Sampai Kapan Ekonomi RI Bakal Suram? Ini Ramalan Bank Mandiri

Monica Wareza, CNBC Indonesia
24 September 2020 18:50
Bank Mandiri
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Tim ekonom PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menyebutkan perekonomian dalam negeri baru akan mengalami masa pemulihan pada 2021 mendatang, namun belum akan membaik seperti masa sebelum Covid-19.

Pertumbuhan ekonomi pada kuartal empat diramal berada pada posisi -3% hingga 0% sebelumnya akhirnya kembali menanjak menuju posisi 2,54% di kuartal pertama 2021.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan untuk mempercepat proses pemulihan perekonomian ditunjang oleh sejumlah hal mulai dari ditemukannya vaksin dan kembali tumbuhnya kepercayaan diri di berbagai industri.

Pemulihan ekonomi ini juga harus didukung dengan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang rendah, di mana pada saat ini BI 7-Day Repo Rate (7DRR) berada pada posisi 4% yang diperkirakan masih bisa mengalami penurunan sejalan dengan posisi bank sentral Amerika Serikat, The Fed, yang juga akan mempertahankan suku bunga rendah hingga 2023 mendatang.

"Kalau kita lihat ke depan ketika ada tanda-tanda recovery cepat, tantangan berikutnya beralihnya kebijakan moneter dan fiskal dunia," kata Andry dalam paparan secara virtual, Kamis (24/9/2020).

Dia menilai, dalam kondisi saat ini perekonomian Indonesia sudah relatif membaik dengan telah dibukanya kembali perekonomian sejak Juni.

Dia juga mengungkapkan angka-angka sektor ritel sudah melewati level terendahnya di bulan April dan Mei dan ditunjang dengan dilakukannya realisasi stimulus keuangan seperti bantuan sosial dari pemerintah.

"Ini yang harus kita jaga, karena kalau tidak akan kembali PSBB [pembatasan sosial berskala besar] dan pukul kembali perekonomian di kuartal ketiga dan kuartal keempat," lanjutnya.

Andry menilai, kebijakan cash transfer yang diberikan pemerintah memberikan multiplier efek terhadap pertumbuhan ekonomi.

Bahkan, kata dia, jika Omnibus Law yang saat ini dirampungkan dapat selesai maka dapat menjadi booster ekonomi yang lebih cepat karena mendorong masuknya investasi ke dalam negeri.

Fokus

Kendati hingga akhir tahun ini perekonomian dinilai kembali membaik, namun masih terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang positif tahun depan.

Kenaikan angka kasus positif dalam negeri, memunculkan kekhawatiran kembali terjadinya pembatasan kegiatan.

Selain itu, angka konsumsi yang tadinya telah kembali bangkit usai mencapai bottom pada April dan Mei, kembali menunjukkan pelemahan di Agustus dan September.

Berdasarkan data Spending Index dari Bank Mandiri, sejumlah angka konsumsi seperti department store, ritel dan restoran mengalami perbaikan mulai Juni lalu.

Seperti angka ritel yang berada pada posisi di bawah 80 pada Mei lalu, berhasil kembali bangkit ke posisi akhir tahun meski belum maksimal.

Namun sejak bulan lalu hingga awal September angka ini kembali menurun ke posisi 80,7.

Bahkan pembelian di supermarket mengalami penurunan drastis dari posisi di atas 120 pada April lalu turun tajam sampai posisi 70,3 di awal bulan ini.

"Ini yang kami sampaikan di awal, confidence yang meningkat akhirnya meningkatkan spending index. Ketika relaksasi, pelonggaran ritel tumbuh, supermarket turun tapi relatif karena ada panic buying, tapi periode dan pengumuman PSBB kembali dan kasus-kasus positif ini flattening lagi. Sangat besar peluang menumbuhkan lagi periode-periode ini dimana ritel indeks meningkat," jelas Andry Asmoro.

Inflasi

Dia juga memprediksi ke depan tingkat inflasi masih akan terus rendah dengan proyeksi hingga akhir tahun ini diperkirakan akan berada pada posisi 1,54% year on year (YoY) dan masa inflasi rendah ini akan terus berlanjut.

Tingkat inflasi yang rendah ini diperkirakan akan membuat Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga hingga posisi 3,5% hingga tahun depan.

Neraca transaksi berjalan tahun ini juga diperkirakan akan mengalami surplus karena CAD (current account deficit) terus mengalami pelemahan dengan proyeksi CAD akhir tahun ini akan berada pada posisi 1,5%.

Peluang lainnya untuk mengembalikan perekonomian Indonesia ke teritori positif adalah melalui sektor pariwisata. Andry menjelaskan, jika penanganan Covid-19 di dalam negeri terus mengalami perbaikan maka akan dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat untuk kembali melakukan perjalanan.

"Negara yang turun apa kasusnya rating rendah itu akan yang didatangi," imbuhnya.

Penanganan kasus dengan baik juga akan menumbuhkan kembali confident masyarakat dan industri dalam negeri untuk kembali melakukan konsumsi dan ekspansi.

"Modal untuk membalikan negative growth besar yang pertama karena tadi likuiditas globalnya cukup besar ya, suku bunga rendah dan demand tertahan. Pengen beli tapi masih ga yakin kondisi kedepan seperti apa. Itu catatan dari kami," tandasnya

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, untuk kuartal III ini, perekonomian diramal akan berada di kisaran minus 2,9% hingga minus 1%.

Artinya perekonomian Indonesia kontraksi dua kuartal berturut-turut setelah pada kuartal II-2020 terkontraksi 5,32%.

Adapun sepanjang tahun atau full year, perekonomian juga diprediksi akan tetap minus 1,7% hingga minus 0,6%. Hal ini lantaran kontraksi akibat pandemi Covid-19 masih akan berlanjut di semester II tahun ini.

"Ini artinya, negatif territory kemungkinan terjadi pada kuartal III dan mungkin juga masih berlangsung untuk kuartal IV yang kita upayakan bisa dekat 0 atau positif," ujar Menkeu melalui konferensi pers virtual, Selasa (22/9/2020).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular