Ringgit Melemah, Cuan Buat CPO Harga Langsung Melesat

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
07 October 2020 11:29
Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). Badan Pusat Statistik BPS  mengumumkan neraca Perdagangan (Ekspor-impor) Pada bulan Februari, nilai ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, atau turun 11,33% dari tahun sebelumnya (YoY). Nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, yang artinya turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menguat pada perdagangan hari ini Rabu (7/10/2020). Melemahnya ringgit terhadap dolar AS menjadi sentimen positif pengerek harga CPO.

Pada 10.15 WIB, harga CPO untuk kontrak pengiriman Desember di Bursa Malaysia Derivatif Exchange menguat 1,1% ke level RM 2.849/ton. Pada saat yang sama di arena perdagangan pasar spot ringgit Negeri Jiran melemah 0,14% di hadapan dolar AS. 

Ringgit yang melemah membuat harga CPO menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain terutama dolar AS. Maklum perdagangan CPO di bursa menggunakan mata uang ringgit.

Stok bulan September diperkirakan naik 1,27% dari bulan sebelumnya menjadi 1,72 juta ton. Ini menjadi stok tertinggi sejak Juli jika mengacu pada survei yang dilakukan  oleh Reuters. 

Pada saat yang sama, produksi diramal bakal naik 4,85% menjadi 1,95 juta ton sekaligus menandai level tertinggi sejak Oktober 2018. Ekspor diproyeksikan meningkat 6,19% menjadi 1,68 juta ton.

Kemungkinan pemulihan ekspor negara dari penurunan tajam pada Agustus disebabkan oleh pengiriman yang kuat ke China, India dan Uni Eropa menjelang beberapa perayaan di negara-negara tersebut.

"Ekspor minyak sawit mentah Malaysia akan tetap tinggi pada kuartal keempat kecuali pemerintah membalikkan pajak ekspor," kata Sathia Varqa, salah satu pendiri Palm Oil Analytics yang berbasis di Singapura, mengutip Reuters.

"Produk kelapa sawit Malaysia yang dibebaskan dari pajak ekspor, akan tetap kompetitif di pasar internasional setelah saingannya Indonesia menaikkan pajak ekspor untuk pengiriman pada Oktober menjadi US$ 3 per ton," lanjut Varqa. 

"Ke depan, patokan harga minyak sawit kemungkinan akan didukung oleh re-stocking di China setelah festival pertengahan musim gugur dan permintaan untuk perayaan Diwali yang kuat di India," kata Marcello Cultrera, manajer penjualan institusi di Phillip Futures.

Fenomena La Nina juga diperkirakan bakal membuat hujan menjadi lebih lebat dari biasanya dan berpotensi menyebabkan banjir. Hal ini akan dialami oleh negara-negara produsen sawit terbesar di dunia.

Departemen Meteorologi Malaysia mengeluarkan peringatan cuaca buruk untuk beberapa negara bagian Malaysia, termasuk negara bagian penghasil utama Sabah yang telah dilanda banjir, menurut media pemerintah Bernama. Cuaca yang buruk berpotensi menyebabkan disrupsi pasokan yang berujung pada kenaikan harga.

Di sisi lain kurangnya tenaga kerja di sektor perkebunan sawit di Negeri Jiran akibat pembatasan mobilitas publik untuk menangani Covid-19 juga berpotensi besar menurunkan pasokan.

Departemen Pertanian AS (USDA) memperkirakan total output CPO Negeri Jiran untuk periode 2020/2021 bakal mencapai 19,7 juta ton atau 1 juta ton lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya akibat keterbatasan tenaga kerja.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ckckck....Harga CPO Tembus Rekor Lagi, RM 3.400/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular