
Investor Properti & Reksa Dana Pindah ke KPD, Bener Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada tren menarik di pasar modal Asia. Ternyata investor yang berinvestasi di sektor riil yakni properti mulai mengalihkan dananya ke investasi di pasar modal, khususnya skema berbentuk manajemen portofolio atau Portfolio Management Service (PMS) yang dikelola perusahaan manajer investasi (MI).
Bahkan investor yang sudah membenamkan dananya di pasar modal, khususnya reksa dana, juga ikut-ikutan memindahkan dana mereka ke produk pasar modal lainnya yakni PMS.
PMS adalah perjanjian pengelolaan portofolio diskresioner yang harus ditandatangani antara manajer portofolio (MI) dan nasabah. Perjanjian tersebut menetapkan hak dan kewajiban kedua pihak, biaya, return, dan rincian investasi.
Sederhananya, ini kontrak antara pemilik dana dan MI mengenai penempatan dana di instrumen tertentu dengan imbal hasil yang disepakati bersama.
Tren itu terjadi di Negeri Bollywood India seiring dengan penurunan harga dan permintaan real estate yang ambles di sana di tengah pandemi Covid-19. Diketahui, investor yang biasanya berinvestasi di properti mulai memindahkan uang mereka ke produk PMS.
Pemicunya adalah pasar saham domestik India yang mencatatkan reli luar biasa sejak April, sehingga memicu investor tradisional untuk masuk membeli saham lewat MI.
BSE Sensex, indeks acuan utama di Bursa Efek Mumbai, melesat lebih dari 50% dari posisi terendah Maret. BSE Sensex adalah indeks saham yang berisi 30 saham yang dominan di Bursa Mumbai, di Bursa Efek Indonesia (BEI) mirip dengan Indeks LQ45 yang berisi 45 saham paling likuid dan berfundamental bagus di pasar modal.
"Tren ini terlihat di industri reksa dana dan juga di PMS. Di antara hampir 3.000 klien baru, banyak yang merupakan investor PMS untuk pertama kalinya," kata Pramod Gubbi, fund manager perusahaan manajer investasi Marcellus Investment Managers, dikutip Economic India Times, Jumat (28/8/2020).
"Secara historis, mereka hanya berinvestasi di real estate. Tapi sekarang, mereka beralih ke PMS mencoba melakukan diversifikasi aset mereka ke instrumen keuangan," Gubbi.
Perbandingan Kinerja BSE Sensex dengan Indeks Sektor Properti India
![]() Kinerja BSE Index |
Berdasarkan grafik di atas, jika dibandingkan dengan indeks utama (indeks BSE Sensex) dengan indeks sektor properti, kenaikan indeks utama BSE Sensex terlihat menjauhi indeks sektor properti.
Produk KPD
Di Indonesia, produk PMS mirip-mirip dengan produk yang dikelola oleh perusahaan MI yakni kontrak pengelolaan dana (KPD) alias discretionary fund (discre).
Sesuai definisi di situs Sikapiuangmu OJK, KPD adalah pengelolaan portofolio efek untuk kepentingan investor tertentu berdasarkan perjanjian pengelolaan dana yang bersifat bilateral dan individual, yang disusun sesuai peraturan OJK.
Investor yang dapat memiliki KPD bisa perorangan ataupun sebuah badan hukum.
Adapun jumlah dana kelolaan awal untuk setiap nasabah pada pengelolaan portofolio efek untuk kepentingan nasabah secara individual paling kurang Rp 10 miliar.
Sementara itu, jumlah dana kelolaan untuk setiap nasabah dapat mengalami penurunan menjadi kurang dari Rp 10 miliar sepanjang penurunan dimaksud terjadi karena pergerakan harga pasar atas portofolio efek.
Untuk di India, aturan PMS belum disebutkan berapa minimal sebagaimana di aturan OJK.
Lebih lanjut, Gubbi mengatakan sebagian besar para investor properti dan reksa dana memindahkan ke dananya ke PMS, karena merasa kecewa dengan tingkat pengembalian atau return yang terlalu rendah.
Shankar Sharma, pendiri dan pengelola First Global, juga menilai tren ke PMS itu terjadi dari nasabah reksa dana.
Sharma mengatakan model investasi tradisional tidak menghasilkan keuntungan dan ini membuat para investor kecewa dan lelah. Jadi, mereka beralih ke model berbasis data untuk mencari tingkat pengembalian aset yang lebih baik, sesuatu yang dimiliki PMS.
"Ada kecenderungan pasti [investor] menjauh dari bentuk-bentuk investasi tradisional, karena instrumen-instrumen itu belum memberikan cuan. Kami telah melihat banyak sekali investor pemula, yang kebanyakan berasal dari reksa dana. Saya memperkirakan 60-70 persen orang berasal dari sana [investor reksa dana]," Sharma.
Amit Jeswani dari Stallion Asset setuju dengan penilaian Sharma. Dia mengatakan PMS akan menjadi alat investasi yang akan tumbuh secara eksponensial.
"Jika dekade pertama abad ini milik real estat dan yang kedua dimiliki reksa dana, dekade berikutnya adalah milik PMS. Total ukuran pasar industri saat ini sekitar Rs 1,5 lakh crore, yang saya perkirakan akan mencapai Rs 10 lakh crore pada tahun 2030," proyeksi Jeswani.
Sebagai catatan, perhitungan mata uang India terdiri dari 1 lakh yang setara 10.000 rupee, sementara 1 crore India setara dengan 10 juta rupee India. Dengan demikian 1,5 lakh crore setara dengan 1,5 triliun rupe. Adapun 1 rupee India sama dengan sekitar Rp 199, sehingga total nilai pasar dari industri investasi PMS saat setara dengan Rp 299 triliun.
Namun dia belum melihat secara spesifik ada migrasi kelas lintas-aset, sejauh menyangkut PMS.
"Meskipun investor kaya tidak lagi berinvestasi di real estate, sebagian besar kekayaan bersih mereka ada di kelas aset itu [PMS]," katanya.
Seiring dengan berjalannya waktu, konsentrasi geografis investor PMS juga berubah. Gubbi mengatakan, sebagian besar investor PMS di India berasal dari kota-kota papan atas, tetapi kota-kota lapis kedua dan ketiga juga mulai membuat kehadiran mereka terasa, tren yang mirip dengan apa yang terjadi di pasar saham dan reksa dana dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, kisah migrasi dana investor ke PMS ini tidak seluruhnya dialami semua MI di sana.
Akhil Chaturvedi, Associate Director dan Head of Sales & Distribution, Motilal Oswal AMC, mengatakan sebagian besar dana segar yang mereka kelola berasal dari dana top-up dari investor yang ada (eksisting).
"Jumlah investor baru turun. Karena penguncian wilayah atau lockdown. Dokumen yang diperlukan menjadi rumit, karena sebagian besar pemain PMS tidak online. Jadi, 60-70 persen volume didukung oleh klien yang sudah ada yang menyetor lagi uangnya lebih banyak. Sisanya bisa rekening dari investor baru, "ujarnya.
Dia mengatakan bahwa AMC miliknya tidak mengalami peralihan aset tersebut ke PMS.
Kinerja Properti
Di Indonesia, tren rendahnya properti juga tercermin indeks properti dan kinerja emiten-emiten properti yang juga terpengaruh pandemi Covid-19.
Hanya saja belum ada laporan dari MI-MI di Indonesia berkaitan dengan produk KPD, yang ramai diungkapkan hanya reksa dana.
Di tengah pandemi ini, iklim investasi cara lama yang biasanya berinvestasi dalam bentuk fixed asset berupa properti saat pandemic Covid-19 pun dinilai tidak menguntungkan. Pasalnya masyarakat sekarang lebih memilih saving dan daya beli masih rendah karena turunnya pendapatan akibat pandemi.
Walaupun pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan daya beli dan pendapatan, tetapi masyarakat tidak bisa langsung merespons hal tersebut karena kabar ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir.
Sebelumnya pada Juni 2020, harga properti turun 30%. Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) Lukas Bong menyebut koreksi rumah bekas saat ini sudah melebihi tahap kewajaran.
"Koreksi di market bisa 20-30% untuk properti seperti rumah mewah dan ruko strategis yang harganya di atas Rp 1 miliar," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/5).
Di pasar modal, kinerja indeksnya pun kurang oke.
Perbandingan Kinerja IHSG dengan Indeks Sektor Properti
![]() IHSG & Indeks Properti |
Berdasarkan grafik di atas, sektor properti secara year to date (ytd) berada jauh di bawah line chart IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan belum mampu cross dengan IHSG.
Sampai saat ini, mengacu data BEI per 26 Agustus, sektor properti masih mencoba untuk rebound namun belum berhasil.
Minimnya sentimen positif untuk properti membuat sektor tersebut masih "ogah" beranjak dari tempat sebelumnya yang pernah di atas line chart IHSG.
Sebelumnya, chart IHSG dan properti sama-sama saling adu di akhir Maret 2020 hingga awal April 2020, namun akhirnya "berpisah" pada pertengahan Mei 2020.
Pada akhirnya, investor sementara meninggalkan investasi di sektor properti dan beralih investasi ke sektor dengan imbal hasil yang lebih oke.
Khusus untuk reksa dana di Indonesia, kinerjanya masih terbilang bervariatif di tengah beberapa kasus investasi reksa dana.
Namun, pada Juni lalu, hampir semua reksa dana menunjukkan kinerja positif, meskipun sentimen virus corona (Covid-19) belum sepenuhnya hilang.
Berdasarkan data dari Infovesta, reksa dana yang memberikan imbal hasil (return) positif adalah reksa dana pasar uang yang tercermin dari Infovesta 90 Money Market Fund Index yang telah memberikan return 2,02% sejak awal tahun. Dalam sebulan, dari akhir April hingga akhir Mei 2020, reksa dana ini memberikan imbal hasil 0,36%.
Reksa dana lain yang sejak awal tahun masih mencatatkan kinerja positif adalah reksa dana pendapatan tetap dengan kenaikan sebesar 0,92% sepanjang tahun ini, berdasarkan Infovesta 90 Fixed Income Fund Index. Dalam sebulan dengan periode yang sama, reksa dana ini memberikan return 1,71%.
Sementara kinerja Infovesta 90 Equity Fund Index atau reksa dana saham drop 24,91%. Namun dalam sebulan, reksa dana saham sudah menunjukkan tanda-tanda positif naik 0,81%.
Begitu juga dengan reksa dana campuran, di mana Infovesta 90 Balanced Fund index ambles 13,63%. Tapi dalam sebulan terakhir mulai naik 0,86%.
Sedangkan untuk kinerja secara bulanan, untuk periode 30 April hingga 29 Mei 2020, justru reksa dana pendapatan tetap yang menjadi juaranya. Kabar baiknya, seluruh indeks reksa dana tercatat positif pada periode ini.
Imbal hasil reksa dana pendapatan tetap memberikan hasil yang paling tinggi, di mana tercatat memberikan return sebesar 1,71% dalam waktu satu bulan kepada investornya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article NAB Drop, Reksa Dana Mulai Ditinggalkan?
