Emas Dunia Sudah Melesat 4% Lebih Pekan Ini, Berani Beli?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 November 2020 20:09
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali menguat pada perdagangan Jumat (6/11/2020), merespon hasil sementara pemilihan umum di Amerika Serikat (AS), yang menunjukkan keunggulan calon presiden dari Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden, melawan petahana dari Partai Republik, Donald Trump. 

Melansir data Refinitiv, pada pukul 18:33 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.995,76/troy ons, menguat 0,37% di pasar spot. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 18 September lalu. Kemarin logam mulia ini menguat 2,38%, sementara sepanjang pekan ini melesat 4,14%. Persentase tersebut bisa saja bertambah mengingat perdagangan masih berlangsung hingga Sabtu dini hari besok.

Hingga saat ini, belum ada penambahan jumlah electoral vote untuk Biden maupun Trump. Perhitungan suara masih berlangsung di beberapa negara battleground, Biden masih unggul dengan 253 electoral vote, sementara Trump 214 electoral vote, berdasarkan data NBC News. Untuk memenangi pilpres AS diperlukan minimal 270 electoral vote.

Banyak analis memprediksi kemenangan Biden yang berasal dari Partai Demokrat, akan lebih menguntungkan bagi harga emas. Sebab, nilai stimulus fiskal yang akan digelontorkan lebih besar ketimbang Trump dan Partai Republik.

Nancy Pelosi, Ketua House of Representative (DPR) dari Partai Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang tidak disepakati oleh Pemerintahan Trump, dan ditolak oleh Partai Republik.

Semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Selain itu, inflasi juga berpotensi meningkat.


Emas akan diuntungkan dari dua sisi.

Pertama, saat dolar AS melemah harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berpotensi meningkat, harganya pun naik.
Kedua, secara tradisional emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, sehingga ketika inflasi naik emas akan diburu investor.

Emas semakin bertenaga setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengumumkan kebijakan moneter dini hari tadi. Tidak ada perubahan kebijakan, suku bunga tetap < 0,25%, dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) tetap berlanjut.

Namun, sang ketua Jerome Powell menegaskan The Fed masih punya banyak amunisi yang diperlukan untuk membantu pemulihan ekonomi AS.

"Apakah kebijakan moneter kehabisan amunisi? Jawabannya adalah tidak, saya pikir tidak demikian. Saya pikir kami berkomitmen kuat menggunakan kebijakan moneter yang powerful yang kita miliki untuk membantu perekonomian selama masa sulit seperti ini dan selama dibutuhkan, tidak ada orang yang seharusnya meragukan hal tersebut," kata Powell, sebagaimana dilansir CNBC International. 

Pernyataan tersebut mengindikasikan The Fed masih membuka peluang menggelontorkan stimulus moneter dengan menambah nilai QE jika diperlukan. Stimulus moneter dan fiskal merupakan bahan bakar emas untuk terus menanjak.

Siap yang akan menjadi presiden AS masih belum jelas, meski Biden lebih diunggulkan. Tetapi stimulus fiskal tetap akan cair. Hal tersebut dikatakan akan menopang harga emas hingga ke US$ 2.000/troy ons, tetapi masih ada ketidakpastian berapa nilai dan kapan stimulus akan digelontorkan.

Hasil sementara pemilihan legislatif menunjukkan House of Representative (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR) masih dikuasai Partai Demokrat, sementara Senat tetap dikontrol Partai Republik. Artinya tidak ada blue wave atau kemenangan mutlak Partai Demokrat.

Dalam kondisi tersebut, pembasahan stimulus fiskal tidak akan mulus, sebab Senat masih bisa menolak proposal dari Pemerintah AS dan DPR.

"Apakah ada cukup stimulus fiskal untuk memicu inflasi, faktor yang diperlukan emas untuk kembali ke US$ 2.000/troy ons? Sudah pasti itu akan terjadi, tetapi di situ juga letak ketidakpastiannya," kata Stephen Innes, kepala stretegi pasar global di perusahaan jasa finansial Axi, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (6/11/2020).

"Blue wave akan memberikan kepastian harga emas akan naik, tapi apa yang kita lihat saat ini sudah pasti tidak merubah outlook emas untuk jangka panjang," George Milling-Stanley, kepala ahli strategi emas di State Street Global Advisors, sebagaimana dilansir Kitco, Rabu (4/11/2020).

Milling-Stanley menambahkan, pada akhirnya stimulus fiskal akan digelontorkan karena memang diperlukan perekonomian AS untuk bisa bangkit dari keterpurukan. I ajika harga emas tidak mencapai mencapai US$ 2.000/troy ons di akhir tahun ini, maka akan dicapai dalam tempo 12 bulan ke depan.

Sementara itu dalam periode 4 tahun ke depan, emas diramal bisa melesat 50%.

Hal tersebut diungkapkan oleh Mike McGlone ahli strategi komoditas senior di Bloomberg Intelligence. Ia mengatakan emas saat ini sedang memulai tren penguatan 20 tahun lalu, atau yang disebut supercycle.

"Saya melihat emas saat ini memiliki kesamaan dengan tahun 2001 ketika memulai tren kenaikan. Emas saat ini memulai lagi tren bullish yang dimulai 20 tahun lalu," kata McGlone sebagaimana dilansir Kitco.

McGlone mengatakan selama periode pemerintahan Trump emas sudah melesat 50%, dan siapa pun yang memerintah di AS selanjutnya ia melihat emas akan kembali mencetak kenaikan 50%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular