Moody's Downgrade Peringkat Sritex 2 Notch ke B3, Kenapa?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
23 March 2021 08:43
Ilustrasi Logo Sritex. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Logo Sritex. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan pemeringkat global, Moody's Investor Service, baru saja menurunkan peringkat alias Corporate Family Rating (CFR) emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) menjadi B3 dari sebelumnya B1.

Berdasarkan laman resminya, Senin (22/3/2021), Moody's juga menurunkan peringkat ke B3 dari B1 pada, pertama, surat utang tanpa jaminan (senior unsecured notes) senilai US$ 150 juta yang jatuh tempo pada tahun 2024.

Senior notes ini diterbitkan oleh Golden Legacy Pte. Ltd. dan dijamin tanpa syarat serta tidak dapat ditarik kembali oleh Sritex dan anak perusahaannya.
Kedua, surat utang tanpa jaminan senilai US$ 225 juta yang jatuh tempo pada tahun 2025. Adapun surat utang ini dikeluarkan oleh Sritex dan dijamin tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali oleh semua anak usaha Sritex.

Moody's menjelaskan, semua peringkat tetap dalam peninjauan untuk penurunan lebih lanjut.

"Penurunan peringkat mencerminkan likuiditas Sritex yang terus-menerus lemah dan meningkatnya risiko pembiayaan kembali [refinancing], karena penundaan yang berkelanjutan dan material lebih lanjut dengan pelaksanaan perpanjangan pinjamannya, "kata Stephanie Cheong, analis Moody's dan lead analis untuk Sritex, dikutip CNBC Indonesia pada Selasa (23/3/2021).

Stephanie memaparkan, tinjauan (review) untuk penurunan lebih lanjut mencerminkan berlanjutnya ketidakpastian terkait dengan rencana pembiayaan kembali perusahaan.

Adapun review tersebut akan berfokus pada kemajuan SRIL dalam mengatasi jatuh tempo utang yang akan datang. Lebih spefisik, Moody's menjabarkan lima poin berikut ini.

Pertama, review akan berfokus pada kemajuan diskusi pihak SRIL dengan pemberi pinjaman untuk memperpanjang tanggal jatuh tempo pinjaman sindikasi. Kedua, pada kemajuan diskusi Sritex dengan pemberi pinjaman tentang pinjaman bilateral baru.

Ketiga, pada kemampuan Sritex untuk memperbarui lini modal kerja jangka pendek yang akan berakhir pada 2021. Keempat, pada pengelolaan modal kerja Sritex dan kemampuan menghasilkan cash flow atau arus kas. Kelima, pada pelaksanaan rencana pendanaan alternatif perusahaan.

"Moody's berharap peninjauan tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 60 hari," jelas Stephanie.

Moody's menjelaskan, SRIL menghadapi risiko pembiayaan kembali yang tinggi, karena posisi likuiditas yang lemah dan utang dalam jumlah besar yang jatuh tempo pada kuartal-kuartal mendatang.

Selain itu, ketergantungan SRIL yang berkelanjutan pada bank untuk kebutuhan pembiayaan kembali membuat perusahaan rentan terhadap kondisi pendanaan, yang melemah di tengah adanya sentimen negatif di sektor tekstil di Tanah Air.

Moody's mencatat, pada 2 November 2020, SRIL mengajukan permintaan perpanjangan selama dua tahun kepada pemberi pinjamannya untuk pinjaman sindikasi senilai US$ 350 juta yang jatuh tempo pada bulan Januari 2022.

Pemberi pinjaman disebutkan memberikan waktu hingga 1 Maret 2021. Ini merupakan perpanjangan dari batas waktu yang pertama pada 2 Februari.
Namun, perjanjian definitif untuk perpanjangan 2 tahun belum disepakati, yang mana hal ini semakin membebani profil kredit Sritex.

Saat ini, perusahaan sedang menegosiasikan pengaturan pembiayaan kembali dengan pemberi pinjaman untuk mengatasi potensi adanya kesenjangan pendanaan. Meskipun demikian, kesepakatan pasti belum dibuat oleh kedua pihak.

Informasi saja, menurut Moody's, kepemilikan kas (cash holding) Sritex sebesar US$ 159 juta per 30 September 2020.

Lanjut halaman berikutnya >>>

Sementara, arus kas bebas (free cash flow) yang diharapkan sekitar US$ 50 juta selama 15 bulan ke depan diprediksi tidak akan cukup untuk menutupi kewajiban hutang SRIL yang akan datang dari sejumlah pinjaman dan utang.

Pertama, pinjaman sindikasi senilai US$ 350 juta yang jatuh tempo Januari 2022. Kedua, surat utang jangka menengah atau medium-term notes senilai US$ 65 juta , di mana sekitar US$ 40 juta telah dibayarkan pada kuartal IV 2020 dan sisanya, US$ 25 juta akan jatuh tempo pada kuartal II tahun ini.

Ketiga, pembayaran amortisasi utang senilai US$ 15 juta. Keempat, lini modal kerja jangka pendek yang belum dibayarkan senilai US$ 174 juta per 30 September 2020.

"Mengingat tindakan pemeringkatan hari ini, peningkatan peringkat tidak mungkin dilakukan dalam jangka pendek. Namun, peringkat dapat dikonfirmasi jika Sritex berhasil menangani jatuh tempo yang akan datang dan secara material memperbaiki likuiditas dan struktur utang perusahaan," jelas Stephanie.

Pihak Moody's melanjutkan, peringkat kemungkinan akan diturunkan lebih lanjut jika SRIL gagal menerapkan rencana pembiayaan kembali yang konkret dalam waktu dekat atau jika likuiditas Sritex semakin memburuk.

"... [B]aik karena (1) saldo kas yang turun, (2) meningkatkan utang modal kerja jangka pendek, (3) hilangnya akses ke jalur modal kerja, atau (4) jika modal kerja gagal terpenuhi selama beberapa kuartal berikutnya," pungkas Stephanie.

Informasi saja, SRIL adalah produsen tekstil dan greige (kain mentah) yang berbasis di Jawa Tengah. Selain itu, SRIL juga memproduksi kain jadi dan pakaian jadi, termasuk seragam dan pakaian eceran.

Perusahaan memiliki 25 pabrik, terdiri dari sembilan pabrik pemintalan, tiga pabrik tenun, lima pabrik finishing dan delapan pabrik garmen (konveksi).
Pendapatan bersih yang dihasilkan oleh empat divisi perusahaan tersebut berjumlah sekitar US$ 907,09 juta pada September 2020. Adapun laba bersih SRIL per kuartal III 2020 sebesar U$S 73,79 juta.

Mayoritas saham SRIL dimiliki oleh keluarga Lukminto lewat PT Huddleston Indonesia, yakni sebesar 59%. Sisa 40% saham perusahaan diperdagangkan secara publik di Bursa Efek Indonesia (BEI).


Adapun Iwan Setiawan Lukminto, putra pendiri SRIL H.M Lukminto, telah menjadi perusahaan presiden direktur sejak 2006.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular