Bukan UU Ciptaker Jokowi, Ini yang Bikin Rupiah Perkasa

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 October 2020 16:19
Aksi Demonstrasi Mahasiswa Tolak RUU Cipta Kerja Omnibus Law di Kawasan Industri Jababeka Cikarang, Jawa Barat, Rabu (7/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Aksi Demonstrasi Mahasiswa Tolak RUU Cipta Kerja Omnibus Law di Kawasan Industri Jababeka Cikarang, Jawa Barat, Rabu (7/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Rapat Paripurna DPR RI Senin 5 Oktober 2020 mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Omnibus Law Ciptaker) menjadi Undang-undang resmi.

Pengesahan tersebut baru akan direspon pelaku pasar Selasa kemarin, rupiah mampu menguat tajam, 0,54%, bahkan sempat melesat hingga 1,28% di awal perdagangan.

Head of Research Division PT BNI Sekuritas, Damhuri Nasution berpendapat, di tengah pro-kontra Omnibus Law di masyarakat, menurutnya, pengesahan UU Cipta Kerja akan menjadi salah faktor yang akan meningkatkan iklim investasi.

Pasalnya, berdasarkan survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga internasional, masalah ketenagakerjaan di Indonesia selama ini merupakan salah satu faktor yang dinilai kurang bisa bersaing dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita.

"Memang dengan pengesahan ini tidak serta merta arus investasi asing langsung meningkat pesat, melainkan masih perlu beberapa waktu ke depan. Terlebih dengan adanya pandemi ini yang membuat perekonomian global dan domestik masih terpuruk dalam, kegiatan investasi diperkirakan masih sangat terbatas," kata Damhuri, saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (6/10/2020).

Hanya saja, usai pandemi berakhir, Damhuri optimistis, arus investasi diperkirakan akan meningkat yang diharapkan akan membuka lebih banyak lapangan kerja.

Ekspektasi aliran modal ke dalam negeri tersebut membuat rupiah perkasa.

Namun, di sisi lain UU Cipta Kerja memicu penolakan yang masif. Buruh melakukan demo dan mogok kerja besar dalam 2 hari terakhir, dan masih akan berlangsung hingga besok.

Hal tersebut ditegaskan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Mogok akan dilakukan dari 6 hingga 8 Oktober 2020.

"Mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan," ujar Said Iqbal, dalam keterangan resmi.

"Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik."

Mogok kerja tersebut dikatakan diikuti oleh 2 juta buruh di berbagai sektor industri dan di banyak wilayah Indonesia.

Sementara itu Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) akan memindahkan titik aksi unjuk rasa ke Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/10/2020).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KASBI, Sunarno menyebut, pengalihan titik aksi itu lantaran DPR mempercepat sidang paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Ciptaker yang semula 8 Oktober menjadi 5 Oktober lalu.

Sunarno memperkirakan aksi di istana akan diikuti setidaknya 20 ribu massa gabungan. Bukan hanya massa buruh, melainkan juga elemen mahasiswa dan organisasi gerakan masyarakat secara umum.

Aksi buruh tersebut dikhawatirkan membuat stabilitas dalam negeri menjadi terganggu, yang membuat investor asing berhati-hati, sehingga menjadi sentimen negatif bagi rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular