Mau Disuntik Rp22 T, Ini Kisah Mengagetkan Terdakwa Jiwasraya

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
05 October 2020 10:47
Benny Tjokosaputro atau akrab disapa Bentjok, salah satu dari 6 terdakwa di kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang menjalani persidangan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Benny Tjokosaputro atau akrab disapa Bentjok, salah satu dari 6 terdakwa di kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang menjalani persidangan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Drama penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) belum usai. Pro dan kontra mulai mengemuka atas rencana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada perusahaan asuransi jiwa warisan Belanda bernama Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859 ini.

Pemerintah melalui Kementerian BUMN akhirnya memilih skema bail in atau penyuntikan modal sebesar Rp 22 triliun untuk menyelamatkan Jiwasraya.

Dana ini diberikan dua tahap, Rp 12 triliun tahun depan, sisanya Rp 10 triliun di 2022.

Nantinya, dana ini akan disuntikkan kepada IFG Life, perusahaan asuransi jiwa baru yang akan dibentuk pemerintah di bawah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) atau Bahana sebagai Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan.

Arya Sinulingga: Sub-Holding Farmasi, Upaya Dorong Keamanan Kesehatan RI (CNBC Indonesia TV)Foto: Arya Sinulingga: Sub-Holding Farmasi, Upaya Dorong Keamanan Kesehatan RI (CNBC Indonesia TV)
Arya Sinulingga: Sub-Holding Farmasi, Upaya Dorong Keamanan Kesehatan RI (CNBC Indonesia TV)

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga merinci, ada beberapa pertimbangan kenapa pemerintah dan BUMN, sebagai pemegang saham menyuntikkan PMN ini.

Pertama, Jiwasraya adalah perusahaan BUMN yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah.

"Ini menyangkut kredibilitas pemerintah terhadap BUMN, sehingga sangat wajar sebagai pemegang saham pemerintah harus bertanggungjawab dengan perusahaannya sendiri," kata Arya dalam jumpa pers secara daring Minggu malam (4/10/2020).

Kedua, Kementerian BUMN memastikan, akan memenuhi kewajiban bagi pemegang polis dengan cara dicicil terhadap seluruh pemegang polis.

Per 31 Agustus 2020 jumlah pemegang polis mencapai 2,63 juta orang, di mana lebih dari 90% nasabah adalah pemegang polis program pensiunan dan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Ketiga, pemegang polis tetap dapat menerima sebagian besar haknya, opsi ini lebih baik dibanding likuidasi.

"Kalau AJS [Jiwasraya] likuidasi akan mendapat lebih kecil, ini lebih baik walau tidak memenuhi semua kewajiban hak pemegang polis," tuturnya sembari menegaskan penyelamatan ini akan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap BUMN, pemerintah maupun industri asuransi.

Keempat, mencegah kerugian lebih besar yang dialami Jiwasraya. "Kita gak mau seperti itu," ujar mantan petinggi Grup MNC ini.

Sebelumnya Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menolak keras rencana pemerintah menyuntikkan uang negara bagi penyelamatan Jiwasraya pada 2021 melalui PMN kepada Bahana. Harusnya pemerintah mengejar aset para terdakwa untuk penggantian kerugian investor.

"Skandal Jiwasraya ini jelas 'perampokan', atau skandal korupsi secara terstruktur dan sistematis. Jadi tidak selayaknya untuk di-bailout menggunakan uang negara, uang rakyat," katanya, Kamis (17/9/2020).

Saat ini kasus hukum, di luar penyelamatan PMN ini, masih terus berjalan.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung potensi kerugian negara akibat kerugian dan kelalaian investasi di Jiwasraya mencapai Rp 16,8 triliun.

Nilai ini terdiri dari kerugian investasi yang ditempatkan di saham sebesar Rp 4,65 triliun dan reksa dana Rp 12,16 triliun.

Kasus ini mulai terendus saat Jiwasraya mengumumkan gagal bayar atas produk JS Saving Plan pada Oktober 2018 lalu.

Dari sisi kasus hukum, proses terus berjalan di mana sudah ada enam terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya.

Selain para terdakwa yang sudah mendapatkan tuntutan (2 lagi belum) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejaksaan Agung (Kejagung) juga sudah menetapkan tersangka baru yakni 13 perusahaan manajer investasi (MI) dan 1 pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Untuk terdakwa, ada enam yang disidangkan di PN Jakarta Pusat dengan dugaan korupsi dan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Beberapa waktu lalu, salah satu terdakwa, Hary Prasetyo membacakan pleidoi atau atau hak untuk mengajukan pembelaan perihal tuntutan pidana penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar kepadanya.

Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 ini mengaku keberatan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Hal paling menyedihkan bagi saya adalah ketika yang terhormat JPU membacakan surat tuntutannya, di mana saya dituntut pidana penjara seumur hidup, yang berarti tidak ada satupun kebaikan atau hal yang meringankan dari diri saya. Apakah yang ringan hanya karena saya belum pernah ditahan?" ujar Hary saat membacakan pleidoi di PN Tipikor Jakarta.

Hary menuturkan, ia memiliki peran dalam menyehatkan dan membesarkan Jiwasraya selama satu dekade.

"Apakah saya seperti pembunuh berdarah dingin yang memutilasi korbannya lalu membuang di tong sampah, atau saya sebagai pembunuh orang secara massal, atau saya seperti gembong narkoba yang mengedarkan narkotika berton-ton besarnya sehingga saya harus dituntut seumur hidup?" tutur Hary melanjutkan pleidoinya.

Berikut Tuntutan 6 Terdakwa Jiwasraya

1.Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018

Tuntutan hukuman penjara seumur hidup, membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

2. Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra

Pidana seumur hidup. Denda Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti kurungan 6 bulan.

3. Hendrisman Rahim, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018

Pidana penjara 20 tahun dan denda Rp 1 miliar dan subsider 6 bulan kurungan).

4. Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya.

Pidana penjara selama 18 tahun dan denda senilai Rp 1 miliar.

5. Benny Tjokrosaputro/Bentjok, Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX)

Positif Covid-19, masih tertunda tuntutan.

6. Heru Hidayat, Komut PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM)

Positif Covid-19, masih tertunda tuntutan.

Dalam persidagangan 6 terdakwa tersebut (sebelum tuntutan dibacakan JPU), yakni pada Senin (20/7/2020) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, juga terungkap fakta-fakta menarik.

Saat itu, PN Jakpus menghadirkan sejumlah saksi dari unsur perusahaan manajer investasi (MI) yang diduga terlibat dalam kasus Jiwasraya.

Salah satu yang dicecar pertanyaan oleh JPU adalah Komisaris Utama PT Pool Advista Asset Management, Ronald Sebayang.

Jaksa mengkonfirmasi beberapa temuan terkait adanya fasilitas hiburan mewah kepada para petinggi Jiwasraya, di antara adalah paket perjalanan ke Hong Kong dari Pool Advista selama 3 hari 2 malam, termasuk kunjungan ke The Stock Exchange of Hong Kong Limited.

Petinggi Jiwasraya yang mendapatkan fasilitas berlibur ini, antara lain Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Kepala Pengembangan Dana Jiwasraya periode 2008-2011 Agustin, dan Mohammad Rommy, Kepala Bagian Pengembangan Dana Jiwasraya.

"Ini program untuk mendekatkan dengan nasabah," kata Ronald, di PN Jakarta Pusat, Senin (20/7/2020).

Pool Advista juga menyediakan fasilitas rafting [arung jeram] di Sungai Kulonprogo, Magelang pada 2017 lalu dengan total dana mencapai puluhan juta rupiah kepada 7 orang di divisi investasi Jiwasraya.

Di tahun yang sama, Pool Advista juga memberikan fasilitas berupa karaoke di Lombok, Nusa Tenggara Barat selama 3 hari 2 malam. Ronald pun tidak menampik kebenaran fakta tersebut.

Pool Advista pun tercatat memberikan uang sumbangan senilai Rp 200 juta untuk peringatan ulang tahun perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Ronald menyebut, kebijakan ini merupakan salah satu bentuk dana hiburan yang tujuannya untuk menjalin tali silaturahim dengan petinggi Jiwasraya. Ia pun mengakui, secara etika, seharusnya gratifikasi itu harusnya ditolak oleh petinggi Jiwasraya.

"[Gratifikasi tersebut] seharusnya ditolak. Tapi ini berlaku untuk semua nasabah kami," paparnya.

Nama samaran

Sebelumnya, dalam sidang pada Senin (13/7/2020), Agustin Widiastuti, Kepala Divisi Keuangan dan Investasi Jiwasraya periode 2011 dan 2014 mengungkapkan adanya penggunaan nama samaran yang digunakan para terdakwa.

Nama samaran atau alias ini diduga kuat untuk menghindari pelacakan saat berkomunikasi melalui layanan pesan singkat maupun telepon.

"Saya pakai nama samaran Rieke, Syahmirwan menggunakan nama samaran Mahmud. Heru Hidayat nama samarannya Pak Haji, Joko Hartono nama samaran Panda, Hary Prasetyo namanya Rudy dan Hendrisman Rahim nama samarannya Chief," begitu pengakuan Agustin di ruang sidang, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur, Senin (13/7/2020).

Dalam kesaksiannya, Agustin mengaku, dirinya diberikan satu ponsel sekali pakai oleh Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Asuransi Jiwasraya. Dalam ponsel itu hanya berisi kontak dari nama-nama samaran tersebut.

"Memang saat kami transaksi, saya diberikan HP sekali pakai, namanya kontaknya Panda, Mahmud, Rudy."

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular