Biden Menangi Pilpres AS, Siap-siap Rupiah Bakal Garang!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 November 2020 07:45
Joe Biden berpidato didepan publik. (AP/Carolyn Kaster)
Foto: Joe Biden berpidato didepan publik. (AP/Carolyn Kaster)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) punya presiden baru. Joseph 'Joe' Biden, calon presiden dari Partai Demokrat, memenangi persaingan dengan sang petahana Donald Trump dari Partai Republik.

Per 8 November 2020 pukul 00:58 WIB, Biden mengantongi 290 suara elektoral (electoral college vote) berbanding 214 untuk Trump. Butuh 270 suara elektoral, perolehan Biden sudah lebih dari itu sehingga dipastikan bakal menjadi penunggu Gedung Putih yang baru.

pilpresSumber: Guardian

"Amerika, saya merasa terhormat Anda semua telah memilih saya untuk memimpin negara kita yang hebat ini. Pekerjaan mendatang akan berat, tetapi saya bisa menjanjikan ini: saya akan menjadi presiden bagi seluruh rakyat AS, apakah Anda memilih saya atau tidak. Saya akan menjaga kepercayaan yang Anda sudah berikan," cuit Biden di Twitter.

Kemenangan Biden sejatinya sudah diperkirakan jauh-jauh hari. Berbagai jajak pendapat mengunggulkan eks wakil presiden pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama ini ketimbang Trump.

Tidak hanya itu, investor di pasar keuangan pun sudah memasukkan kemenangan Biden dalam kalkulasi. Istilahnya priced-in, sudah ketaker.

Satu hal yang membuat pelaku pasar lebih nyaman dengan Biden adalah ekspektasi bahwa pemerintah ke depan tidak akan 'aneh-aneh'. Kemungkinan besar tidak ada lagi perang dagang yang memanas antara AS dengan berbagai negara, terutama China.

Tidak ada lagi presiden yang terang-terangan 'menyerang' gubernur bank sentral. Tidak ada lagi cuitan-cuitan di Twitter yang menggemparkan tidak hanya dunia maya tetapi juga dunia nyata.

"Biden adalah kabar baik buat pasar. Kami sudah lelah dengan dampak yang muncul dari cuitan-cuitan Trump," tegas Christopher Stanton, Chief Investment Officer Sunrise Capital Partners, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Akibat 'keberpihakan' pasar kepada Biden, keunggulannya membuat investor menjadi bergairah dalam sepekan terakhir. Aset-aset berisiko menjadi rebutan, sementara aset aman ditinggalkan.

Dalam sepekan terakhir, bursa saham dunia menguat tajam. Di New York, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 6,87% secara point-to-point sepanjang pekan ini. Dalam periode yang sama, indeks S&P 500 melonjak 7,32% dan Nasdaq Composite meroket 9,01%.

Tidak Cuma di Wall Street, indeks saham Asia pun berpesta, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Berikut perkembangan indeks saham utama Benua Kuning sepanjang pekan ini:

Minat investor yang tinggi terhadap instrumen berisiko membuat aset-aset aman kehilangan pamor, salah satunya mata uang dolar AS. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) anjlok hingga 1,85%.

Ke depan, seiring euforia kemenangan Biden, sepertinya investor bakal semakin bernafsu memburu aset-aset berisiko. Artinya, dolar AS akan kian ditinggalkan sehingga depresiasi menjadi sebuah keniscayaan.

"Untuk saat ini, sepertinya sentimen negatif akan berlanjut hingga beberapa pekan ke depan," ujar Joe Manimbo, Senior Market Analyst Western Union Business Solutions, seperti dikutip dari Reuters.

Dengan kelesuan dolar AS yang kemungkinan masih akan terjadi, rupiah punya ruang untuk terus menguat. Meski sepanjang pekan ini sudah terapresiasi nyaris 3%, rasanya laju penguatan rupiah masih belum akan berhenti.

Apalagi fundamental makroekonomi yang menyokong rupiah juga semakin baik. Laju inflasi domestik masih lambat, hingga Oktober hanya 1,44% year-on-year (YoY). Ini membuat berinvestasi di rupiah menjadi menguntungkan, karena tidak terlalu 'termakan' oleh inflasi.

Kemudian, transaksi berjalan (current account) juga berhasil mencatatkan surplus pada kuartal III-2020, surplus pertama sejak 2011. Tandanya pasokan devisa dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa sangat memadai, tidak lagi kekurangan. Devisa dari pos ini akan mampu membantu penguatan rupiah, karena tidak mudah keluar-masuk seperti investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money.

"Seharusnya (rupiah) bisa memiliki ruang untuk terus menguat sejalan dengan neraca perdagangan yang membukukan surplus dalam beberapa bulan terakhir. Bank Indonesia akan memberikan ruang (penguatan) rupiah untuk berlanjut sesuai nilai fundamentalnya," kata Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular