Nani! Resesi Negeri Anime Jepang Bakal Panjang?

Tri Putra, CNBC Indonesia
02 August 2020 12:00
Seorang wanita berbaju kimono mengambil foto selfie di parit Chidorigafuchi, saat pengunjung menikmati bunga sakura yang mekar sepenuhnya, selama musim semi di Tokyo, Jepang 26 Maret 2018. REUTERS / Issei Kato
Foto: REUTERS/Issei Kato

Jakarta, CNBC Indonesia - Sedih memang nasib Jepang, kala ekonominya belum pulih pasca diserang bencana alam Badai Hagibis pada 2018 lalu yang merupakan badai terbesar selama 25 tahun terakhir, sekarang Jepang sudah harus siap berkutat melawan pandemi virus corona.

Inilah yang menyebabkan Jepang menjadi salah satu negara pertama yang terkena resesi ekonomi yang disponsori oleh Covid-19, memang tidak ada pengertian pasti mengenai apakah arti resesi ekonomi akan tetapi apabila mengikuti pengertian Julius Shiskin yang merupakan rule of thumb paling populer, definisi resesi adalah kontraksi Produk Domestik Bruto (GDP) secara tahunan (YoY) suatu negara selama dua kuartal berturut-turut.

Pada kuartal ke empat tahun lalu sendiri ekonomi Jepang sudah terkontraksi sebesar 7,1% secara YoY, kontraksi ini karena penurunan tingkat konsumsi masyarakat setelah pemerintah Negara Matahari Terbit meningkatkan Pajak Penambahan Nilai (PPN) dari 8% menjadi 10%.

Memasuki tahun 2020 dengan terseok-seok tentu saja bukanlah kabar baik bagi perekonomian Negara Anime. Seperti diketahui pada awal 2020 ini virus nCov-19 mulai menyebar ke berbagai belahan dunia dan menjadi pandemi global.

Praktis banyak negara terpaksa melakukan lockdown untuk memperlambat penyebaran virus yang suka terhadap kerumunan ini. Dengan diberlakukannya lockdown di berberapa negara, dapat dimaklumi apabila perdagangan global terganggu, sehingga kontraksi ekonomi tentunya tidak dapat dihindari terutama untuk negara yang berorientasi ekspor seperti Jepang.

Meskipun Bank of Japan (BoJ) sudah mengumumkan paket stimulus pemecah rekor sebesar US$ 1,1 triliun, tetap saja dana ini hanya dapat membantu mengurangi impact dari kejatuhan ekonomi Negara Samurai.

Efeknya pada kuartal pertama tahun 2020, perekonomian Jepang kembali terkontraksi sebesar 2,2% secara YoY yang menyebabkan negara ini sudah resmi jatuh ke jurang resesi karena perekonomianya terkontraksi sebanyak dua kuartal berturut-turut. Jepang sendiri terakhir terkena resesi pada 2015 silam.

Tentu saja pada Q2 masih belum ada angin segar sebab pada periode ini giliran Jepang yang mendeklarasikan state of emergency dimana terjadi pembatasan-pembatasan sosial. Meskipun tidak se-ekstrim penguncian wilayah tentu saja keputusan ini juga akan menghentikan laju roda perekonomian dalam negeri di Jepang sehingga lagi-lagi kontraksi tak dapat dihindari.

Data GDP Jepang untuk Q2 2020 sendiri belum dirilis, akan tetapi konsensus sudah memperkirakan perekonomian Jepang akan terkontraksi sebesar 5,7% pada tahun ini sebelum akhirnya berhasil pulih dengan tumbuh sebesar 2,4% pada tahun depan. Sehingga sudah hampir pasti bahwa perekonomian jepang masih akan mengalami resesi pada pertengahan tahun akan tetapi potensi resesi berkepanjangan bisa dibilang kecil.

Resesi Jepang apabila berkepanjangan tentunya akan berpengaruh kepada Indonesia mengingat Jepang menjadi partner perdagangan Indonesia yang terbesar ke 2 setelah China dengan ekspor sebesar US$ 19,5 juta atau kurang lebih 10% dari total ekspor Indonesia, akan tetapi seperti halnya Amerika Serikat (AS), Jepang merupakan negara yang sudah sering keluar masuk resesi sehingga pengalaman Negara Samurai dalam mengarungi badai resesi tidak perlu diragukan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular