
Kacau! Produk Saving Plan Jiwasraya Melanggar Undang-Undang

Jakarta, CNBC Indonesia - Saksi Ahli di memberikan keterangan di persidangan lanjutan sidang tindak pidana korupsi (Tipikor) kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Dalam kesempatan ini, Jaksa Penutut Umum menggali informasi lebih dalam perihal produk Saving Plan di industri asuransi nasional. Ini menindaklanjuti kasus gagal bayar Jiwasraya yang pertama kali mencuat pada Oktober 2018.
Kodrat Muis, konsultan dan trainer perbankan, manajemen dan investasi menuturkan, istilah saving plan tidak dikenal dalam dunia asuransi.
Pasalnya, produk ini memiliki imbal hasil pasti. Berdasarkan ketentuan perundanga-undangan produk asuransi yang memadukan produk investasi, yakni unit link.
Menurut dia, hal ini sudah menyalahi Undang-undang Nomor 40/2014 tentang perasuransian dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 27 Tahun 2018 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi, pembaruan dari POJK Nomor 71 Tahun 2014.
"Sepengatahuan saya, saving plan adalah produk perbankan. Jadi kalau ada produk asuransi yang rider-nya, atau pendamping produk itu dikemas dalam bentuk saving, itu sudah menyalahi undang-undang, karena tidak diatur, yang diatur hanya dalam bentuk investasi [unit link]," kata Kodrat, dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (7/9/2020), Jalan Bungur Besar.
"Artinya Saving Plan bukan merupakan produk asuransi berdasarkan UU tersebut?" tanya Jaksa Penutut Umum.
"Lebih kurang seperti itu," jawab Kodrat.
Pekan lalu Anggota Komisi III Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, juga menyebut produk JS Saving Plan yang dikelola Jiwasraya, dinilai tidak wajar. Dengan imbal hasil yang tinggi dan menawarkan imbal hasil pasti, banyak nasabah yang menempatkan investasinya di produk tersebut.
"JS Saving Plan, karakter produknya apa iya wajar? JS Saving Plan itu adalah produk yang orang lain gak bisa buat, hanya orang gila yang membuat JS Saving Plan. Pantesan dia laku. Lazim tidak secara finansial maupun legal, kok bisa hadir?" terang Arteria, dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi III DPR bersama PPATK dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kamis (3/9/2020).
Sekadar informasi, geger kasus Jiwasraya mencuat saat perseroan tidak mampu melunasi klaim polis nasabah sebesar Rp 802 miliar melalui Produk JS Saving Plan pada Oktober 2018. Polis jatuh tempo pun kian membengkak, per akhir Desember 2019 nilainya sudah mencapai Rp 12,4 triliun.
Kasus Jiwasraya pun saat ini mengarah pada dugaan korupsi dan tengah disidangkan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga merilis perhitungan kerugian negara (PKN) akibat kasus mega skandal Jiwasraya.Hasilnya, jumlah PKN yang dihitung BPK mencapai Rp 16,81 triliun. Jumlah itu terdiri dari investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun. Jumlahnya beda tipis dengan proyeksi awal Kejaksaan Agung (Kejagung) Rp 17 triliun.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pensiunan Jiwasraya Teriak, Belum Terima Hak Ratusan Miliar