Poundsterling, Sang "Kuda Hitam" Perburuan Cuan Mata Uang

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 October 2020 17:25
Ilustrasi Poundsterling Inggris
Foto: Ilustrasi Poundsterling Inggris (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Isu Brexit benar-benar mempengaruhi pergerakan poundsterling. Saat kabar baik muncul, mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini langsung melesat. Hal itu menjadikannya sebagai "kuda hitam" dibandingkan dengan mata uang Eropa lainnya.

Kemarin contohnya, poundsterling langsung melesat 1,55% melawan dolar AS, dan 1,31% melawan rupiah saat muncul sinyal akan adanya kesepakatan dagang antara Inggris dan Uni Eropa.

Kepala negosiator Uni Eropa Michael Barnier mengatakan kesepakatan datang dengan Inggris masih mungkin akan tercapai.

"Meski banyak masalah yang kita hadapi, kesepakatan dengan Inggris masih bisa kira capai jika kedua belah pihak bekerjasama dengan baik, jika kedua belah pihak bersedia berkompromi dan jika kita bisa membuat kemajuan dalam beberapa hari ke depan dalam naskah hukum, serta jika kita siap untuk menyelesaikan poin-poin penting, subyek-subyek yang paling sulit," kata Barnier sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (21/10/2020).

Kenneth Broux, kepala riset korporasi di Societe Generale mengatakan pernyataan Barnier tersebut memberikan trader alasan untuk melakukan aksi beli poundsterling.
"Pasar saat ini tidak berfikir 'kesepakatan tidak akan dicapai, poundstering seharunya berada di level US$ 1,25'. Pasar ingin reli, kabar-kabar positif terkait Brexit akan memicu aksi beli," kata Broux, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (21/10/2020).

Broux memperkirakan akan ada kesepakatan dagang antara Inggris dengan Uni Eropa pada akhir November nanti.

Hal senada juga diungkapkan Ned Rumpeltin, kepala strategi valuta asing Eropa di TD Securities, yang melihat kesepakatan kemungkinan akan dicapai dalam beberapa pekan ke depan. Jika itu terjadi, Rumpeltin memprediksi poundsterling akan menguat ke US$ 1,35 di akhir tahun nanti, atau sekitar 3% dari level saat ini.

"Prediksi kami adalah kesepakatan tercapai dalam beberapa pekan ke depan. Sehingga kami memperkirakan poundsterling akan menguat untuk jangka panjang, apalagi jika melihat dolar AS yang sedang lemah. Kami mempertahankan target di akhir tahun poundsterling akan berada di level US$ 1,35," kata Rumpeltin, sebagaimana dilansir Poundsterling Live.

Rumpeltin melihat, poundsterling saat ini undervalue, dan dalam jangka panjang level ekuilibirumnya berada di US$ 1,51.


Artinya akan ada penguatan sekitar 15% bagi poundsterling dalam jangka panjang. Kali terakhir poundsterling menyentuh level US$ 1,5 nyaris 5 tahun lalu, tepatnya pada Desember 2015.

Sementara itu, bank investasi ternama, Goldman Sachs melihat dalam 12 bulan ke depan, poundsterling akan menguat ke US$ 1,44 atau sekitar 10% dari level saat ini.

Ketika poundsterling menguat melawan dolar AS, maka melawan rupiah juga kemungkinan akan mengalami hal yang sama. Sepanjang tahun ini, poundsterling memang masih melemah 0,4% melawan dolar AS, tetapi melawan rupiah masih membukukan penguatan sekitar 4%.

Jika terjadi deal antara Inggris dengan Uni Eropa, maka seperti prediksi TD Securities poundsterling akan berbalik membukukan penguatan melawan dolar AS, begitu juga melawan rupiah penguatannya akan semakin tebal.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular