
Warga Turki "Buang" Lira dan Borong Emas, Ini Pertanda Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemerosotan mata uang lira Turki sepertinya masih belum berhenti. Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomian Turki mengalami resesi hanya memperburuk kondisi lira yang sudah terpuruk sejak lama.
Krisis yang dialami mata uang lira sudah terjadi sejak 2018. Dari sisi politik, sikap Turki yang sering berseberangan dengan Amerika Serikat (AS) membuat kerap mendapatkan sanksi ekonomi.
Kondisi lira semakin memburuk di tahun ini. Melansir data Refinitiv, lira Turki pada pukul 15:40 WIB melemah 0,69% melawan dolar AS ke 8,4782/US$ di pasar spot. Level tersebut tidak jauh dari rekor terlemah sepanjang masa 8,5457/US$ yang disentuh pada Selasa 3 November lalu. Sepanjang tahun ini, atau secara year-to-date, lira sudah ambrol lebih dari 40%.
Kemerosotan kurs lira tersebut sepertinya membuat warga Turki beralih ke aset lain, seperti emas dan valuta asing (valas). Bank sentral Turki (TCMB) Kamis kemarin, kepemilikan aset emas dan valas warga Turki mengalami peningkatan menjadi US$ 221,04 miliar, pada pekan yang berakhir 30 Oktober, sebagaimana dilansir Reuters.
Nilai tersebut merupakan rekor terbesar sepanjang sejarah. TCMB melaporkan dalam 10 bulan tahun ini, kepemilikan valas warga Turki meningkat lebih dari 12%.
Meningkatnya kepemilikan valas tersebut tidak lepas dari ambrolnya kurs lira yang terus mencetak rekor terlemah sepanjang sejarah melawan dolar AS. Salah satu penyebabnya, adalah keenganan TCMB untuk menaikkan suku bunga, padahal berada di bawah inflasi.
Sejak Januari 2020, atau sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, suku bunga acuan TCMB sudah negatif jika disesuaikan dengan inflasi. Melansir data Refinitiv, pada bulan Januari suku bunga acuan one-week repo rate TCMB sebesar 11,25%, sementara inflasi sebesar 12,15% year-on-year (YoY). Sejak saat itu one-week repo rate TCMB selalu di bawah inflasi.
Wajar saja, suku bunga acuan tersebut terus diturunkan hingga mencapai 8,25% pada bulan Mei lalu, sementara inflasi berada di kisaran 12%.
Pada Juli 2019, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan memecat Gubernur TCMB Murat Cetinkaya dan menggantinya dengan Murat Uysal. Sejak saat itu suku bunga terus dipangkas dari 24% hingga menjadi 8,25%.
Suku bunga yang lebih rendah dari inflasi tentunya membuat kurs lira tak menarik, dan dilepas oleh investor. Akibatnya, nilainya semakin merosot, dan tingkat kepercayaan terhadap lira oleh warga Turki sendiri semakin menurun.