Aakar mengklaim telah memberikan ganti rugi ke kliennya. Saat konferensi pers yang digelar hari ini, Aakar menyebutkan kerja sama pengelolaan portofolio investasi tersebut berada di luar kewenangan dirinya. Kontrak tersebut ditandatangani nasabah dengan PT Mahesa Strategis Indonesia, entitas yang berbeda dengan Jouska dan tidak memiliki perjanjian kerja sama. Walaupun Aakar duduk sebagai Komisaris Utama di Mahesa Strategis.
"Yang terjadi adalah broker di dalam hal ini di Mahesa mentransaksikan jual beli saham klien atas kesepakatan tertulis surat kuasa dari klien itu sendiri dalam surat kesepakatan bersama antara klien dengan Mahesa, bukan dengan Jouska," kata Aakar dalam konferensi pers, Selasa (1/9/2020).
Perlu diketahui Aakar merupakan pemegang saham mayoritas pada Mahesa. Namun, kata Aakar, dirinya pemegang saham pasif dan tidak tahu menahu mengenai izin usaha serta tak terlibat dalam operasional Mahesa.
Dia mengaku, dalam satu bulan terakhir pihaknya telah menyelesaikan kesepakatan dengan 45 klien Jouska. Dari kesepakatan tersebut dia menyebutkan pihaknya telah mengeluarkan dana mencapai Rp 13 miliar.
Bentuk kesepakatan dengan para nasabah ini bermacam-macam, mulai dari ganti rugi hingga buyback portofolio saham sesuai dengan kesepakatan dengan klien tersebut.
Disebutkan terdapat 63 klien Jouska yang mengajukan keluhan kepada Jouska dari 328 klien yang mengembangkan portofolio saham baik secara mandiri maupun lewat bantuan para broker saham di Mahesa.
Persentase klien yang mengajukan komplain tidak sampai 5% dari jumlah klien aktif Jouska sejak awal 2020 yang sudah mencapai 1.700 klien.
Hal lainnya yang juga disampaikan adalah mengenai hubungannya dengan saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK). Aakar menyebut dia tak memiliki hubungan dengan saham ini, pun juga tak menerima keuntungan apapun dari saham tersebut.
"Advisor Jouska sebelumnya tidak mengetahui bahwa dana klien yang dikelola oleh Mahesa akan dibelikan saham apa, karena ini adalah ranah kesepakatan antara klien dengan Mahesa. Advisor Jouska baru mengetahui adanya pembelian saham LUCK pada saat review portofolio yang berlangsung secara periodik," jelasnya dalam keterangannya.
Terkait keluhan klien tentang advisor Jouska menyarankan untuk jangan menjual saham LUCK, Aakar menyebut hal tersebut berupa notofikasi dari advosor kepada nasabah untuk mengingatkan klien mengenai klausul perjanjian antara klien dengan Mahesa di mana klien tidak boleh intervensi karena bisa mengganggu rencana pembentukan portofolio saham dari tim Mahesa.
"Saya mohon maaf atas kesalahan dan kelalaian dari saya sebagai CEO dari Jouska, di mana saat klien kami bertambah pesat dan ada SOP komunikasi yang belum diperbaiki. Terlalu intensnya komunikasi antara advisor Jouska dengan klien termasuk membantu dalam komunikasi terkait pihak ketiga rupanya membuat klien menyamakan bahwa Mahesa adalah Jouska," ujar Aakar
Terkait pemilihan pada salah satu saham yang sama dan baru tercatat di Bursa Efek Indonesia, Aakar menjelaskan Jouska tidak pernah menyarankan klien untuk membeli saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK). Menurut Aakar, Jouska sebelumnya tidak mengetahui bahwa dana klien yang dikelola oleh Mahesa akan diinvestasikan pada saham apa saja.
"Karena ini adalah ranah kesepakatan antara klien dengan Mahesa. Advisor Jouska baru mengetahui adanya pembelian saham LUCK pada saat review portofolio yang berlangsung secara periodik," kata Aakar.
Terkait keluhan klien yang menyebutkan, Jouska menyarankan tidak menjual saham LUCK, advisor Jouska hanya mengingatkan klausul perjanjian antara klien dengan Mahesa di mana klien tidak boleh intervensi karena bisa mengganggu rencana pembentukan portofolio saham dari tim Mahesa, terang Aakar.
"Kami berusaha mencarikan jalan keluar yang terbaik buat klien dari situasi pasar modal yang kurang bagus. Supaya klien bisa menjual kembali di harga yang lebih bagus," kata Aakar.
Sebagai pemegang saham pasif dan komisaris, Aakar Abyasa juga menyesalkan dan memohon maaf atas kelalaiannya dalam mengawasi operasional Mahesa.
"Fokus utama kami adalah kepentingan klien dan menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan kegaduhan. Saya memohon maaf atas kelalaian saya mengawasi dan turut menanamkan modal pada Mahesa sejak awal, dan juga mohon maaf karena saya lalai dalam berkomunikasi dengan klien mewakili pihak ketiga."
Kasus ini bermula dari keluhan Muhammad Abdurrahman Khalish, salah seorang klien Jouska, menyampaikan hal tersebut kepada CNBC Indonesia terkait pengelolaan investasi miliknya oleh Jouska.
"Saya kehilangan uang puluhan juta karena financial advisory yang serampangan dari Jouska," kata Khalish, saat berbincang dengan CNBC Indonesia melalui layanan pesan singkat, Senin (20/7/2020).
Khalish menceritakan, dirinya menjadi klien Jouska pada September 2018. Saat itu, ia mengambil jasa Manajemen Investasi Saham.
"Karena saya awam masalah investasi dan dunia financial planner atau sejenisnya, jadi saya mempercayakan saja semuanya kepada Jouska," tulis Khalish atau yang biasa disapa Kholis.
Khalish menyampaikan bukti perjanjian, berupa Perjanjian Kerja dengan nomor 0360/0675/7006/IX/2018, tertanggal 21 September 2018 dan berakhir pada 20 September 2019. Dalam kontrak tersebut disebutkan poin-poin yang disepakati terkait hak dan kewajiban antar kedua belah pihak.
Selanjutnya, Khalish membuka Rekening Dana Nasabah (RDI) di perusahaan efek PT Philips Sekuritas lewat Jouska dan mendapatkan aplikasi online trading POEMS. Lalu Khalish menempatkan dana pada RDI yang sudah dibuat tersebut.
Kejanggalan mulai muncul, cerita Khalish, karena pihak Jouska bisa melakukan transaksi. "Saya tidak memberikan login, tetapi Jouska mampu melakukan transaksi jual & beli di akun tersebut," kata Khalish.
Lalu, Khalish meminta pihak Jouska untuk berinvestasi pada saham-saham syariah saja. Dalam kurun waktu satu tahun tersebut, Jouska membeli saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan beberapa saham lainnya.
"Karena saya mintanya 'syariah', maka saya minta saham bank dijual. Saham tersebut dijual namun di kemudian hari kembali dibelikan (saham) bank. Jouska juga membelikan (saham) emiten yang baru IPO, yaitu LUCK (PT Sentral Mitra Informatika Tbk)," cerita Khalish.
Pada 10 Agustus 2019, Khalish mendapati saham LUCK masuk dalam daftar unusual market activity (UMA) Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham masuk UMA biasanya pergerakan naik turunnya tidak wajar.
Saran dari Jouska, akan keluar pelan-pelan dari saham tersebut. Pada tanggal 13 September 2019, Kholish meminta saham LUCK dijual.
"Jouska tidak menjual dengan berbagai alasan, bahkan setelah saya datang langsung ke kantornya (20/09/2019 ) untuk meminta emiten tersebut dijual," tutur Kholish.
Kholish mengalami kerugian cukup besar pada saham ini, karena harga pembelian tercatat pada harga Rp 1.965, yang dibeli pada 12 Juli 2019.
Portofolio saya sekarang minus lebih dari 50%. Setelah kejadian ini barulah saya mengumpulkan bukti-bukti terkait, berikut pelanggaran perjanjian & etika dan kejanggalan yang Jouska lakukan.
"Total dana saya yang masuk ada Rp 91,5 juta, sekarang tinggal Rp 30 jutaan," ujar Kholish.
Menurut Kholish, dirinya bukan satu-satunya klien Jouska yang mengalami hal serupa. Ada klien lainnya yang mengalami hal ini.
Setelah satu klien ini angkat bicara, kemudian muncul banyak nama lainnya yang mengaku juga dirugikan dengan langkah yang sama. Bahkan, pemberitaan ini samai ramai dibicarakan di media sosial.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan Jouska tidak memiliki izin sebagai perusahaan yang beroperasi di bidang pasar modal. Namun regulator pasar modal ini telah memberikan pembinaan kepada perusahaan tersebut, kendati Jouska tidak berada di bawah pengawasan OJK.
Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan pembinaan ini dilakukan OJK sebagai bentuk antisipasi perlindungan investor. Sembari proses pendalaman kasus ini terus berjalan di Satgas Waspada Investasi (SWI) setelah operasinya dihentikan beberapa waktu lalu.
"Sudah dilakukan pembinaan karena di luar pasar modal meski yang bersangkutan sudah dipanggil SWI. Di level nasional ada SWI, gabungan lembaga penegak hukum, otoritas-otoritas 20-30 lembaga, sekretariatnya di OJK. Dibangun beberapa tahun lalu untuk memerangi investasi ilegal. Ini kategori ini karena belum ada izin apapun dari OJK, apalagi di pasar modal," kata Hoesen dalam konferensi pers virtual, Senin (10/8/2020).
Hal ini sejalan dengan langkah yang dilakukan OJK dan self regulatory organization (SRO) beserta pelaku pasar lainya yang baru melakukan pengajuan revisi undang-undang pasar modal kepada parlemen.
Hoesen mengatakan dalam revisi UU pasar modal ini dititikberatkan kepada fungsi dan peran perlindungan investor. Hal ini menyangkut ketentuan dan praktek-praktek di industri ini yang sering menimbulkan masalah.
"Sehingga kita perkuat legalnya," imbuh dia.
Dia juga mengatakan dalam rangka peringatan diaktifkannya kembali pasar modal dalam negeri, OJK bakal lebih berperan aktif untuk berkomunikasi dengan berbagai asosiasi terkait, seperti Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) dan Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) guna mengantisipasi modus-modus pelanggaran yang kerap menjadi perhatian publik.
"Ini juga akan banyak instrumen hukum, pembubaran perusahaan, kepailitan, yang menggunakan prinsip mafia atau juga pengembangan disgorgement akan dilanjutkan inisiatifnya sehingga ada perlindungan investor dan tingkatkan kepercayaan investor lebih tinggi lagi," jelas dia.
Kasus kerugian investasi klien PT Jouska Finansial Indonesia atau Jouska terus berlanjut. Kali ini Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan sudah memanggil PT Phillip Sekuritas Indonesia sebagai broker atau perusahaan efek yang bekerja sama dengan perusahaan perencana keuangan tersebut.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menyatakan, sampai saat ini otoritas bursa masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut perihal keterlibatan Phillip Sekuritas di kasus Jouska.
"Kami sudah memanggil sekuritas terkait dan sampai sekarang proses pemeriksaan masih berjalan. Akan kami koordinasikan juga dengan OJK," katanya kepada awak media, Selasa (11/8/2020).
Hanya saja, kata Laksono, BEI belum bisa membeberkan hasil pemeriksaan atas Phillip Sekuritas.
"Nanti akan diumumkan pada waktunya. Proses ini tidak terbuka untuk publik," jelas Laksono.
Mencium banyaknya laporan masyarakat terkait kasus Jouska, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turun gunung.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae, menyampaikan, PPATK sedang melakukan pemetaan kasus Jouska, apakah masuk dalam kategori kejahatan ekonomi, penipuan berkedok investasi mulai dengan meneliti siapa saja yang terlibat dalam transaksi tersebut serta mengusut semua rekening terkait.
"Kita akan bicara berdasarkan fakta-fakta, kita mencari aliran dananya seperti apa, adakah transaksi yang mencurigakan yang mengarah pada kejahatan," kata Dian Ediana Rae, kepada CNBC Indonesia, Kamis (6/8/2020).
Kendati, kerugian yang dialami para nasabah mungkin tak sebesar kerugian PT Asuransi Jiwasraya (Persero), namun, PPATK akan fokus pada kasus-kasus yang terkait dengan sistem keuangan.
"Sekecil apapun, kasus yang terkait sistem keuangan perlu kita cermati jangan sampai investor kehilangan kepercayaan kepada sistem keuangan," ujarnya.
Meski demikian, Dian belum dapat memastikan perlu berapa lama tim PPATK melakukan investigasi terkait kasus Jouska. Pasalnya, PPATK masih membutuhkan waktu untuk menelisik lebih jauh mengenai kemungkinan terjadinya potensi konflik kepentingan, masalah tata kelola perusahaan di internal Jouska.
"Perlu diamanti secara teliti apakah ada fraud tidak, kita sedang memetakan lebih jelas, bagaimana duduk perkaranya," katanya lagi.
Dian melanjutkan, dalam waktu dekat ini, PPATK juga akan melakukan koordinasi dengan Bareskrim Polri untuk mengusut kasus ini.
Satgas Waspada Investasi (SWI) sempat melakukan pendalaman kasus tersebut. Ketua SWI Tongam L. Tobing mengatakan SWI telah meminta Jouska untuk bertanggungjawab menyelesaikan permasalahan antara perusahaan dengan kliennya secara terbuka dengan mengundang klien untuk berdiskusi secara langsung.
Tongam juga menyampaikan, kasus ini sudah di serahkan ke Bareskrim Polri. "Saat ini kasus Jouska sudah ditangani Bareskrim," kata Tongam singkat saat dihubungi, Selasa (1/9/2020).
Beberapa Waktu lalu, SWI sempat meminta masyarakat yang merasa dirugikan juga diminta untuk menghubungi Jouska.
"Kami tidak menerima laporan. Kami mengharapkan semua permasalahan dengan nasabah agar diselesaikan dengan baik," kata Tongam kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/8/2020).
Dari sisi SWI, saat ini masih terus melakukan pendalaman kasus tersebut untuk memastikan langkah penyelesaian yang tepat atas perusahaan perencana keuangan ini.
Pendalaman tak hanya dilakukan pada Jouska, namun atas seluruh perusahaan yang terafiliasi, yakni PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia.
"Kami masih melakukan pendalaman kasus ini," imbuh dia.
Adapun sebelumnya Tongam menyebutkan bahwa Jouska sudah melakukan pelanggaran UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pelanggaran atas UU ini memiliki ancaman pidana hingga 5 tahun dan denda sebesar Rp 5 miliar.
Selain UU pasar modal, Jouska juga disebutkan telah melakukan pelanggaran atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.