Dolar AS Gak 'Tahan Lama', Harga Emas Siap Terbang Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 October 2020 17:47
Dolar
Foto: Chandra Gian

Harapan cairnya stimulus fiskal di AS yang meredup kemarin membuat dolar AS menguat. Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini naik 0,37% setelah merosot dalam 4 hari beruntun dengan total 1,33%.

Penguatan indeks dolar AS tersebut membuat harga emas merosot lebih dari 1% ke US$ 1.904,04/troy ons. Namun, penguatan dolar AS sepertinya tidak tahan lama. Pada perdagangan hari ini, pukul 16:08 WIB, indeks dolar AS melemah 0,18% ke 92,786, sebaliknya emas naik lagi 0,3% ke US$ 1.909,81/troy ons.

Meski stimulus fiskal di AS batal cair di pekan ini, tetapi cepat atau lambat pasti akan terjadi, sebab memang diperlukan untuk memacu perekonomian. Hal tersebut membuat penguatan dolar AS tidak tahan lama.

Hasil survei Reuters juga menunjukkan the greenback diramal akan melemah hingga tahun depan.

Hasil survei Reuters terhadap 75 analis di bulan September lalu menunjukkan sebanyak 31% memprediksi harga dolar AS masih akan merosot hingga tahun depan.
Sementara itu, sebanyak 32% dari total yang merespon survei Reuters meramal tren penurunan dolar AS akan berhenti kurang dari 3 bulan.

Pelemahan dolar AS tersebut tentunya akan menguntungkan bagi emas. Apalagi dengan adanya pilpres di AS pada awal bulan depan, ketidakpastian tentunya semakin meningkat, dan itu menguntungkan bagi logam mulia.

Bank investasi kelas dunia asal Swiss, UBS Global Wealth Management mengatakan, saat ini merupakan waktu yang pas menempatkan dana di instrumen emas.
Investasi di emas dinilai menjadi tempat yang sangat baik menjelang pemilihan Presiden Amerika Serikat, kata UBS kepada CNBC Internasional.

"Kami menyukai emas, karena kami pikir emas kemungkinan akan benar-benar mencapai sekitar US$ 2.000 per ounce pada akhir tahun," kata Kelvin Tay, Kepala Investasi Regional UBS, dikutip Selasa (29/9/2020).

"Dan emas memiliki lindung nilai tertentu," kata Tay.

"Jika terjadi ketidakpastian atas pemilu AS dan pandemi Covid-19, emas adalah lindung nilai yang sangat, sangat bagus. Dan kelemahannya baru-baru ini merupakan titik masuk yang bagus bagi investor," tambahnya, saat berbicara dalam acara Squawk Box CNBC.

Andy Hecht partner di bubbatrading.com, mengatakan investor seharusnya menyambut penurunan harga emas karena akan membuka peluang untuk beli.

"Saya menyambut penurunan harga emas, saya ingin melihat harga emas turun, itu artinya saya akan membeli lebih banyak emas," kata Hecht sebagaimana dilansir Kirco, Kamis (23/10/2020).

"Saya melihat kita masih di tahap awal supercyle komoditas, itu artinya emas akan melesat tinggi, begitu juga dengan perak," katanya.
Terkait dengan pilpres di AS, siapa pun pemenangnya apakah petahana dari Partai Republik, Donald Trump, atau penantangnya dari Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden, harga emas dikatakan tetap akan menguat.

Tetapi jika Biden yang memenangi pilpres akan lebih menguntungkan bagi emas, sebab menurut Hetch nilai stimulus yang akan digelontorkan lebih besar.

Hal senada juga diungkapkan Mike McGlone ahli strategi komoditas senior di Bloomberg Intelligence. Ia mengatakan emas saat ini sedang memulai tren penguatan 20 tahun lalu, atau yang disebut supercycle.

"Saya melihat emas saat ini memiliki kesamaan dengan tahun 2001 ketika memulai tren kenaikan. Emas saat ini memulai lagi tren bullish yang dimulai 20 tahun lalu," kata McGlone sebagaimana dilansir Kitco.

McGlone mengatakan selama periode pemerintahan Trump emas sudah melesat 50%, dan siapa pun yang memerintah di AS selanjutnya ia melihat emas akan kembali mencetak kenaikan 50%.

Sama dengan Hetch, McGlone juga menilai emas akan lebih diuntungkan Joe Biden dan Partai Demokrat memenangi pemilihan umum kali ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular