
Trump Mulai Susuli Biden, Harga SBN Kembali Terkoreksi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada Rabu (4/11/2020) ditutup melemah di tengah ketatnya persaingan dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) yang memicu kekhawatiran akan kepastian politik pasca-pilpres.
Mayoritas SBN hari ini cenderung dilepas oleh investor, kecuali SBN tenor 15 dan 20 tahun yang ramai dikoleksi investor.
Dilihat dari imbal hasilnya (yield), hampir semua SBN mengalami kenaikan yield, namun tidak untuk yield SBN acuan obligasi negara berjatuh tempo 15 tahun yang turun 0,6 basis poin ke level 7,175% dan yield SBN tenor 20 tahun yang turun 1,3 basis poin ke 7,259%.
Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara naik 2,8 basis poin ke level 6,629% pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang turun. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Harga SBN kembali ditutup di zona merah karena ketatnya persaingan dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) yang memicu kekhawatiran akan kepastian politik pasca-pilpres.
Sampai saat ini kandidat dari Partai Demokrat Joe Biden masih unggul dengan perolehan suara elektoral sementara 238, sedangkan Trump dari Partai Republik masih mengantongi 213 suara. Namun, Trump masih berpeluang memenangkan pilpres tahun ini, dimana Trump mulai menyusuli jumlah suara dari lawannya Biden.
Hal itu juga membuat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang sebelumnya berada di zona hijau pada perdagangan sesi 1, tiba-tiba terkoreksi dalam pada penutupan perdagangan hari ini.
Kontestasi politik keduanya sangatlah sengit dan dinamis. Sistem pemilu yang menggunakan lembaga pemilih atau electoral college pada akhirnya membuat demokrasi di AS tidak terjadi secara langsung.
Untuk memenangkan pemilu salah satu kandidat harus mendapat 270 suara dari total 538 elektor yang mewakili 150 juta masyarakat AS yang berpartisipasi dalam pemilu kali ini.
Ada 50 negara bagian yang terbagi menjadi tiga kategori, ada yang menjadi wilayah Demokrat, ada yang menjadi sarang Republik ada juga yang sifatnya swing atau ada kemungkinan bisa dimenangkan oleh salah satu pihak.
Swing state menjadi perhatian baik kontestan, pengamat politik hingga publik karena suara para elektor dari wilayah ini lah yang nanti bisa mempengaruhi hasil akhir pemilu.
Saat ini dari 14 negara bagian yang masuk kategori swing state, Trump unggul di sembilan wilayah. Namun, belum semua suara terhitung. Proses perhitungan membutuhkan waktu yang tidak singkat dan bisa berhari-hari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI Tahan Suku Bunga, Harga SBN Kompak Menguat
