BI: Harapan Pasar, Bila Biden Menang, Dana Asing Banjiri RI

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
04 November 2020 16:17
Democratic presidential candidate former Vice President Joe Biden speaks during the second and final presidential debate Thursday, Oct. 22, 2020, at Belmont University in Nashville, Tenn. (AP Photo/Julio Cortez)
Foto: Joe Biden dari Partai Demokrat berbicara Dalam Debat Capres AS dengan Donald Trump dari Partai Republik (AP Photo/Julio Cortez)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertarungan sengit memperebutkan kursi nomor satu di Amerika Serikat (AS) masih terus berlangsung. Sampai dengan berita ini ditayangkan, Joe Biden masih unggul dengan 238 suara elektoral, sedangkan petahana, Donald Trump beda selisih 25 suara, yakni 213 suara elektoral.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Nanang Hendarsah menilai sentimen Pemilu Presiden AS akan berpengaruh terhadap aliran modal, terutama ke negara-negara berkembang.

Menurut Nanang, saat ini investor butuh kepastian dalam hal kebijakan yang lebih bersahabat dengan negara-negara lain. Maka, menurutnya, keterpilihan Joe Biden akan memberi kepastian bagi investor.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah (CNBC Indonesia)Foto: Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah (CNBC Indonesia)
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah (CNBC Indonesia)

"Ekspektasi pasar bahwa calon presiden AS Biden akan lebih mengeluarkan kebijakan friendly dengan negara lain, tidak provokatif, predictable, memberikan kepastian bagi investor. Ini akan mendorong flight quality dari US treasury bond [obligasi AS] ke negara-negara emerging [negara berkembang]. Investasi di emerging sangat terkait masalah kepastian global," kata Nanang, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia di program Money Talks, Rabu (4/11/2020).

Hal ini, menurut Nanang sejalan dengan riset dari JP Morgan yang memperkirakan, aliran modal asing akan deras ke negara berkembang seperti Indonesia setelah adanya kepastian dari presiden terpilih di AS.

Selain itu, dari sisi fundamental ekonomi, Indonesia masih terbilang cukup baik dengan imbal hasil surat berharga negara di kisaran 6,58%, masih yang tertinggi di Asia, sehingga akan menarik aliran modal asing untuk masuk.

Namun sebaliknya, bila pemilu di AS tidak berjalan mulus, maka akan menyebabkan guncangan terhadap nilai tukar rupiah karena investor masih membenamkan uangnya di aset safe haven.

Sebagai catatan, sampai saat ini kandidat dari Partai Demokrat Joe Biden masih unggul dengan perolehan suara elektoral sementara 238, sedangkan Trump dari Partai Republik masih mengantongi 213 suara.

Kontestasi politik keduanya sangatlah sengit dan dinamis. Sistem pemilu yang menggunakan lembaga pemilih atau electoral college pada akhirnya membuat demokrasi di AS tidak terjadi secara langsung.

Untuk memenangkan pemilu salah satu kandidat harus mendapat 270 suara dari total 538 elektor yang mewakili 150 juta masyarakat AS yang berpartisipasi dalam pemilu kali ini.

Ada 50 negara bagian yang terbagi menjadi tiga kategori, ada yang menjadi wilayah Demokrat, ada yang menjadi sarang Republik ada juga yang sifatnya swing atau ada kemungkinan bisa dimenangkan oleh salah satu pihak.

Swing state menjadi perhatian baik kontestan, pengamat politik hingga publik karena suara para elektor dari wilayah ini lah yang nanti bisa mempengaruhi hasil akhir pemilu.

Saat ini dari 14 negara bagian yang masuk kategori swing state, Trump unggul di sembilan wilayah. Namun, belum semua suara terhitung. Proses perhitungan membutuhkan waktu yang tidak singkat dan bisa berhari-hari.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Biden Sebut AS Masuk Era Kegelapan di Bawah Trump, Apa Benar?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular