Ada Harapan Ekonomi RI Bangkit, Rupiah Terus Perkasa

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 September 2020 09:04
ilustrasi uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Harapan akan pemulihan ekonomi Indonesia membuat rupiah punya tenaga untuk terus menguat

Pada Selasa (1/9/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.530 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,38% di hadapan dolar AS. Ini membuat rupiah menguat dalam tiga hari perdagangan beruntun. Selama tiga hari itu, penguatan rupiah tercatat 0,75%.

Dari dalam negeri, ada kabar baik yaitu aktivitas manufaktur Indonesia meningkat dan sudah masuk zona ekspansi. IHS Markit melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia periode Agustus 2020 berada di 50,8. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 46,9.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 50, berarti pelaku usaha siap melakukan ekspansi.

Angka PMI manufaktur Indonesia kini berada di titik tertinggi sejak Februari. Artinya, perlahan tetapi pasti ekonomi mulai pulih dan kembali ke level pra-pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

"Untuk kali pertama sejak Februari, perusahaan manufaktur Indonesia melaporkan perbaikan kondisi bisnis pada Agustus. Permintaan juga menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, membantu mengurangi laju kehilangan pekerjaan. Kepercayaan bisnis meningkat sejak Juli. Oleh karena itu, data terbaru mengisyaratkan bahwa ekonomi akan bangkit lebih kuat setelah jatuh pada triwulan kedua," sebut Bernard Aw, Kepala Ekonom IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Oleh karena itu, ada harapan ekonomi Indonesia akan membaik setelah menyentuh titik nadir pada kuartal II-2020 di mana Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh negatif atau terkontraksi 5,32%. Memang ada kemungkinan PDB Tanah Air masih negatif pada kuartal III-2020, yang berarti Indonesia masuk resesi, tetapi sepertinya kontraksi tidak ada sedalam kuartal sebelumnya.

Harapan ini bisa menjadi modal bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak lagi arus modal asing. Begitu mereka masuk, percayalah rupiah bakal menguat.

Sementara dari sisi eksternal, dolar AS masih saja tertekan. Pada pukul 08:07 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) terkoreksi 0,01%.

Dalam sepekan terakhir, Dollar Index sudah terpangkas hampir 1%. Sedangkan selama tiga bulan terakhir, indeks ini ambrol 5,66%.

Sejak mencapai puncaknya pada Maret, Dollar Index sudah ambles sekira 11%. Ke depan, bukan tidak mungkin penurunannya lebih curam lagi.

Tekanan terhadap dolar AS disebabkan oleh tren suku bunga rendah di Negeri Paman Sam. Pekan lalu, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) mengumumkan perubahan kebijakan soal target inflasi dari 2% dalam jangka menengah menjadi rata-rata 2% dalam jangka menengah. Artinya, The Fed akan memberi toleransi inflasi rendah sepanjang secara rerata bisa menyentuh 2%.

Perubahan ini dilakukan untuk merespons dampak pandemi virus corona yang sepertinya bakal terus terasa selama beberapa waktu ke depan. Pandemi virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini membuat aktivitas ekonomi turun drastis, baik di sisi produksi maupun permintaan.

"Risiko ke bawah terhadap inflasi dan pasar tenaga kerja meningkat. Perubahan ini mencerminkan niat kami untuk mewujudkan pasar tenaga kerja yang kuat tanpa perlu khawatir terhadap percepatan laju inflasi," sebut Jerome 'Jay' Powell, Ketua The Fed, sebagaimana dikutip oleh Reuters.

Melalui pendekatan ini, pelaku pasar meyakini bahwa suku bunga akan tetap rendah untuk beberapa waktu ke depan. Plus, The Fed akan menempuh berbagai kebijakan lain untuk mendongrak pertumbuhan ekonomi tanpa harus mencemaskan risiko inflasi.

Ini menjadi sentimen negatif buat dolar AS. Suku bunga rendah berarti berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap) menjadi minim imbal hasil.

"Ini adalah kesempatan untuk keluar dari dolar AS," ujar Ulf Lindahl, Chief Investment Officer AG Bisset, seperti dikutip dari Reuters.

Jadi, ke depan mata uang dunia sepertinya masih akan mem-bully dolar AS. Termasuk rupiah, yang masih punya ruang untuk menguat lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular