
Emas Dunia Sudah Melesat 4% Lebih Pekan Ini, Berani Beli?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali menguat pada perdagangan Jumat (6/11/2020), merespon hasil sementara pemilihan umum di Amerika Serikat (AS), yang menunjukkan keunggulan calon presiden dari Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden, melawan petahana dari Partai Republik, Donald Trump.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 18:33 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.995,76/troy ons, menguat 0,37% di pasar spot. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 18 September lalu. Kemarin logam mulia ini menguat 2,38%, sementara sepanjang pekan ini melesat 4,14%. Persentase tersebut bisa saja bertambah mengingat perdagangan masih berlangsung hingga Sabtu dini hari besok.
Hingga saat ini, belum ada penambahan jumlah electoral vote untuk Biden maupun Trump. Perhitungan suara masih berlangsung di beberapa negara battleground, Biden masih unggul dengan 253 electoral vote, sementara Trump 214 electoral vote, berdasarkan data NBC News. Untuk memenangi pilpres AS diperlukan minimal 270 electoral vote.
Banyak analis memprediksi kemenangan Biden yang berasal dari Partai Demokrat, akan lebih menguntungkan bagi harga emas. Sebab, nilai stimulus fiskal yang akan digelontorkan lebih besar ketimbang Trump dan Partai Republik.
Nancy Pelosi, Ketua House of Representative (DPR) dari Partai Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang tidak disepakati oleh Pemerintahan Trump, dan ditolak oleh Partai Republik.
Semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Selain itu, inflasi juga berpotensi meningkat.
Emas akan diuntungkan dari dua sisi.
Pertama, saat dolar AS melemah harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berpotensi meningkat, harganya pun naik.
Kedua, secara tradisional emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, sehingga ketika inflasi naik emas akan diburu investor.
Emas semakin bertenaga setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengumumkan kebijakan moneter dini hari tadi. Tidak ada perubahan kebijakan, suku bunga tetap < 0,25%, dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) tetap berlanjut.
Namun, sang ketua Jerome Powell menegaskan The Fed masih punya banyak amunisi yang diperlukan untuk membantu pemulihan ekonomi AS.
"Apakah kebijakan moneter kehabisan amunisi? Jawabannya adalah tidak, saya pikir tidak demikian. Saya pikir kami berkomitmen kuat menggunakan kebijakan moneter yang powerful yang kita miliki untuk membantu perekonomian selama masa sulit seperti ini dan selama dibutuhkan, tidak ada orang yang seharusnya meragukan hal tersebut," kata Powell, sebagaimana dilansir CNBC International.
Pernyataan tersebut mengindikasikan The Fed masih membuka peluang menggelontorkan stimulus moneter dengan menambah nilai QE jika diperlukan. Stimulus moneter dan fiskal merupakan bahan bakar emas untuk terus menanjak.
