Dihantam Corona, Ekonomi Negara Mana di ASEAN Paling Tangguh?

Tri Putra, CNBC Indonesia
21 August 2020 15:00
Vietnamese Foreign Minister Pham Binh Minh, center, speaks at a meeting in Nha Trang, Vietnam on Friday, Jan. 17, 2020. The ASEAN foreign ministers hold their annual retreat to discuss regional and international issues and to set out priorities for the rest of the year, in which Vietnam holds the rotating chair of the bloc. (AP Photo/Hau Dinh)
Foto: Pertemuan Menlu ASEAN berlangsung di Vietnam (AP Photo/Hau Dinh)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 memang bukan tahun yang baik bagi perekonomian global. Pandemi covid-19 atau virus corona, menjadi pemicu  kejatuhan ekonomi global ke jurang resesi.

Penyebaran virus yang cepat membuat banyak negara melakukan isolasi diri bahkan melakukan penguncian (lockdown). Kebijakan ini membuat aktivitas ekonomi banyak yang terhenti, khususnya di kuartal kedua tahun 2020 ini ketika virus corona menyebar ke seluruh dunia.

Hal ini tentu saja menyebabkan indikator-indikator ekonomi seperti tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP) yang biasanya digunakan untuk mengukur seberapa pesat pertumbuhan ekonomi di suatu negara, tingkat pengangguran, tingkat inflasi, dan angka PMI manufaktur menjadi kurang cantik.

Pada periode ini banyak negara yang terpaksa jatuh ke jurang resesi yang biasanya ditandakan oleh terkontraksinya GDP suatu negara secara Year on Year (YoY) selama dua periode berturut-turut.

Virus corona tidak pilih kasih, semua negara sedang berkutat bagaimana dalam menanggulangi virus yang suka terhadap kerumunan ini. Memang berberapa negara ada yang terdampak lebih parah dari negara lain.

Bagaimana kondisi perekonomian negara-negara di Asia Tenggara, siapakah yang menjadi korban terparah virus nCov-19, adakah yang sudah pulih? Simak tabel berikut.

Korban kebiadaban virus corona terparah pada kuartal kedua tahun 2020 ini dirasakan oleh Malaysia. Perekonomian malaysia tercatat terkontraksi sampai 17,1% secara tahunan (YoY).

Akan tetapi perekonomian Malaysia belum bisa dikatakan jatuh ke jurang resesi yang sesungguhnya sebab pada kuartal pertama tahun ini ekonominya masih mampu tumbuh meski hanya 0,7%.

Salah satu penyebab tingginya kontraksi di Negeri Jiran adalah karena pemerintahnya tegas dalam menetapkan penguncian wilayah alias lockdown untuk memperlambat penyebaran virus Covid-19.

Tercatat angka konsumsi rumah tangga merosot hingga 18,5% sementara investasi turun 28,9%.

Selain itu harga komoditas Crude Palm Oil (CPO) yang menjadi salah satu unggulan ekspor tetangga Indonesia ini juga tertekan akibat turunya permintaan pasca digerogoti virus corona. Tercatat selama tahun berjalan harga kontrak berjangka CPO masih terkontraksi 10,07% sebenarnya sudah jauh lebih baik sebab sebelumnya CPO sempat terkontraksi sampai 36,30% April silam.

Meski perekonomianya terkontraksi parah, dapat dilihat angka PMI di sektor manufaktur di Negeri Jiran ternyata sudah kembali ke atas angka 50.PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di atas 50, artinya dunia usaha sudah melakukan ekspansi.

Selanjutnya terdapat negara Filipina yang terkontraksi 16,5% YoY dan Thailand yang terkontraksi 12,2% YoY. Kedua negara ini mengandalkan pariwisata sebagai salah satu komponen utama GDP negara masing-masing. Berbeda dengan Malaysia, kedua negara ini sudah resmi jatuh ke jurang resesi sebab GDP nya pada kuartal pertama juga terkontraksi masing-masing 0,7% dan 2%.

Setelah diserang pandemi virus corona, praktis jumlah turis asing maupun lokal yang datang ke dua negara tersebut turun sangat drastis. Tercatat sektor pariwisata di Thailand memegang andil sebanyak 21,6% dari Produk Domestik Bruto Thailand. Pariwisata di Thailand sendiri mayoritas disuplai oleh turis dari China yang sekarang sudah turun mendekati nol karena pandemi virus nCov-19. Meski demikian nampaknya daya beli masyarakat Thailand sudah mulai pulih yang ditunjukkan oleh tingkat inflasinya pada bulan Juli secara MoM yang berada di angka 1,56%

Filipina yang merupakan negara kepulauan seperti Indonesia yang mengandalkan lepas pantai sebagai pariwisatanya bahkan terdampak sangat parah dengan lumpuhnya pariwisata global. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengangguran bulan Juli yang mencapai 17,7% jauh di atas negara-negara lain di ASEAN.

Selanjutnya perekonomian Singapura juga terkontraksi gede-gedean yakni 13,2% YoY pada kuartal kedua dan terkontraksi 0,3% pada kuartal pertama yang menyebabkan Negara Singa sudah secara sah dan meyakinkan jatuh ke jurang resesi. Seperti diketahui perekonomian Negara Singa disokong oleh global trade sehingga dalam kondisi seperti ini, praktis tetangga kita yang satu ini menjadi tidak berdaya.

Apabila melihat kengerian negara tetangga yang ekonominya terkontraksi sampai belasan persen, sebenarnya Indonesia cukup 'beruntung' karena ekonominya hanya terkontraksi 5,3% YoY pada kuartal kedua bahkan pada kuartal pertama perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh 2,97%.

Meski untuk sementara ini Indonesia masih belum masuk ke jurang resesi, akan tetapi tentunya resesi masih mengintai sebab banyak analis, termasuk Menteri Keuangan, Sri Mulyani memprediksikan bahwa perekonomian Indonesia di kuartal ketiga masih ada kemungkinan untuk kembali terkontraksi, apalagi jika melihat data inflasi MoM pada bulan Juli dimana terjadi deflasi sebesar 0,1% yang bisa mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat Indonesia belum benar-benar pulih.

Selain itu sektor manufaktur di Indonesia juga masih belum pulih dan menjadi yang kedua terburuk di negara-negara besar di ASEAN. Tercatat angka indeks PMI Manufaktur Indonesia per bulan Juli berada di angka 46,9 yang menandakan sektor manufaktur di Indonesia masih belum berani berekspansi.

Meskipun rapor ekonomi negara-negara di ASEAN sebagian besar merah, akan tetapi ternyata ada satu negara di ASEAN yang berhasil lolos dari jurang resesi baik teknikal maupun resesi sesungguhnya, bahkan ekonominya berhasil tumbuh di tengah pandemi.

Adalah negara Vietnam yangberhasil mengalami bertahan dari pandemi pada tahun 2020 ini. PDB negara tersebut di kuartal II-2020 masih mampu tumbuh 0,36% YoY. Walaupun memang menurut Bank Dunia pertumbuhan tersebut yang terburuk sejak 35 tahun terakhir. Selain PDB Vietnam yang berhasil tumbuh, tingkat pengangguran juga berhasil ditekan di level 2,73%.

Keberhasilan
ekonomi Vietnam dalam bertumbuh di tengah serangan corona tentunya tidak bisa lepas dari peran pemerintah Vietnam yang 'berlebihan' dalam bersiap menghadapi virus ini.

Seperti dikutip dari Viet Nam News, pemerintah Negeri Paman Ho sudah menyusun strategi untuk mencegah wabah pneumonia akut yang menjangkiti Wuhan sejak awal tahun. Kala itu namanya belum Covid-19.

Wakil Perdana Menteri Vu Duc Dam memerintahkan berbagai kementerian dan lembaga yang terkait untuk menerapkan langkah drastis dalam rangka mencegah pneumonia akut yang disebabkan oleh novel coronavirus (nCov) agar tidak menyebar di Vietnam. Dam memerintahkan lembaga-lembaga tersebut untuk memonitor perkembangan di China dan memperkuat karantina medis di perbatasan, bandara, dan pelabuhan.

Dam menginstruksikan kepada menteri kesehatan untuk segera menyusun rencana aksi untuk merespons penyakit tersebut, menyusul adanya rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia," tulis berita di Viet Nam News tertanggal 17 Januari.

Saat itu, Vietnam mungkin mendapat cap lebay alias berlebihan. Namun ternyata sikap itu sukses menjinakkan penyebaran virus corona.

Per 20 Agustus, jumlah pasien positif corona di negara berpenduduk 97 juta jiwa itu adalah 1.007 orang. Vietnam menjadi salah satu negara dengan kasus corona terendah di Asia Tenggara.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nani! Resesi Negeri Anime Jepang Bakal Panjang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular