Sentimen Pasar Pekan Depan

Bikin Iri Deh, Pertumbuhan Ekonomi China Diramal 5% Lebih!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 October 2020 15:09
China Xi Portraits Photo Gallery
Foto: AP/Andy Wong

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan depan mungkin akan menjadi periode yang menarik, sekaligus menegangkan. Akan ada rilis sejumlah data ekonomi dan agenda yang bisa menjadi sentimen penggerak pasar.

Pekan ini, pasar keuangan Indonesia bergerak ke utara. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,98% secara point-to-point. Saat mayoritas indeks saham utama Asia melemah, bahkan koreksinya lumayan parah, IHSG menjadi yang terbaik ketiga di Benua Kuning.

Berikut perkembangan indeks saham utama Asia sepanjang pekan lalu:

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis 0,03% di perdagangan pasar spot. Dolar AS berada di bawah Rp 14.700.

Meski cuma menguat tipis, tetapi kinerja rupiah tidak jelek-jelek amat. Sebab, sebagian besar mata uang utama Asia terdepresiasi di hadapan greenback. Selain rupiah, hanya yen Jepang, won Korea Selatan, yuan China, dan dolar Hong Kong yang menguat.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada minggu ini:

Oke, yang lalu biar lah berlalu. Sekarang mari kita tatap masa depan. Kira-kira sentimen apa yang perlu diwaspadai pelaku pasar?

Pertama, investor patut mencermati debat calon presiden (capres) AS yang akan dihelat pada Jumat malam waktu setempat. Ada enam topik yang akan dibahas yaitu perang melawan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), keluarga, ras, perubahan iklim, keamanan nasional, dan kepemimpinan.

Aturan masih tetap sama, setiap segmen berdurasi sekitar 15 menit. Kemudian kandidat punya waktu masing-masing dua menit untuk menjawab pertanyaan dari moderator yaitu Kristen Welker (NBC).

Dalam debat pertama, sang pertahana Donald Trump (Partai Republik) dan penantang Joseph 'Joe' Biden (Partai Demokrat) mempertontonkan debat yang 'liar'. Saling potong dan tidak taat aturan debat menjadi warna yang dominan.

Ada satu waktu Biden sepertinya habis kesabaran menghadapi Trump yang terus memotong kalimatnya. "Anda bisa diam, bung?" tegas Biden kala itu.

Sejauh ini, jajak pendapat yang digelar Reuters/ipsos masih mengunggulkan BIden untuk memenangi pemilihan presiden (pilpres) yang akan berlangsung pada 3 November mendatang. Dalam polling 13 Oktober, Biden memperoleh suara 43,1% sementara Trump 37,2%.

Sentimen kedua adalah rilis pembacaan awal Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur periode Oktober 2020 di sejumlah negara. Berikut proyeksi PMI manufaktur sejumlah negara menurut Trading Economics:

Terlihat bahwa aktivitas manufaktur di Eropa sepertinya melambat. Ini tidak lepas dari perkembangan pandemi virus corona yang semakin mengkhawatirkan.

Per 16 Oktober 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di Benua Biru adalah 7.570.929 orang. Bertambah 153.299 orang dibandingkan posisi hari sebelumnya, rekor tertinggi sejak virus asal Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut mewabah di Eropa.

Dalam 14 hari terakhir (3-16 Oktober), rata-rata pasien baru bertambah 108.554 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yakni 67.195 orang.

Dua ibu kota negara besar Eropa, London dan Paris, memberlakukan kebijakan pembatasan sosial (social distancing) yang lebih ketat. Tujuannya untuk membatasi aktivitas warga agar ruang gerak penyebaran virus corona bisa dipersempit.

Ibu kota Prancis dan sejumlah kota besar lain mulai menerapkan jam malam selama sebulan mulai Sabtu pekan lalu. Kebijakan ini berdampak terhadap mobilitas hampir sepertiga dari total penduduk Prancis yang berjumlah sekitar 67 juta.

"Kita bisa melalui ini jika kita bersama," tegas Emmanuel Macron, Presiden Prancis, seperti dikutip dari Reuters.

Menyeberang ke Inggris, pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson menaikkan status ibu kota London dari wilayah berisiko sedang menjadi tinggi. Artinya, tidak boleh berkumpul dengan orang-orang dari rumah tangga yang berbeda di dalam ruangan (rumah, restoran, dan sebagainya). Warga juga sebisa mungkin jangan keluar kota, kecuali untuk bekerja, sekolah, merawat orang sakit, dan urusan penting lainnya.

"Situasi akan memburuk sebelum jadi lebih baik. Saya yakin langit cerah akan datang, laut pun akan lebih tenang. Sampai saat itu datang, kita harus berjuang bersama," kata Matt Hancock, Menteri Kesehatan Inggris, seperti dikutip dari Reuters.

Meski tidak seketat Maret-Mei, tetapi tren karantina wilayah (lockdown) kembali merebak di Eropa. Bukan tidak mungkin kawasan lain akan menerapkan hal serupa jika kasus corona terus melonjak.

Oleh karena itu, prospek pemulihan ekonomi dunia sangat tidak pasti. Sebelum virus corona bisa dienyahkan, baik itu dengan vaksin, obat, atau metode pengobatan apa pun, maka sulit berharap hidup bisa normal seperti dulu lagi.

"Bukti nyata dari perlambatan aktivitas masyarakat terlihat di Eropa. Ini menjadi pukulan terhadap upaya memulihkan ekonomi. Pelaku pasar cemas aktivitas masyarakat akan semakin terhambat," sebut Susan Kilsby dan David Croy, Analis ANZ, dalam risetnya.

Ketiga, ada rilis data yang mungkin akan membuat dunia terpana. Besok, China akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020.

Setelah tumbuh 3,2% pada kuartal II-2020, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan PDB Negeri Panda naik 5,2%. Artinya, ekonomi China sudah sangat dekat dengan level sebelum pandemi.

"China menjadi negara besar pertama yang kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi. Ini bisa terjadi berkat penanganan pandemi yang cepat serta respons stimulus yang efektif," sebut riset Capital Economics.

Ketika banyak negara berjuang keras untuk segera keluar dari resesi, tidak demikian dengan China. Kontraksi ekonomi sejauh ini cuma berlangsung pada kuartal I-2020, setelah itu tidak ada kelanjutan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular