
Terdampak Corona, BEI Bakal Tambah Insentif untuk Emiten

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia menyatakan akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan terus mengkaji mengenai stimulus tambahan bagi stakeholder pasar modal sebagai respons atas dampak pandemi virus Corona terhadap dunia usaha.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna Setia menuturkan, pandemi Covid-19 memiliki dampak terhadap dunia usaha.
BEI, kata Nyoman, sebelumnya telah menginisiasi berbagai stimulus dan relaksasi untuk para stakeholder pasar modal seperti; relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan, kebijakan public expose secara elektronik, buyback saham, pengurangan biaya ILF Pencatatan Awal Saham dan Saham Tambahan di Bursa Efek Indonesia sebesar 50% hingga kebijakan terkait pajak yaitu berupa penurunan tarif PPh Badan.
"Sampai saat ini, OJK dan SRO pasar modal akan terus memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi serta berkoordinasi terus menerus untuk mengkaji kebijakan baru yang dapat mendukung para stakeholder pasar modal. Apabila telah menjadi kebijakan maka kami akan segera sampaikan kepada publik," kata Nyoman kepada awak media, Senin malam (21/9/2020).
Sebelumnya, Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menyebutkan, pandemi Covid-19 di Indonesia semakin memburuk dengan rata-rata kasus harian mencapai 4.000 kasus per hari, yang memicu Provinsi DKI Jakarta memberlakukan lagi kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Wakil Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia, Bobby Gafur Umar menyampaikan, hal tersebut akan berimbas negatif terhadap emiten yang bergerak di sektor perhotelan, penerbangan, pariwisata hingga restoran. Demikian halnya, kinerja keuangan emiten yang terdampak langsung pandemi juga akan semakin berat.
"Ekonomi kuartal III akan berkisar minus 2%, kondisi emiten yang terdampak langsung dan tidak bisa jalan aktivitas usahanya akan semakin terpuruk," tuturnya, saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (21/9/2020) di Jakarta.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mempublikasikan hasil penelitian terbaru mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap pelaku usaha yang dilakukan BPS pada periode 10-26 Juli 2020 dengan jumlah responden sebanyak 34.559 pelaku usaha dari berbagai sektor.
Dalam penelitian itu disebutkan, sebanyak 82,29% Usaha Menengah Besar (UMB) yang mengalami penurunan pendapatan, sedangkan Usaha Mikro Kecil (UMK) mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 84,20%.
Beberapa sektor usaha yang paling tinggi terdampak ada di sektor akomodasi dan makan minum sebesar 92,47%, jasa lainnya 90,90%, serta transportasi dan pergudangan 90,34%.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, dari responden tersebut, sekitar 19% pelaku usaha memperkirakan mampu bertahan maksimal hingga 3 bulan. 25,94% menyatakan lebih dari 3 bulan dan 55,32% menyatakan tidak tahu. "Artinya ada 42% pelaku usaha dapat bertahan maksimum 3 bulan. Situasinya agak mengkhawatirkan," kata Suhariyanto.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'