Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tajam pada perdagangan Kamis (5/11/2020), meski Republik Indonesia (RI) disahkan mengalami resesi di kuartal III-2020.
Sementara itu, Joseph 'Joe' Biden yang selangkah lagi menjadi orang nomor 1 di Negeri Adikuasa, Amerika Serikat (AS), menjadi pendongkrak kinerja rupiah.
Melansir data Refintiv, rupiah langsung melesat 1,1% ke Rp 14.380/US$ begitu perdagangan hari ini dibuka. Penguatan rupiah semakin terakselerasi hingga 1,31% menyentuh Rp 14.350/US$, terkuat sejak 14 Juli.
Level tersebut juga menjadi yang terkuat intraday, di akhir perdagangan rupiah berada di level Rp 14.370/US$ menguat 1,17%.
Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat melawan dolar AS, tetapi tidak ada yang mampu mendekati persentase penguatan rupiah, sehingga menjadi juara alias yang terbaik hari ini.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Penguatan mayoritas mata uang utama Asia tersebut menjadi indikasi dolar AS sedang lesu.
Hasil sementara perhitungan pilpres AS menunjukkan Joe Biden unggul dari lawannya petahana Partai Republik, Donald Trump.
Berdasarkan data dari NBC News, hingga sore ini, calon presiden dari Partai Demokrat ini memperoleh 253 electoral vote, artinya masih butuh 17 electoral vote lagi untuk memenangi pilpres. Sementara itu Trump sampai saat ini memenangi 214 electoral vote. Untuk memenangi pilpres diperlukan 270 electoral vote.
Data dari NBC News juga menunjukkan Biden untuk sementara unggul di Arizona yang memiliki 11 electoral vote, serta di Nevada dengan 6 electoral vote. Artinya jika kedua negara bagian tersebut berhasil dimenangi, maka Biden akan sukses melengserkan Trump.
Sementara itu, dari perhitungan cepat Fox News, Biden tinggal selangkah lagi mendapatkan 270 electoral vote. Dari website media tersebut, Biden yang berpasangan dengan Kamala Harris memperoleh 264 suara sementara Trump yang berpasangan dengan Mike pence mendapatkan 214 suara.
Biden dan Partai Demokrat memang menjadi favorit pasar emerging market, sebab jika terpilih perang dagang AS-China kemungkinan akan berakhir, pajak korporasi di AS akan dinaikkan serta stimulus fiskal juga akan lebih besar yang bisa berdampak mengalirkan modal ke negara emerging market seperti Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2020 mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 3,49% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).
Ini menjadi kontraksi kedua setelah kuartal sebelumnya output ekonomi tumbuh negatif 5,32% YoY. Indonesia sah masuk jurang resesi untuk kali pertama sejak 1999.
Realisasi ini lebih dalam dibandingkan estimasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi tumbuh -3,13% YoY sementara konsensus Reuters berada di -3% YoY.
"Perekonomian di berbagai negara pada triwulan III lebih baik dibandingkan dengan triwulan II. Namun masih ada kendala karena tingginya kasus Covid-19. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam triwulan-triwulan mendatang. Perekonomian beberapa negara mitra dagang Indonesia pada triwulan III masih terkontraksi, tetapi tidak sedalam triwulan II," papar Suhariyanto, Kepala BPS.
Secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ), BPS melaporkan PDB Indonesia mampu tumbuh positif 5,05% pada kuartal III-2020. Namun pertumbuhan ekonomi secara kumulatif Januari-September 2020 (cummulative-to-cummulative/CtC) adalah -2,03%.
Melihat kinerja ekonomi di kuartal III-2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini bahwa ekonomi Indonesia sudah menyentuh titik nadir. Kondisi terburuk sudah dilalui, sehingga ke depan adalah saatnya untuk bangkit.
"Pada triwulan III-2020, perekonomian Indonesia tumbuh -3,49% year-on-year (YoY). Ini lebih baik dibandingkan triwulan II yang sebesar -5,32%. Hal ini menunjukkan proses pemulihan ekonomi nasional dan pembalikan arah atau turning point dari aktivitas ekonomi nasional menunjukkan arah zona positif," paparnya dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Kamis (5/11/2020).
"Posisi terburuk akibat Covid-19 sudah kita lewati. Upaya pemulihan akan terus diakselerasi sehingga akan terus didorong ke zona positif pada triwulan IV-2020 dan 2021," tegasnya.
Sri Mulyani menggambarkan berbagai perbaikan yang sudah terlihat pada kuartal III-2020. Artinya, ke depan yang ada adalah pemulihan.
Misalnya di sektor penyediaan akomodasi makanan-minuman meningkat pesat. Pada kuartal II-2020, sektor usaha ini terkontraksi dalam tetapi kuartal berikutnya melonjak 11,9%.
Kemudian industri pengolahan atau manufaktur juga membaik meski masih tumbuh negatif. Pada kuartal II-2020, industri ini tumbuh -6,2% dan kuartal III-2020 menjadi -4,3%. "Pembalikan terjadi cukup nyata," ujar Sri Mulyani.
Demikian pula sektor perdagangan yang pada kuartal II-2020 tumbuh negatif 6,7% menjadi negatif 5% pada kuartal berikutnya. "Berbagai stimulus fiskal kita berikan dari insentif perpajakan maupun dorongan belanja untuk membantu bangkit kembali sektor produksi akan terus kita lakukan," kata Sri Mulyani.
TIM RISET CNBC INDONESIA