Demam Pilpres AS, Kurs Dolar Australia bak Roller Coster

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 November 2020 14:37
Demonstrators gather outside the White House, Tuesday, Nov. 3, 2020, in Washington. (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Foto: AP/Jacquelyn Martin

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah tajam pada perdagangan Rabu (4/11/2020), setelah melesat Selasa kemarin.

Bank sentral Australia (RBA) kemarin memangkas suku bunga acuannya kemarin tapi justru membuat kurs dolar Australia menguat, sementara pada hari ini giliran rupiah yang perkasa merespon pemilu presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS).

Alhasil kurs dolar Australia bergerak bak roller coaster. 

Pada pukul 13:29 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.309,2, dolar Australia merosot 1,18% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara Selasa kemarin, mata uang Negeri Kanguru ini melesat 1,12%.

Dalam pengumuman rapat kebijakan moneter kemarin, RBA memangkas suku bunga acuannya menjadi 0,1% dari sebelumnya 0,25%. Langkah tersebut diambil untuk lebih mendukung perekonomian yang mengalami resesi untuk pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir, setelah dihantam pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Tidak hanya memangkas suku bunga, RBA juga mengatakan akan mengumumkan program tambahan pembelian aset (quantitative easing/QE).

Dolar Australia sempat melemah kemarin setelah pengumuman tersebut, tetapi pada akhirnya berbalik menguat setelah Gubernur RBA, Philip Lowe, menyatakan kemungkinan besar tidak menerapkan suku bunga negatif.

"RBA masih belum kehabisan amunisi, dan masih memiliki stimulus moneter tambahan jika diperlukan, mesKi demikian suku bunga negatif kemungkinan besar tidak akan diterapkan," kata Lowe sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (3/11/2020).

Berkat pernyataan tersebut, kurs dolar Australia langsung berbalik menguat bahkan berlanjut hingga pagi tadi. Tercatat dolar Australia sempat mengua5 0,85% sebelumnya akhirnya berbalik turun.

Rupiah jadi perkasa pada perdagangan hari ini merespons hasil sementara pilpres AS masih menunjukkan keunggulan Joe Biden. Kemenangan Biden bisa memberikan dampak positif, sebab perang dagang AS-China kemungkinan akan berakhir.

Hasil riset JP Morgan yang dirilis pada 29 Oktober lalu juga menunjukkan pasar saham maupun mata uang negara-negara emerging market akan diuntungkan jika Biden menjadi orang nomor 1 di Negeri Paman Sam. Sebab kebijakan perdagangan yang diambil dikatakan kurang impulsif.

Selain itu kebijakan menaikkan pajak korporasi serta stimulus fiskal yang lebih besar ketimbang Trump dapat memicu aliran modal masuk ke negara emerging market, seperti Indonesia.

Berdasarkan data dari AP, hingga pukul 13:30 WIB Joe Biden unggul dengan memperoleh 224 electoral vote, tetapi Trump mengejar dengan 213. Diperlukan minimal 270 electoral vote untuk memenangi pilpres di AS.

Meski demikian, Trump kini unggul di beberapa negara bagian yang masih belum selesai perhitungan suaranya. Battleground kini ada di Negara Bagian Pennsylvania, dengan jumlah suara yang masuk baru 64%, dan memiliki electoral vote sebanyak 20. Satu lagi di Negara Bagian Michigan, dengan suara masuk sebanyak 66%, dan memiliki electoral vote sebanyak 16.

Di dua negara bagian tersebut, Trump sementara unggul dengan 56,4% dan 53,7%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lagi-Lagi Karena China, Dolar Australia Berjaya Lawan Rupiah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular