Tak Main-Main! Melesat 1,25%, Rupiah Juara Asia Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 November 2020 17:03
Ilustrasi Rupiah dan Dolar di Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (6/11/2020). Tidak sekedar menguat, rupiah sekali lagi menjadi juara alias yang terbaik di Asia dengan persentase penguatan jauh lebih tinggi dibandingkan mata uang utama Benua Kuning lainnya.

Melansir data Refinitiv, rupiah menguat 1,25% ke Rp 14.190/US$ di pasar spot. Level tersebut merupakan yang terkuat dalam lebih dari 4 bulan terakhir, tepatnya sejak 1 Juli.

Kemarin, rupiah juga membukkan penguatan lebih dari 1%, dan total sepanjang pekan ini melesat nyaris 3%.

Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat hari ini, tetapi tidak ada yang mampu mendekati penguatan Rupiah.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:14 WIB.

Fakta mayoritas mata uang Asia menguat hari ini menjadi indikasi dolar AS sedang lesu akibat membaiknya sentimen pelaku pasar merespon hasil pemilihan umum di AS. Saat sentimen pelaku pasar membaik, maka yang diburu adalah aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, dampaknya dolar AS yang menyandang status safe haven jadi kurang menarik.

Secara keseluruhan hasil sementara pemilihan umum di AS menunjukkan Joe Biden dari Partai Demokrat masih unggul atas Donald Trump dari Partai Republik. Sementara House of Representatif (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR) masih dikuasai Partai Demokrat, dan Senat juga tetap didominasi Partai Republik.

Dengan skenario tersebut, jika Biden menjadi presiden AS, maka perang dagang dengan China kemungkinan akan berakhir, atau setidaknya tidak akan memburuk.

Selain itu dengan kemenangan Biden, paket stimulus fiskal yang akan digelontorkan tentunya akan lebih besar ketimbang Trump, sehingga membuat pasar semakin sumringah.

Nancy Pelosi, Ketua House of Representative (DPR) dari Partai Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang tidak disepakati oleh Pemerintahan Trump, dan ditolak oleh Partai Republik.

Semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Selain itu, inflasi juga berpotensi meningkat.
Negara-negara emerging market seperti Indonesia juga berpotensi kecipratan aliran modal yang membuat rupiah perkasa.

Selain itu, rupiah semakin bertenaga setelah Bank Indonesia (BI) memberikan ruang untuk menguat karena nilainya masih dianggap undervalue.

"BI akan memberikan ruang bagi rupiah untuk berlanjut menguat sesuai nilai fundamental nya," kata Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Jumat (6/11/2020).

Menurut Nanang, nilai tukar rupiah undervalue jika dilihat dari rendahnya inflasi serta transaksi berjalan (current account) yang diperkirakan akan surplus di kuartal III-2020.

Dia mengatakan, rupiah seharusnya juga masih bisa menguat kalau memperhitungkan yield differential. Yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun saat ini meski turun ke 6,50% masih jauh lebih tinggi dibandingkan yield obligasi negara peer Asia.

Tidak heran bila kemarin investor global mulai memburu lagi SBN. Tercatat ada sebesar Rp 4,5 triliun SBN yang dibeli investor asing kemarin.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular