Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (7/10/2020), setelah melesat 0,54% kemarin.
UU Cipta Kerja yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin lalu membuat rupiah melesat kemarin, tetapi untuk hari ini efeknya sudah luntur.
Hal ini terlihat dari perbedaan pergerakan rupiah kemarin dan hari ini. Kemarin rupiah menguat tajam melawan mata uang dunia, sementara pada hari ini Mata Uang Garuda hanya menguat melawan dolar AS, dan beberapa mata uang utama Asia. Melawan mata uang Eropa, rupiah KO.
Artinya dolar AS memang sedang lesu hari ini, yang dipertegas dengan penguatan mayoritas mata uang utama Asia.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.700/US$, tetapi tidak lama rupiah melemah hingga 0,27% ke Rp 14.750/US$. Setelahnya, rupiah keluar-masuk zona merah, sebelum membukukan penguatan 0,14% ke Rp 14.690/US$ di penutupan perdagangan.
Won Korea Selatan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik, dengan menguat 0,62%. Sementara yen Jepang dan baht Thailand menjadi 2 mata uang yang melemah, yuan China masih belum berlaga sebab pasarnya masih libur hingga 8 Oktober.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.
Dolar AS kembali lesu, terlihat dari indeksnya yang melemah tipis 0,03% sore ini, setelah membukukan penguatan Selasa kemarin dan berlanjut hingga pagi tadi.
Presiden AS, Donald Trump meminta perundingan stimulus senilai US$ 2,2 triliun dihentikan hingga pemilihan presiden 3 November mendatang, membuat dolar AS menguat kemarin.
"Saya menginstruksikan perwakilan untuk berhenti bernegosiasi sampai setelah pemilihan presiden," tulisnya di Twitter pribadinya @realDonaldTrump, Selasa (6/10/2020) sore waktu setempat.
Alhasil, harapan akan gelontoran stimulus guna membangkitkan perekonomian AS menjadi pupus, bursa saham AS kembali rontok dolar AS sebagai safe haven kembali menguat.
Tetapi, di sisi lain, tanpa stimulus tambahan pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam akan berjalan lambat, dan bisa tertinggal dari negara-negara Eropa maupun Asia. Alhasil dolar AS akhirnya terpukul pada hari ini.
Rapat Paripurna DPR RI Senin 5 Oktober 2020 mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Omnibus Law Ciptaker) menjadi Undang-undang resmi.
Pengesahan tersebut baru akan direspon pelaku pasar Selasa kemarin, rupiah mampu menguat tajam, 0,54%, bahkan sempat melesat hingga 1,28% di awal perdagangan.
Head of Research Division PT BNI Sekuritas, Damhuri Nasution berpendapat, di tengah pro-kontra Omnibus Law di masyarakat, menurutnya, pengesahan UU Cipta Kerja akan menjadi salah faktor yang akan meningkatkan iklim investasi.
Pasalnya, berdasarkan survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga internasional, masalah ketenagakerjaan di Indonesia selama ini merupakan salah satu faktor yang dinilai kurang bisa bersaing dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita.
"Memang dengan pengesahan ini tidak serta merta arus investasi asing langsung meningkat pesat, melainkan masih perlu beberapa waktu ke depan. Terlebih dengan adanya pandemi ini yang membuat perekonomian global dan domestik masih terpuruk dalam, kegiatan investasi diperkirakan masih sangat terbatas," kata Damhuri, saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (6/10/2020).
Hanya saja, usai pandemi berakhir, Damhuri optimistis, arus investasi diperkirakan akan meningkat yang diharapkan akan membuka lebih banyak lapangan kerja.
Ekspektasi aliran modal ke dalam negeri tersebut membuat rupiah perkasa.
Namun, di sisi lain UU Cipta Kerja memicu penolakan yang masif. Buruh melakukan demo dan mogok kerja besar dalam 2 hari terakhir, dan masih akan berlangsung hingga besok.
Hal tersebut ditegaskan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Mogok akan dilakukan dari 6 hingga 8 Oktober 2020.
"Mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan," ujar Said Iqbal, dalam keterangan resmi.
"Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik."
Mogok kerja tersebut dikatakan diikuti oleh 2 juta buruh di berbagai sektor industri dan di banyak wilayah Indonesia.
Sementara itu Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) akan memindahkan titik aksi unjuk rasa ke Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/10/2020).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KASBI, Sunarno menyebut, pengalihan titik aksi itu lantaran DPR mempercepat sidang paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Ciptaker yang semula 8 Oktober menjadi 5 Oktober lalu.
Sunarno memperkirakan aksi di istana akan diikuti setidaknya 20 ribu massa gabungan. Bukan hanya massa buruh, melainkan juga elemen mahasiswa dan organisasi gerakan masyarakat secara umum.
Aksi buruh tersebut dikhawatirkan membuat stabilitas dalam negeri menjadi terganggu, yang membuat investor asing berhati-hati, sehingga menjadi sentimen negatif bagi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA