Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) sedang perkasa Kamis kemarin setelah merosot sejak awal pekan, tetapi nyatanya keperkasaan tersebut tidak bertahan lama. Pada hari ini, Jumat (23/10/2020), dolar AS kembali loyo.
Maju mundurnya stimulus fiskal di Amerika Serikat (AS) mempengaruhi berbagi aset investasi, mulai dari saham, mata uang, hingga logam mulia. Sempat muncul harapan akan cairnya stimulus tersebut di pekan ini, sontak mayoritas bursa saham global menguat, disusul dengan kenaikan emas. Dolar Amerika Serikat (AS) menjadi terpuruk, dan mata uang lainnya menguat.
Perundingan antara Nancy Pelosi, Ketua DPR (House of Representatif) Amerika Serikat (AS) dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin yang membahas stimulus tersebut mulai berlangsung sejak awal pekan lalu.
Selasa lalu waktu AS, Pelosi mengatakan setelah berbicara dengan Mnuchin dia berharap kesepakatan stimulus corona dapat dicapai pada akhir pekan ini.
Di hari yang sama, hal senada juga ditegaskan Kepala staf Gedung Putih Mark Meadows, yang mengatakan Pelosi dan Mnuchin akan melanjutkan perundingan di hari Rabu, dan berharap melihat adanya beberapa kesepakatan sebelum akhir pekan.
Stimulus fiskal (seandainya cair) akan menambah jumlah mata uang beredar di perekonomian, yang diharapkan mampu memutar roda perekonomian. Alhasil, sentimen pelaku pasar membaik, dan kembali masuk ke aset-aset berisiko seperti saham. Dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi tak menarik.
Di sisi lain, bertambahnya jumlah uang beredar secara teori membuat nilai tukar dolar AS melemah. Artinya the greenback mendapat dua pukulan, dari sentimen pelaku pasar yang membaik dan dari jumlah uang yang beredar.
Aset lainnya, emas, justru mendapat 2 keuntungan dari pelemahan dolar AS serta potensi kenaikan inflasi.
Dolar AS dan emas memiliki korelasi negatif, artinya ketika dolar AS turun maka emas cenderung naik. Hal itu terjadi karena emas dibanderol dengan dolar AS, ketika the greenback melemah, harga emas akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, dan permintaan berpotensi meningkat.
Kemudian yang kedua, bertambahnya jumlah uang bereda berisiko memicu inflasi. Emas secara tradisional dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, sehingga akan diburu oleh pelaku pasar.
Kabar terbaru, stimulus di AS kemungkinan tidak cair hingga pemilu presiden (pilpres) di AS pada 3 November mendatang. Alhasil arah pergerakan aset-aset tersebut berubah, bursa saham masih bergerak turun naik, tetapi dolar AS melesat naik dan emas berbalik turun kemarin.
Pelosi memberikan sinyal adanya kemajuan perundingan stimulus fiskal kemarin.
"Jika tidak ada kemajuan, saya tidak akan menghabiskan detik sekalipun di dalam perundingan ini. Ini adalah usaha yang serius. Saya percaya kami semua ingin mencapai kesepakatan," kata Pelosi sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (22/10/2020).
Meski demikian Pelosi juga memberikan indikasi stimulus kemungkinan belum akan cair sebelum pemilihan presiden 3 November mendatang. Ia mengatakan butuh waktu untuk menyelesaikan dan menandatangani undang-undang stimulus fiskal, artinya harapan akan cairnya stimulus di pekan ini meredup.
Harapan cairnya stimulus fiskal di AS yang meredup kemarin membuat dolar AS menguat. Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini naik 0,37% setelah merosot dalam 4 hari beruntun dengan total 1,33%.
Penguatan indeks dolar AS tersebut membuat harga emas merosot lebih dari 1% ke US$ 1.904,04/troy ons. Namun, penguatan dolar AS sepertinya tidak tahan lama. Pada perdagangan hari ini, pukul 16:08 WIB, indeks dolar AS melemah 0,18% ke 92,786, sebaliknya emas naik lagi 0,3% ke US$ 1.909,81/troy ons.
Meski stimulus fiskal di AS batal cair di pekan ini, tetapi cepat atau lambat pasti akan terjadi, sebab memang diperlukan untuk memacu perekonomian. Hal tersebut membuat penguatan dolar AS tidak tahan lama.
Hasil survei Reuters juga menunjukkan the greenback diramal akan melemah hingga tahun depan.
Hasil survei Reuters terhadap 75 analis di bulan September lalu menunjukkan sebanyak 31% memprediksi harga dolar AS masih akan merosot hingga tahun depan.
Sementara itu, sebanyak 32% dari total yang merespon survei Reuters meramal tren penurunan dolar AS akan berhenti kurang dari 3 bulan.
Pelemahan dolar AS tersebut tentunya akan menguntungkan bagi emas. Apalagi dengan adanya pilpres di AS pada awal bulan depan, ketidakpastian tentunya semakin meningkat, dan itu menguntungkan bagi logam mulia.
Bank investasi kelas dunia asal Swiss, UBS Global Wealth Management mengatakan, saat ini merupakan waktu yang pas menempatkan dana di instrumen emas.
Investasi di emas dinilai menjadi tempat yang sangat baik menjelang pemilihan Presiden Amerika Serikat, kata UBS kepada CNBC Internasional.
"Kami menyukai emas, karena kami pikir emas kemungkinan akan benar-benar mencapai sekitar US$ 2.000 per ounce pada akhir tahun," kata Kelvin Tay, Kepala Investasi Regional UBS, dikutip Selasa (29/9/2020).
"Dan emas memiliki lindung nilai tertentu," kata Tay.
"Jika terjadi ketidakpastian atas pemilu AS dan pandemi Covid-19, emas adalah lindung nilai yang sangat, sangat bagus. Dan kelemahannya baru-baru ini merupakan titik masuk yang bagus bagi investor," tambahnya, saat berbicara dalam acara Squawk Box CNBC.
Andy Hecht partner di bubbatrading.com, mengatakan investor seharusnya menyambut penurunan harga emas karena akan membuka peluang untuk beli.
"Saya menyambut penurunan harga emas, saya ingin melihat harga emas turun, itu artinya saya akan membeli lebih banyak emas," kata Hecht sebagaimana dilansir Kirco, Kamis (23/10/2020).
"Saya melihat kita masih di tahap awal supercyle komoditas, itu artinya emas akan melesat tinggi, begitu juga dengan perak," katanya.
Terkait dengan pilpres di AS, siapa pun pemenangnya apakah petahana dari Partai Republik, Donald Trump, atau penantangnya dari Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden, harga emas dikatakan tetap akan menguat.
Tetapi jika Biden yang memenangi pilpres akan lebih menguntungkan bagi emas, sebab menurut Hetch nilai stimulus yang akan digelontorkan lebih besar.
Hal senada juga diungkapkan Mike McGlone ahli strategi komoditas senior di Bloomberg Intelligence. Ia mengatakan emas saat ini sedang memulai tren penguatan 20 tahun lalu, atau yang disebut supercycle.
"Saya melihat emas saat ini memiliki kesamaan dengan tahun 2001 ketika memulai tren kenaikan. Emas saat ini memulai lagi tren bullish yang dimulai 20 tahun lalu," kata McGlone sebagaimana dilansir Kitco.
McGlone mengatakan selama periode pemerintahan Trump emas sudah melesat 50%, dan siapa pun yang memerintah di AS selanjutnya ia melihat emas akan kembali mencetak kenaikan 50%.
Sama dengan Hetch, McGlone juga menilai emas akan lebih diuntungkan Joe Biden dan Partai Demokrat memenangi pemilihan umum kali ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA