
Banyak Perusahaan Mulai Nyerah, Bagaimana Emiten di BEI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga akan minus di kisaran 2%, sedikit lebiih baik dari kontraksi di triwulan sebelumnya, 5,32%. Kontraksi pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan karena dunia usaha, khususnya emiten di Bursa Efek Indoenesia (BEI), masih terkena dampak pandemi covid-19.
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) mengatakan saat ini kinerja keuangan emiten akan semakin berat, terutama di sektor-sektor yang terdampak langsung pandemi seperti emiten dari sektor perhotelan, penerbangan, pariwisata hingga restoran.
"Ekonomi kuartal 3 akan berkisar minus 2%, kondisi emiten yang terdampak langsung dan tidak bisa jalan aktivitas usahanya akan semakin terpuruk," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia, Bobby Gafur Umar saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (21/9/2020) di Jakarta.
Pandemi Covid-19 di Indonesia, kata Bobby, semakin memburuk dengan rata-rata kasus harian mencapai 4.000 kasus per hari, yang memicu Provinsi DKI Jakarta memberlakukan lagi kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Kondisi Covid ini ternyata semakin memburuk dan kedua, Jakarta memutuskan PSBB. Ini akan berdampak besar secara keseluruhan terhadap ekonomi Indonesia, tidak bisa dihindari," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Energi, Minyak, dan Gas ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mempublikasikan hasil penelitian terbaru mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap pelaku usaha yang dilakukan BPS pada periode 10-26 Juli 2020 dengan jumlah responden sebanyak 34.559 pelaku usaha dari berbagai sektor.
Dalam penelitian itu disebutkan, sebanyak 82,29% Usaha Menengah Besar (UMB) yang mengalami penurunan pendapatan, sedangkan Usaha Mikro Kecil (UMK) mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 84,20%.
Beberapa sektor usaha yang paling tinggi terdampak ada di sektor akomodasi dan makan minum sebesar 92,47%, jasa lainnya 90,90%, serta transportasi dan pergudangan 90,34%.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, dari responden tersebut, sekitar 19% pelaku usaha memperkirakan mampu bertahan maksimal hingga 3 bulan. 25,94% menyatakan lebih dari 3 bulan dan 55,32% menyatakan tidak tahu.
"Artinya ada 42% pelaku usaha dapat bertahan maksimum 3 bulan. Situasinya agak mengkhawatirkan," kata Suhariyanto.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Telkom Buka-bukaan Bisa Cetak Laba Rp 18,7 T