
Buruknya Rupiah, Kurs Dolar Singapura Nyaris Rp 10.700

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Rabu (12/8/2020) hingga nyaris menyentuh level Rp 10.700/SG$.
Kali terakhir Dolar Singapura menyentuh level tersebut pada 30 April lalu. Penguatan dolar Singapura tersebut menunjukkan buruknya kinerja rupiah hari ini yang juga melemah melawan mata uang lainnya.
Pada pukul 12:40 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.685,97, dolar Singapura menguat 0,4% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Isu resesi masih menjadi penekan utama rupiah. Singapura sudah sah mengalami resesi pada kuartal II-2020 lalu, sementara Indonesia terancam mengalaminya di kuartal III-2020.
Dampak resesi sepertinya lebih buruk bagi rupiah ketimbang dolar Singapura. Sebagai negara emerging market, pertumbuhan ekonomi Indonesia tentunya lebih tinggi ketimbang Singapura yang merupakan negara maju, Sehingga ketika resesi terjadi, berarti kemerosotan ekonomi yang terjadi sangat dalam.
Seandainya Indonesia mengalami resesi, maka akan menjadi yang pertama sejak 1998. Sementara resesi yang dialami Singapura merupakan yang pertama sejak krisis finansial global tahun 2008.
Pada Rabu (5/8/2020) pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode kuartal II-2020 terkontraksi -5,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY).
Sementara dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ), PDB kuartal II-2020 ini mengalami kontraksi -4,19%.
Dengan PDB -5,32% YoY di kuartal II-2020, artinya gerbang resesi sudah terbuka, dan Indonesia terancam memasukinya di kuartal III-2020.
Untuk diketahui, suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB tumbuh negatif 2 kuartal beruntun secara YoY, sementara jika negatif 2 kuartal beruntun secara QtQ disebut sebagai resesi teknikal.
Di hari yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih ada kemungkinan perekonomian Indonesia di kuartal III-2020 tumbuh negatif.
Kontraksi yang cukup dalam di kuartal II memperbesar risiko terjadinya resesi. Menurut Sri Mulyani, sektor-sektor penopang perekonomian yang pada kuartal II ini ikut terkontraksi dalam akan sulit pulih dengan mudah. Oleh karenanya, jika upaya pemerintah tidak maksimal maka Indonesia bisa masuk ke jurang resesi.
"Memang probabilitas negatif (di kuartal III) masih ada karena penurunan sektor tidak bisa secara cepat pulih," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
