berpeluang kian surut ketika Amerika Serkat (AS) memiliki presiden baru, yakni Joe Biden yang bakal menggelontorkan stimulus ke perekonomian dan sistem keuangan.
Kemenangan Biden bakal menguntungkan negara emerging market seperti Indonesia, sebab perang dagang AS-China kemungkinan akan mengendor. Selain itu, stimulus fiskal juga akan lebih besar ketimbang yang akan digelontorkan Trump dan Partai Republik.
Kubu Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang ditolak oleh Partai Republik. Ketika Biden menang, ada peluang stimulus yang lebih besar itu digelontorkan sehingga ada semakin banyak uang yang beredar di perekonomian. Pada gilirannya, dolar AS pun cenderung melemah.
Negara emerging market seperti Indonesia juga berpotensi kecipratan aliran modal yang masuk, yang bakal membantu membuat rupiah perkasa. Tren dana masuk ini sudah mulai terjadi sejak awal November. Dalam sebulan terakhir, rupiah menguat 3,89% terhadap dolar AS. Bahkan selama tiga bulan ke belakang, penguatannya mencapai lebih dari 4%.
Data transaksi non-residen per 9-12 November menunjukkan investor asing membukukan beli bersih Rp 7,18 triliun. Detilnya, Rp 4,71 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 2,47 triliun di pasar saham.
Ini meningkat dari periode 2-5 November 2020, di mana asing sudah mencetak pembelian bersih sebesar Rp3,81 triliun. Rinciannya, Rp 3,87 triliun di pasar SBN dan jual bersih Rp 0,06 triliun di pasar saham.
Kebutuhan penurunan suku bunga acuan sudah mendesak untuk mendorong perekonomian, dan jalan untuk melakukannya pun kian lapang. Jika kebijakan itu diambil, pelaku pasar pun bakal kian yakin dengan prospek emiten ke depan dan bakal melanjutkan aksi akumulasi saham unggulan.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- RUPSLB PT Sarimelati Kencana Tbk (09:00 WIB)
- RUPSLB PT Trankon Jaya Tbk (09:00 WIB)
- Penjualan motor Indonesia per Oktober (10:30 WIB)
- Penentuan suku bunga acuan Bank Indonesia (14:30 WIB)
- Data klaim tunjangan pengangguran AS (20:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal III-2020 YoY) | -3,49% |
Inflasi (Oktober 2020 YoY) | 1,44% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2020) | 4% |
Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (Oktober 2020) | US$ 133,7 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA