Ongkos Logistik RI Masih Mahal, Kalah dari Tetangga di ASEAN

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
17 August 2020 16:45
Sayup suara ombak menyusup hingga ke ruang-ruang sempit Kapal yang tengah bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Rabu (29/7/2020) petang itu. Sejumlah anak dengan berani tengah asik melompat bergantian dari atas kapal, sambil berteriak.
Sunda Kelapa adalah nama pelabuhan yang berada di ujung utara Jakarta. Pelabuhan ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Pada zaman kerajaan, Sunda Kelapa adalah pusat perdagangan. Kini, meski telah dimakan usia, pelabuhan ini masih tetap ramai.
Banyak orang mengais rezeki di Pelabuhan Sunda Kelapa. Ada pedagang, nelayan, Anak Buah Kapal (ABK), pemberi jasa sampan, hingga buruh angkut. Semua tumpah ruah menjadi satu. Namun bagi anak-anak sunda kelapa adalah tempat paling asik untuk bermain.

Pelabuhan Sunda Kelapa lambat laun tidak terlihat sesibuk saat masa jayanya. Kini, pelabuhan tersebut dikelola oleh PT Pelindo II dan tidak mengantongi sertifikasi International Ship and Port Security karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk melayani kapal antar pulau di dalam negeri.

Dari sisi ekonomi pelabuhan ini masih cukup strategis, mengingat berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Menjadi buruh kuli angkut mungkin bukan hal yang dicita-citakn oleh banyak orang. Namun ketika tidak ada lagi keahlian yang bisa ditawarkan selain tenaga kasar maka menjadi buruh kasar sebagai kuli angkut pun harus dijalani.

Setidaknya ini yang tertangkap saat melihat potret para kuli angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta Utara. Dalam sehari para pekerja kuli angkut ini mampu membongkar muatan dengan berat total 300ton. Beban sebesar ini dikerjakan oleh 20an orang pekerja.  (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi aktivitas di pelabuhan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Biaya logistik melalui laut yang mahal menyebabkan transportasi maritim Indonesia masih tertinggal jauh dari negara lainnya. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Agung Kuswandono menyebut ini sangat disayangkan.

Sebab, Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, sehingga potensi menggali transportasi laut sangat besar.

"Biaya logistik kita di RPJMN 2015-2019 yang lalu itu sebesar 23,2%, relatif lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN, apalagi Asia. Mereka sudah sampai 4%-5%. Artinya masih banyak cost yang perlu kita turunkan. Target 2024 di 18%, meski target turunnya gak terlalu jauh, tapi jangan membuat kita kerja slow," kata Agung dalam webinar Marine & Logistics Academy, Senin (17/8/2020).

Menurut dia, jika ada negara Asia lain sudah bisa mencapai angka 5%, maka usaha untuk ke arah sana perlu ditingkatkan. Kerja sama untuk mencapai itu pun perlu ditingkatkan, bukan justru bekerja sepotong-potong dan tidak terintegrasi antara satu instansi dan lainnya.



"Padahal di luar negeri pelanggan kita luar besar tapi di dalam kita kejar yang sifatnya kecil-kecil. Pelabuhan Indonesia mana yang bisa disandari kapal kargo dengan kapasitas besar seperti di Singapura atau Abu Dhabi? Pelabuhan-pelabuhan kita paling besar kapasitasnya menengah, itu pun baru-baru ini saja mereka bisa masuk," ujar Agung.

"Infrastruktur kurang bagus, draft (badan kapal yang tenggelam di air) masih dangkal, pelayanan kurang baik dan seterusnya. Ini jadi PR yang kita perbaiki bersama," lanjutnya.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Logistik Dikecualikan Saat PSBB, Pengusaha Tetap Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular