Internasional

'Bendera Putih' Macron, yang Dilawan Separatisme Bukan Islam?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
05 November 2020 11:25
A youth holds a photograph of France's President Emmanuel Macron, stamped with a shoe mark, during a protest against France in Istanbul, Sunday, Oct. 25, 2020. Turkish President Recep Tayyip Erdogan on Sunday challenged the United States to impose sanctions against his country while also launching a second attack on French President Emmanuel Macron. Speaking a day after he suggested Macron needed mental health treatment because of his attitude to Islam and Muslims, which prompted France to recall its ambassador to Ankara, Erdogan took aim at foreign critics. (AP Photo/Emrah Gurel)
Foto: Demo kecam Presiden Prancis Emmanuel Macron di di Istanbul, Turki, Minggu, 25 Oktober 2020. (AP/Emrah Gurel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prancis Emmanuel Macron kembali berkomentar soal kontroversi dirinya menghina Islam. Pemimpin berumur 42 tahun itu menegaskan bahwa Prancis melawan bentuk separatisme Islam, bukan Islam itu sendiri.

Hal ini ia utarakan menanggapi pemberitaan Financial Times. Menurutnya media itu, salah mengutip pernyataannya beberapa waktu lalu, yang berbuntut pada kemarahan warga muslim dunia.



Dilansir dari AFP, dalam surat yang dikirimkan kepada editor, Macron menilai media itu sudah menuduhnya 'menstigmatisasi masyarakat Muslim Prancis untuk kepentingan politik dan menyebarkan ketakutan".

"Saya tidak akan mengizinkan siapa pun untuk mengklaim bahwa Prancis, atau pemerintahnya, mendorong rasisme terhadap Muslim," katanya ditulis AFP, Kamis (5/11/2020).



Sebenarnya artikel itu sendiri ditulis koresponden Financial Times dan terbit Selasa (3/11/2020).

Artikel bersifat opini itu, menyebut kecaman Macron atas "separatisme Islam" berisiko mendorong "lingkungan yang tidak bersahabat" bagi Muslim Prancis.

Artikel kemudian dihapus di website media dan diganti dengan pemberitahuan yang mengatakan bahwa artikel itu "mengandung kesalahan faktual".

Sebelumnya, Macron telah memicu kontroversi sejak awal September. Saat itu, ia mengajukan UU untuk 'separatisme Islam' di Prancis.

Macron sempat berujar bahwa 'Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia'. Karenanya pemerintahnya akan mengajukan rancangan undang-undang pada bulan Desember untuk memperkuat undang-undang tahun 1905 yang secara resmi memisahkan gereja dan negara di Prancis.

Hal bertambah ruwet dengan dimunculkannya kembali karikatur yang disebutnya Nabi Muhammad oleh Charlie Hebdo. Seorang guru di Prancis dipenggal karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas yang ia pimpin, seraya berbicara soal kebebasan.Macron kembali berkomentar soal ini. Ia berujar sang guru 'dibunuh karena kaum Islamis menginginkan masa depan kita'.

Ini menyebabkan kecaman diberikan ke Macron oleh sejumlah pemimpin negara Arab dan mayoritas Muslim. Boikot produk Prancis juga terjadi di Yordania, Qatar, Kuwait dan Turki.

Terbaru seorang pria yang diidentifikasi migran asal Tunisia berusia 21 tahun menyerang gereja Basilika Notre Dame di Prancis. Ia membunuh tiga orang.Ini membuat Prancis mengumumkan status darurat. Warga diminta menghindari pusat kota. Patroli militer juga ditambah.


(sef/sef) Next Article Lagi Heboh, Istri Presiden Macron Disebut Transgender!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular