Heboh Gudang Garam Masuk Bisnis Jalan Tol, Cuannya Gede Gak?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
13 November 2020 16:08
Gudang Garam
Foto: www.gudanggaramtbk.com

Jakarta, CNBC Indonesia - Bisnis pengembangan tol saat ini memanglah menarik karena pemerintah sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur tol hampir di seluruh Indonesia.

Hal tersebut membuat emiten non-infrastruktur menjadi tertarik untuk investasi dalam proyek infrastruktur jalan tol.

Sebelumnya, emiten rokok terbesar di Indonesia, yakni PT Gudang Garam Tbk (GGRM) berencana masuk ke bisnis pengelolaan jalan tol dengan mendirikan anak usaha baru yakni PT Surya Kertaagung Toll (SKT).

Pendirian Surya Kertagung Toll yang merupakan cucu usaha ini dilakukan pada 6 November 2020.

Surya Kertagung Toll adalah anak perusahaan PT Surya Kerta Agung yang sahamnya dimiliki oleh Gudang Garam sebanyak 499.999 saham atau setara dengan 99,9%.

"Modal dasar Rp 1,2 triliun, modal ditempatkan dan disetor sebesar Rp 300 miliar atau sebanyak 300.000 saham dengan nilai nominal Rp 1 juta per saham," kata Heru Budiman, Corporate Secretary GGRM, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sebelum anak usaha dari GGRM tersebut, beberapa emiten infrastruktur maupun non-infrastruktur juga sudah memulai bisnisnya untuk mengelola beberapa jalan tol di Indonesia, beberapa di antaranya:

1. PT Nusantara Infrastructure Tbk (META)

Nusantara Infrastructure didirikan pada 2006, dengan pengelolaan tol yakni:

  1. Tol Jakarta-Serpong ruas Pondok Aren-Serpong, dikelola oleh PT Bintaro Serpong Damai (BSD)
  2. Tol Lingkar Luar Jakarta Barat Satu (Jakarta Ring Road/JORR W1) ruas Kebon Jeruk-Penjaringan, dikelola oleh PT Jakarta Lingkar Baratsatu (JLB)
  3. Tol Akses Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, dikelola oleh PT Bosowa Marga Nusantara (BSN) dan
  4. Tol Akses Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, dikelola oleh PT Jalan Tol Seksi Empat (JTSE).

2. Astra Infra

Astra Infra merupakan divisi khusus infrastruktur di PT Astra Internasional Tbk (ASII). Adapun tol yang dikelola oleh Astra Infra, yakni:

  1. Tol Trans Jawa ruas Tangerang-Merak, dikelola oleh PT Marga Mandalasakti
  2. Tol JORR 2 ruas Kunciran-Serpong, dikelola oleh PT Marga Trans Nusantara.
  3. Tol Trans Jawa ruas Cikopo-Palimanan (Cipali), dikelola oleh PT Lintas Marga Sedaya (LMS),
  4. Tol Trans Jawa ruas Semarang-Solo, dikelola oleh PT Trans Marga Jateng,
  5. Tol Trans Jawa ruas Jombang-Mojokerto, dikelola oleh PT Marga Harjaya Infrastruktur, dan
  6. Tol Trans Jawa ruas Surabaya-Mojokerto (Sumo), dikelola oleh PT Marga Harjaya Infrastruktur.

Berikut struktur entitas anak perseroan dalam divisi infrastruktur (Astra Infra):

  1. PT Astra Tol Nusantara, dengan porsi kepemilikan 100%, total aset per 30 September 2020 Rp 19,55 triliun, turun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 19,62 triliun.
  2. PT Astra Transportasi Indonesia, dengan porsi kepemilikan 100%, total aset per 30 September 2020 Rp 283 miliar, turun dari sebelumnya Rp 296 miliar.
  3. PT Astra Nusa Perdana, dengan porsi kepemilikan 100%, total aset per 30 September 2020 Rp 619 miliar, naik dari sebelumnya Rp 609 miliar.
  4. PT Marga Harjaya Infrastruktur, dengan porsi kepemilikan 100%, total aset per 30 September 2020 Rp 4,46 triliun, turun dari sebelumnya Rp 4,49 triliun.
  5. PT Marga Mandalasakti, dengan porsi kepemilikan 100%, total aset per 30 September 2020 Rp 3,83 triliun, turun dari sebelumnya Rp 3,85 triliun.
  6. PT Serasi Autoraya, dengan porsi kepemilikan 100%, total aset per 30 September 2020 Rp 6,21 triliun, naik dari sebelumnya Rp 6,15 miliar.

3. PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP)

Citra Marga didirikan pada 13 April 1987. Awal pendiriannya, CMNP adalah sebuah konsorsium, terdiri dari beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang infrastruktur, khususnya pengusahaan jalan tol dan bidang terkait lainnya.

Adapun tol yang dikelola oleh CMNP, yakni:

  1.  Tol Lingkar Dalam Jakarta ruas Cawang-Tanjung Priok-Pluit (Wiyoto Wiyono), dikelola oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP)
  2. Tol Akses Simpang Susun Waru-Bandara Juanda Surabaya, dikelola oleh PT Citra Margatama Surabaya (CMS),
  3. Tol Depok-Antasari (Desari), dikelola oleh PT Citra Waspphutowa,
  4. Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja), dikelola oleh PT Citra Marga Lintas Jabar, dan
  5. Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), dikelola oleh PT Citra Karya Jabar Tol

LANJUT>>Begini kinerja emiten infrastruktur jalan tol

1. PT Gudang Garam Tbk (GGRM)

Dalam laporan keuangan GGRM pada kuartal III tahun 2020, laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk turun Rp 1,59 triliun menjadi Rp 5,65 triliun.

Walaupun laba bersih perseroan turun, namun pendapatan bersih perseroan naik Rp 1,66 triliun menjadi Rp 83,38 triliun di kuartal ketiga tahun ini.

Dari posisi neraca, total liabilitas jangka pendek perseroan per 30 September 2020 sebesar Rp 17,69 triliun, turun dari posisi sebelumnya yang sebesar Rp 25,26 triliun.

Sedangkan total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 11,1% menjadi Rp 56,58 triliun.

Adapun total aset perseroan per 30 September 2020 turun 2,18% menjadi Rp 76,93 triliun dari periode sebelumnya sebesar Rp 78,65 triliun.

2. PT Astra International Tbk (ASII)

Dalam laporan keuangan ASII pada kuartal III tahun 2020, laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk turun 11,53% menjadi Rp 14,04 triliun periode 9 bulan pertama tahun ini, dari periode yang sama tahun lalu Rp 15,87 triliun.

Pendapatan bersih Astra juga turun menjadi Rp 130,35 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 177,04 triliun.

Berdasarkan siaran persnya, segmen infrastruktur dan logistik Grup Astra justru mencatat rugi bersih Rp 59 miliar pada 9 bulan pertama tahun 2020, dibandingkan dengan laba bersih sebesar Rp 155 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Rugi ini disebabkan penurunan pendapatan jalan tol dan penurunan margin operasi pada PT Serasi Autoraya (SERA).

"Astra mempunyai kepemilikan saham di 350 km ruas jalan tol yang telah beroperasi sepanjang jaringan jalan tol Trans-Jawa dan tol lingkar luar Jakarta," tulis manajemen Astra.

"Terjadi penurunan volume lalu lintas sebesar 15% pada konsesi jalan tol Grup."

Manajemen juga menegaskan tekanan di lini bisnis ini berasal dari SERA. Laba bersih SERA menurun sebesar 56% menjadi Rp65 miliar, terutama karena marjin operasi yang lebih rendah dan penurunan volume penjualan mobil bekas, walaupun jumlah kontrak sewa kendaraan naik sebesar 2% menjadi 22.900 unit.

3. PT Nusantara Infrastructure Tbk (META)

Berdasarkan laporan keuangan META pada kuartal II tahun 2020, laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk turun sekitar 50% menjadi Rp 15,97  miliar.

Walaupun laba bersih perseroan turun, namun pendapatan bersih perseroan naik Rp 597,42 miliar menjadi Rp 943,03 miliar di kuartal kedua tahun ini.

Dari posisi neraca, total liabilitas jangka pendek perseroan per 30 September 2020 naik menjadi Rp 754,05 miliar.

Sedangkan total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik menjadi Rp 3,32 triliun.

Adapun total aset perseroan per 30 September 2020 naik menjadi Rp 5,71 triliun dari periode sebelumnya sebesar Rp 5,08 triliun.

4. PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP)

Berdasarkan laporan keuangan CMNP pada kuartal III tahun 2020, laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk turun sekitar 24% menjadi Rp 385,59 miliar.

Pendapatan bersih CMNP juga turun menjadi Rp 1,69 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 2,4 triliun.

Beban pokok pendapatan turun menjadi Rp 1,02 triliun dari sebelumnya Rp 1,56 triliun.

Berdasarkan data laporan keuangan, pendapatan terbesar berasal dari segmen jasa konstruksi sebesar Rp 806,49 miliar, turun dari sebelumnya Rp 1,18 triliun.

Adapun pendapatan dari tol, yakni ruas tol Lingkar Dalam Kota Jakarta sebesar Rp 631,6 miliar, turun dari sebelumnya Rp 835,3 miliar, kemudian ruas tol Simpang Susun Waru-Bandara Juanda Surabaya sebesar Rp 82,9 miliar, turun dari sebelumnya Rp 118,9 miliar.

Selanjutnya dari ruas tol Soreang-Pasir Koja (Soroja) sebesar Rp 61,11 miliar, turun dari sebelumnya Rp 71,38 miliar dan ruas tol Depok-Antasari (Desari) yang turun menjadi Rp 62,81 miliar.

Dari posisi neraca, total liabilitas jangka pendek perseroan per 30 September 2020 turun menjadi Rp 3,15 triliun.

Sedangkan total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik menjadi Rp 8,39 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 7,92

Adapun total aset perseroan per 30 September 2020 turun menjadi Rp 15,16 triliun dari periode sebelumnya sebesar Rp 15,45 triliun.

NEXT>> Mengintip Rasio Keuangan GGRM hingga META

Rasio keuangan juga menjadi pertimbangan bagi investor yang ingin melihat sisi fundamental perusahaan. Rasio ini bisa dilihat dari earnings per share (EPS), nilai buku (book value), price to earnings ratio (PER), price to book value (PBV), hingga rasio utang yakni debt to equity ratio (DER).

Rasio keuangan emiten tol/Chandra Dwi Pranata/CNBC IndonesiaFoto: Rasio keuangan emiten tol/Chandra Dwi Pranata/CNBC Indonesia
Rasio keuangan emiten tol/Chandra Dwi Pranata/CNBC Indonesia

Sumber: Data statistik bulanan Bursa Efek Indonesia, per September 2020

Berdasarkan data di atas, kinerja saham yang masih tergolong baik adalah GGRM, karena jika dilihat keseluruhan, posisi GGRM berada di bawah kinerja sektornya, yakni barang konsumsi rokok.

EPS atau rasio laba per saham GGRM berada di atas EPS sektornya, yakni di kisaran Rp 3.900.

Sedangkan berdasarkan mahal-murahnya harga saham yang dilihat dari rasio harga terhadap laba atau PER, GGRM 10 kali, berada di bawah PER industrinya 11 kali, sehingga masih dianggap murah.

Sedangkan lainnya, yakni ASII dan META kinerjanya beragam.

ASII yang memang masih cukup bagus bila dibandingkan dengan sektornya dari beberapa rasio, namun nilai PBV ASII masih lebih tinggi dibandingkan dengan PBV sektornya.

Sementara itu, hal yang sama juga dialami META, namun kali ini PER dari META masih tergolong mahal jika dibandingkan dengan PER sektornya, yakni infrastruktur tol, pelabuhan, dan bandara.

Prospek

Tim Riset CNBC Indonesia menilai, di tengah 'rebutan' proyek tol oleh perusahaan-perusahaan non-infrastruktur, ini membuat perusahaan non-infrastruktur kian ramai berpartisipasi membangun jalan tol, apalagi pemerintah sudah membuka 'keran' bagi perusahaan swasta.

Apalagi sektor logistik masih belum didukung infrastruktur yang baik sehingga prospek bisnis infrastruktur khususnya jalan tol cukup besar, ditambah memang pemerintah mendorong swasta masuk.

Sejumlah BUMN pun mulai melepas aset jalan tolnya kepada swasta.

Selain itu, bisnis infrastruktur jalan tol mempunyai unlimited size, terlebih Indonesia luas dan terdiri dari banyak pulau, karena itu pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan sebagai akses/konektivitas ke berbagai daerah.

Khusus untuk pengelolaan tol oleh META, memang lebih banyak di daerah Sulawesi, yakni di Makassar, Sulawesi Selatan.

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa perseroan bakal merambah sayapnya ke provinsi lainnya di Sulawesi Selatan, di mana saat ini pemerintah juga sedang membangun hampir di pulau-pulau terbesar di Indonesia.

Perusahaan juga berpotensi memekarkan 'sayapnya' selain di wilayah Jabodetabek. Perusahaan juga sudah memiliki aset di tol Jakarta-Serpong ruas Pondok Aren-Serpong yang dikelola oleh anak usaha, PT Bintaro Serpong Damai.

Sedangkan untuk Astra Infra, memang tol yang dikelola oleh perseroan banyak terdapat di pulau Jawa.

Akan tapi, tidak menutup kemungkinan bahwa perseroan juga dapat mengelola jalan tol di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

Hanya saja, yang patut diperhatikan, di tengah potensi semakin banyaknya partisipan pengelola jalan tol, bukan berarti persaingan akan mengendur. Hal itu malah akan menimbulkan persaingan yang jika tidak dikontrol, maka akan merugikan banyak pihak.

Oleh karena itu, boleh saja perusahaan non-infrastruktur ikut andil dalam pengelolaan tol, namun harus dibataskan kontrolnya agar bisnis jalan tol bukan hanya semata mencari 'cuan' tetapi demi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Ini penting lantaran fungsi sebenarnya dari tol adalah memperlancar dan mempercepat rantai distribusi barang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular