Masih 'Dibuang' Investor, Rupiah Malah Juara III di Asia Lho

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
17 October 2020 12:25
Infografis: Pergerakan Rupiah Sepekan (12 - 16 Oktober 2020)
Foto: Infografis/Pergerakan Rupiah Sepekan (12 - 16 Oktober 2020)/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar AS di akhir perdagangan Jumat (16/10/2020). Namun dalam sepekan terakhir mata uang Indonesia mengalami apresiasi tipis di hadapan greenback.

Pada periode 9-16 Oktober, nilai tukar rupiah terapresiasi 0,03% di hadapan mata uang Paman Sam. Penguatan ini membuat rupiah menyabet gelar jawara tiga di kawasan Benua Kuning.

Di puncak klasemen dengan kinerja terbaik melawan dolar AS adalah yen yang menguat 0,18% dan won yang juga mengalami apresiasi 0,12%. Sementara itu mata uang utama Asia lainnya cenderung melemah terhadap dolar AS.

Pekan ini otoritas moneter nasional yaitu Bank Indonesia (BI) menahan kebijakan suku bunga acuannya di level 4%. Fokus BI masih sama seperti yang sudah-sudah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Di tengah era suku bunga murah seperti sekarang ini, Indonesia masih memberikan suku bunga riil yang berada di teritori positif berbeda dengan negara-negara maju seperti AS yang sudah di zero lower bound.

Dengan inflasi tahunan di bulan September di 1,42% dan suku bunga acuan di 4%, maka suku bunga riil di RI masih 2,58%. Berbeda dengan di AS dan negara maju yang sudah negatif.

Imbal hasil riil aset keuangan RI berupa obligasi pemerintah juga masih terbilang atraktif, sehingga diharapkan ada aliran masuk yang tentu akan menguatkan rupiah yang sudah terdepresiasi.

Selain kembali melakukan perannya sebagai 'penjaga gawang' agar tidak kebobolan, BI juga memberikan sinyal positif ke pasar. BI memperkirakan transaksi berjalan pada kuartal III bakal mencatatkan surplus.

Jika ramalan BI terwujud, maka ini menjadi kali pertama transaksi berjalan RI mencatatkan surplus sejak kuartal IV-2011. Implikasi ke rupiah juga akan positif. Dengan surplus transaksi berjalan, artinya pasokan devisa cukup besar rupiah punya modal untuk menguat. BI juga punya lebih banyak amunisi menstabilkan rupiah.

Namun sentimen investor terhadap rupiah sejatinya masih negatif. Hal ini tercermin dari survei dua mingguan Reuters yang menunjukkan bahwa investor masih melakukan aksi jual terhadap rupiah (short).

Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (15/10/2020) kemarin menunjukkan angka 0,35, membaik dari 2 pekan lalu 0,61. Tetapi kabar buruknya, hanya bath Thailand yang menunjukkan angka positif selain rupiah, itu pun tipis 0,1.

Semakin tinggi angka positif artinya pelaku pasar semakin banyak mengambil posisi short rupiah, yang artinya semakin tidak disukai. Survei tersebut konsisten dengan pergerakan rupiah di tahun ini, kala angka positif maka rupiah cenderung melemah, begitu juga sebaliknya.

Pada bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak, investor mengambil posisi short rupiah, dengan angka survei yang dirilis Reuters sebesar 1,57. Semakin tinggi nilai positif, semakin besar posisi short rupiah yang diambil investor.

Memasuki bulan April, rupiah perlahan menguat dan hasil survei Reuters menunjukkan posisi short rupiah semakin berkurang, hingga akhirnya investor mengambil posisi long mulai pada 28 Mei lalu. Alhasil rupiah membukukan penguatan lebih dari 15% sejak awal April hingga awal Juni.

Apabila investor masih melakukan aksi jual terhadap rupiah, maka ke depan mata uang Garuda masih berpeluang untuk tertekan. Investor yang masif 'membuang' rupiah tak terlepas dari sentimen negatif investor terhadap penanganan wabah Covid-19 di Tanah Air yang sudah memberikan dampak ke perekonomian sangat parah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular