
IMF Kurangi Pesimisme Ekonomi 2020, Harga SBN Kembali Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada Rabu (13/10/2020) ditutup menguat, setelah Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memprediksi tekanan ekonomi global bakal berkurang pada akhir tahun ini.
Mayoritas SBN ramai dikoleksi oleh investor pada hari ini, kecuali SBN bertenor jangka panjang, yakni SBN tenor 20 dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor
Dilihat dari imbal hasilnya (yield), hampir semua SBN mengalami penurunan yield, namun tidak untuk yield SBN tenor 20 yang naik 0,2 basis poin ke level 7,425%, dan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun yang naik 0,5 basis poin ke level 7,442%.
Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara turun 2,3 basis poin ke level 6,860% pada hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang naik. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Penurunan yield terbesar tercatat di SBN bertenor 1 tahun yang turun 18,5 basis poin ke level 3,509%. Sedangkan, pelemahan yield terkecil terjadi pada SBN berjatuh tempo 15 tahun yang turun 0,9 basis poin ke 7,385%.
Pelemahan yield SBN disebabkan kabar dari proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang dikeluarkan oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). IMF telah merilis proyeksi ekonomi global terbaru. Dalam laporan berjudul "A Long and Difficult Ascent" tersebut, IMF merevisi 'ramalan' pertumbuhan ekonomi global dan sejumlah negara.
IMF kini memperkirakan ekonomi dunia pada 2020 mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 4,4%. Membaik dibandingkan proyeksi yang dirilis pada April lalu yaitu sebesar -4,9%.
Namun sayang, IMF malah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada Juni lalu, IMF memperkirakan ekonomi Indonesia terkontraksi 0,3% pada tahun ini. Dalam laporan Oktober, proyeksinya memburuk menjadi kontraksi 1,5%.
"Hampir seluruh negara berkembang diperkirakan mencatat kontraksi ekonomi tahun ini. Sementara negara seperti India dan Indonesia tengah berjuang untuk membuat pandemi lebih terkendali," tulis laporan IMF.
Hal ini membuat investor lebih tertarik mengoleksi SBN jangka pendek hingga menengah, sedangkan untuk SBN jangka panjang investor cenderung melepasnya karena adany kekhawatiran akan prospek ekonomi jangka panjang bakal lebih buruk ketimbang premi risiko yang harus dikeluarkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI Tahan Suku Bunga, Harga SBN Kompak Menguat