
Ada La Nina & Lockdown karena Covid-19, Harga CPO Turun Tipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) melorot tipis pada perdagangan menjelang siang hari ini, Kamis (8/10/2020). Penurunan harga CPO mengekor harga minyak nabati lainnya.
Pada 10.50 WIB, harga CPO untuk kontrak pengiriman Desember di Bursa Malaysia Derivatif Exchange turun 0,14% ke RM 2.866/ton. Harga kontrak minyak kedelai di Chicago Board of Trade juga turun 0,3%.
Harga CPO tak banyak mengalami penurunan karena terbantu oleh outlook pasokan yang lebih ketat ke depan. Menurut perkiraan riset komoditas Refinitiv, produksi minyak sawit Negeri Jiran untuk periode 2019/20 (Oktober-September) diperkirakan mencapai 19,3 juta ton.
Angka estimasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan perkiraan Departemen Pertanian AS (USDA) yang memproyeksi output minyak sawit bakal mencapai 19,7 juta ton meski sudah direvisi turun.
Cuaca basah di tengah fase transisi monsun melanda seluruh negara bagian yang memproduksi minyak sawit di Malaysia selama September. Di timur, total curah hujan di atas rata-rata (220-360 mm) diamati di negara bagian Sabah dan Sarawak sebagai penyumbang 47% dari total produksi Negeri Jiran.
"Surplus curah hujan beberapa bulan terakhir menjaga kelembaban tanah di sebagian besar wilayah pada level tertinggi selama 5 tahun sehingga mendukung peningkatan hasil panen sawit." tulis Refinitiv Commodities Research.
Di barat, cuaca di Semenanjung Malaysia (yang menyumbang 53% dari total produksi negara) umumnya lebih basah selama bulan September dibandingkan bulan sebelumnya.
negara bagian di Semenanjung Malaysia, kecuali Terengganu, menerima curah hujan total yang cukup (200-340 mm) selama bulan September, menjaga total curah hujan selama dua bulan dan tingkat kelembaban tanah di atas tingkat normal.
Terengganu melaporkan curah hujan total mencapai 130 mm hanya selama bulan September, dan akumulasi curah hujan selama dua bulan turun ke tingkat di bawah normal. Sementara itu, suhu mendekati normal diamati di seluruh negeri, kecuali Perak, di mana suhu rata-rata setinggi 0,9 ° C di atas normal.
Pada bulan September, badai petir lokal memicu banjir bandang di beberapa negara bagian Sarawak, Sabah, Johor, Perak, Selangor, Negeri Sembilan dan Kedah, berpotensi mengganggu aktivitas panen dan evakuasi tanaman.
Sabah, negara kelapa sawit terbesar di Malaysia mengumumkan perintah lockdown secara administratif dari 29 September hingga 12 Oktober di distrik Lahad Datu, Tawau, Kunak dan Semporna. Namun, dampaknya dirasa tak signifikan karena perkebunan di distrik-distrik ini diizinkan untuk memanen tandan buah segar selama periode ini.
Dalam risetnya Refinitiv menyebut bahwa La Nina moderat terjadi beberapa bulan mendatang dan berpotensi meningkatkan curah hujan serta banjir yang berkepanjangan. Untuk jangka pendek ini berpotensi mengganggu pemanenan dan bisa membuat harga terkerek naik.
Namun dalam jangka panjang, dampak terhadap produksi kelapa sawit diharapkan positif mengingat cuaca basah di kedua negara baik Indonesia maupun Malaysia akan menopang tingkat kelembaban tanah dan pertumbuhan kelapa sawit pada tingkat yang sehat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Malaysia Libur, Bagaimana Prospek Harga CPO Ke Depan?
