Telat Bayar Bunga Utang, Fitch Turunkan Rating Sritex Jadi C

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
26 April 2021 16:00
Sritex
Foto: dok Sritex

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Pemeringkat Global Fitch Ratings (Fitch) menurunkan peringkat Jangka Panjang Issuer Default Rating (IDR) emiten tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex menjadi C dari sebelumnya CCC-.

Menurut rilis resmi Fitch, Senin (26/4/2021), lembaga yang berdiri sejak 1913 ini juga menurunkan surat hutang US dolar Sritex yang outstanding menjadi C dari CCC dengan Recovery Rating RR4.

Selain itu, di saat yang bersamaan Fitch Ratings Indonesia menurunkan Peringkat Nasional Jangka Panjang Sritex menjadi C (idn) dari CCC- (idn).

Penurunan peringkat tersebut seiring perseroan tidak memenuhi pembayaran bunga jatuh tempo 23 April 2021 atas pinjaman sindikasi perusahaan.

Menurut penjelasan para analis Fitch di dalam laporannya tersebut, peringkat Nasional C menunjukkan proses default (gagal bayar) atau menuju default telah dimulai.

Selain itu, peringkat tersebut menunjukkan untuk sarana pendanaan tertutup, kapasitas pembayaran tersebut telah mengalami penurunan nilai yang tidak dapat ditarik kembali.

Fitch menggarisbawahi sejumlah faktor-faktor penggerak peringkat Sritex.

Pertama, pembayaran bunga yang terlambat. Penurunan rating Sritex ini seiring tidak terbayarnya bunga pinjaman sekitar US$ 850 ribu yang jatuh tempo pada tanggal 23 April 2021.

"Kegagalan untuk membayar dalam waktu lima hari kerja sejak tanggal jatuh tempo akan dianggap sebagai Kejadian Wanprestasi berdasarkan dokumentasi pinjaman," jelas analis Fitch, dikutip CNBC Indonesia, Senin (26/4/2021).

Sebagai tambahan, Fitch dapat menurunkan peringkat lebih lanjut menjadi 'Restricted Default' jika tidak ada pembayaran yang dilakukan Sritex setelah dalam jangka waktu lima hari tersebut.

Kedua, terkait moratorium utang dan negosiasi penundaan pembayaran. Sritex dan anak usahanya menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh salah satu mitranya.

Sementara, sang anak usaha, Golden Legacy Pte Ltd telah mengajukan permohonan moratorium berdasarkan Pasal 64 (1) Undang-Undang di Singapura terkait dengan obligasi senilai US$ 150 juta. Informasi saja, Golden Legacy Pte Ltd adalah penerbit obligasi yang jatuh tempo pada tahun 2024.

Adapun pemberlakuan Pasal 64 tersebut memberikan moratorium sementara otomatis selama tiga puluh hari, sembari menunggu keputusan pengadilan untuk mengabulkan perintah tersebut.

Selain itu, Sritex juga terus bernegosiasi dengan pemberi pinjaman sindikasi, dan telah mengajukan perjanjian penghentian penggunaan fasilitas senilai US$ 350 juta.

Fasilitas tersebut terdiri dari pinjaman berjangka sebesar U$ 200 juta dan pinjaman revolver sebesar US$ 150 juta.

Menurut hemat Fitch, ketidakmampuan untuk membayar pinjaman revolver akan memperburuk tekanan likuiditas Sritex, karena perusahaan mendanai operasi hariannya dengan uang kas.

"Kami memahami bahwa perseroan memilih untuk tidak melakukan pembayaran bunga karena belum mendapatkan kesepakatan mengenai perjanjian penundaan," jelas Fitch.

Ketiga, terkait penghasil arus kas yang melemah. Sritex bergantung pada arus kas perusahaan untuk mendanai kegiatan operasionalnya lantaran akses pendanaan eksternal telah berkurang.

Selain itu, kata Fitch, menurunnya akses ke modal kerja juga akan membatasi kemampuan Sritex untuk meningkatkan pendapatan usaha.

Fitch memperkirakan arus kas operasi (CFO) Sritex akan tetap negatif pada 2021 seiring adanya tantangan manajemen modal kerja, yang juga mengakibatkan terkurasnya saldo kas perusahaan.

Arus kas operasi yang negatif dinilai akan menyulitkan Sritex untuk mengatasi jatuh tempo utang 2021 dan belanja modal (capex) pemeliharaan tanpa disertai pendanaan eksternal tambahan.

Keempat, soal indikator enviromental, social, and governance (ESG) atau lingkungan, sosial, dan tata kelola.

Menurut laporan Fitch, Sritex memiliki Skor Relevansi ESG 4 untuk Strategi Manajemen dan Struktur Tata Kelola. Ini disebabkan oleh penundaan dalam memenuhi perpanjangan fasilitas utang Sritex, yang memberi tekanan pada profil kredit perseroan mengingat meningkatnya risiko pembiayaan kembali (refinancing risks).

"Hal tersebut berdampak negatif pada profil kredit, dan juga berkaitan dengan peringkat perusahaan sehubungan dengan faktor-faktor lain," pungkas Fitch.


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Moody's & Fitch Pangkas Rating Sritex, Manajemen Buka Suara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular