Setali Tiga Uang, Harga CPO Ambles di Bawah RM 2.900/ton

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
04 September 2020 11:23
Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)
Foto: Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) melemah pada perdagangan hari ini Jumat (4/9/2020). Prospek kenaikan stok bulan Agustus menjadi faktor pemicu pelemahan harga komoditas unggulan Indonesia dan Malaysia ini.

Pada 10.31 WIB, harga CPO untuk kontrak pengiriman November 2020 di Bursa Malaysia Derivatif Exchange terkoreksi 1,14% ke RM 2.858/ton. Kemarin harga CPO sempat melesat 2,85% ke level tertingginya dalam hampir 8 bulan di RM 2.891/ton.


"Pasar saat ini terfokus pada perkiraan pasokan untuk September dan kuartal keempat," kata Marcello Cultrera, manajer penjualan institusional dan pialang Phillip Futures di Kuala Lumpur, mengutip Reuters.

Sathia Varqa sebagai salah satu pendiri Palm Oil Analytics yang berbasis di Singapura, mengatakan pelaku pasar menunggu perkiraan produksi Agustus dari Malaysian Palm Oil Association untuk arah harga yang lebih lanjut kemarin.

Pelaku pasar mengharapkan produksi di Malaysia turun sedikit atau naik paling banyak 2% karena musim kemarau tahun lalu menurunkan hasil panen. Namun survei analis baru-baru ini mengindikasikan bahwa produksi mungkin akan sedikit lebih kuat.

"Stok minyak sawit Malaysia pada Agustus diperkirakan naik 6% dari Juli karena produksi tumbuh 6% per bulan dan ekspor merosot," kata Ivy Ng, kepala daerah penelitian perkebunan di CGS-CIMB Research, dalam sebuah catatan, melansir Reuters.

Di saat yang sama, asosiasi produsen di Kolombia mengatakan produksi minyak sawit di produsen terbesar keempat dunia itu akan naik 10% tahun ini menjadi 1,65 juta ton. 

"Produksi di paruh pertama sudah naik 8% menjadi 953.000 ton karena panen dari tahun-tahun sebelumnya dan peningkatan tenaga kerja," kata Jens Mesa, presiden Federasi Nasional Petani Kelapa Sawit.

"Ini menempatkan kami pada jalur menuju pemulihan sekali lagi, dibandingkan dengan apa yang kami alami tahun lalu ketika ada kontraksi produksi, dan itu telah mengkompensasi dengan cara apa kami kehilangan harga," kata Mesa. Output turun 6% pada 2019

Sementara itu, stimulus fiskal di China, pembeli terbesar kedua di dunia, dan depresiasi dolar AS baru-baru ini mendorong harga komoditas, tulis Caroline Bain, Kepala Ekonom Komoditas di Capital Economist, dalam sebuah catatan.

"Impor komoditas China juga tumbuh dengan kuat, tetapi kami menduga bahwa laju pembelian dapat melambat segera karena harga yang lebih tinggi sehingga menurunkan pembelian oportunistik."

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Buruk dari Malaysia, CPO Berpotensi Tertekan Besok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular