Heboh Gudang Garam Masuk Bisnis Jalan Tol, Cuannya Gede Gak?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
13 November 2020 16:08
Penampakan Udara Tol Kunciran-Serong (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Penampakan Udara Tol Kunciran-Serpong (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Rasio keuangan juga menjadi pertimbangan bagi investor yang ingin melihat sisi fundamental perusahaan. Rasio ini bisa dilihat dari earnings per share (EPS), nilai buku (book value), price to earnings ratio (PER), price to book value (PBV), hingga rasio utang yakni debt to equity ratio (DER).

Rasio keuangan emiten tol/Chandra Dwi Pranata/CNBC IndonesiaFoto: Rasio keuangan emiten tol/Chandra Dwi Pranata/CNBC Indonesia
Rasio keuangan emiten tol/Chandra Dwi Pranata/CNBC Indonesia

Sumber: Data statistik bulanan Bursa Efek Indonesia, per September 2020

Berdasarkan data di atas, kinerja saham yang masih tergolong baik adalah GGRM, karena jika dilihat keseluruhan, posisi GGRM berada di bawah kinerja sektornya, yakni barang konsumsi rokok.

EPS atau rasio laba per saham GGRM berada di atas EPS sektornya, yakni di kisaran Rp 3.900.

Sedangkan berdasarkan mahal-murahnya harga saham yang dilihat dari rasio harga terhadap laba atau PER, GGRM 10 kali, berada di bawah PER industrinya 11 kali, sehingga masih dianggap murah.

Sedangkan lainnya, yakni ASII dan META kinerjanya beragam.

ASII yang memang masih cukup bagus bila dibandingkan dengan sektornya dari beberapa rasio, namun nilai PBV ASII masih lebih tinggi dibandingkan dengan PBV sektornya.

Sementara itu, hal yang sama juga dialami META, namun kali ini PER dari META masih tergolong mahal jika dibandingkan dengan PER sektornya, yakni infrastruktur tol, pelabuhan, dan bandara.

Prospek

Tim Riset CNBC Indonesia menilai, di tengah 'rebutan' proyek tol oleh perusahaan-perusahaan non-infrastruktur, ini membuat perusahaan non-infrastruktur kian ramai berpartisipasi membangun jalan tol, apalagi pemerintah sudah membuka 'keran' bagi perusahaan swasta.

Apalagi sektor logistik masih belum didukung infrastruktur yang baik sehingga prospek bisnis infrastruktur khususnya jalan tol cukup besar, ditambah memang pemerintah mendorong swasta masuk.

Sejumlah BUMN pun mulai melepas aset jalan tolnya kepada swasta.

Selain itu, bisnis infrastruktur jalan tol mempunyai unlimited size, terlebih Indonesia luas dan terdiri dari banyak pulau, karena itu pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan sebagai akses/konektivitas ke berbagai daerah.

Khusus untuk pengelolaan tol oleh META, memang lebih banyak di daerah Sulawesi, yakni di Makassar, Sulawesi Selatan.

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa perseroan bakal merambah sayapnya ke provinsi lainnya di Sulawesi Selatan, di mana saat ini pemerintah juga sedang membangun hampir di pulau-pulau terbesar di Indonesia.

Perusahaan juga berpotensi memekarkan 'sayapnya' selain di wilayah Jabodetabek. Perusahaan juga sudah memiliki aset di tol Jakarta-Serpong ruas Pondok Aren-Serpong yang dikelola oleh anak usaha, PT Bintaro Serpong Damai.

Sedangkan untuk Astra Infra, memang tol yang dikelola oleh perseroan banyak terdapat di pulau Jawa.

Akan tapi, tidak menutup kemungkinan bahwa perseroan juga dapat mengelola jalan tol di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

Hanya saja, yang patut diperhatikan, di tengah potensi semakin banyaknya partisipan pengelola jalan tol, bukan berarti persaingan akan mengendur. Hal itu malah akan menimbulkan persaingan yang jika tidak dikontrol, maka akan merugikan banyak pihak.

Oleh karena itu, boleh saja perusahaan non-infrastruktur ikut andil dalam pengelolaan tol, namun harus dibataskan kontrolnya agar bisnis jalan tol bukan hanya semata mencari 'cuan' tetapi demi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Ini penting lantaran fungsi sebenarnya dari tol adalah memperlancar dan mempercepat rantai distribusi barang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular