Naik 2% Lebih, tapi Masa Depan Minyak Masih Suram

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 August 2020 14:49
Tangki penyimpanan minyak Chevron di Dumai, Riau, Indonesia/Doc.Chevron
Foto: Tangki penyimpanan minyak Chevron di Dumai, Riau, Indonesia/Doc.Chevron

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah menguat lebih dari 2% di pekan ini, terbantu penurunan stok minyak di AS serta rencana pemangkasna produksi Irak. Meski demikian, masa depan minyak mentah dilihat dari segi permintaan masih dipertanyakan.

Berdasarkan data Refinitiv, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) menguat 2,39% sepanjang pekan lalu, berada di level US$ 41,22/barel. Sementara minyak mentah jenis Brent menguat 2,56% ke US$ 44,4/barel.

Pada Rabu (5/8/2020), Energy Information Agency (EIA) AS melaporkan stok minyak mentah AS pekan lalu turun 7,4 juta barel. Penurunan stok minyak mentah ini jauh lebih besar dari perkiraan para analis yang memprediksi stok berkurang sebanyak 3 juta barel.

Penurunan stok tersebut tentunya menjadi kabar bagus bagi harga minyak mentah saat permintaan masih belum terlalu bagus.

Kabar bagus dari sisi supply lainnya datang dari Irak. Arab Saudi dan Irak telah menekankan komitmen penuh mereka pada kesepakatan pemangkasan produksi organisasi eksportir minyak dan koleganya atau yang sering disebut OPEC+

Pada Kamis (6/7/2020), Irak mengatakan akan melakukan pemotongan tambahan dalam produksi minyaknya sekitar 400.000 barel per hari (bpd) pada bulan Agustus untuk mengkompensasi kelebihan produksi selama periode pakta pengurangan pasokan OPEC+ yang lalu.

OPEC+ sendiri memulai pemangkasan pasokan pada bulan Mei dengan volume pemotongan output sebesar 9,7 juta bpd. Periode pemangkasan tersebut berjalan hingga bulan Juli. Setelahnya produksi minyak hanya akan dipangkas sebesar 7,7 juta bpd.

Berdasarkan kesepakatan itu, Irak berkomitmen untuk memangkas produksi sebesar 1,06 juta barel per hari. Irak merupakan salah satu negara anggota OPEC yang memiliki komitmen rendah dan masih mencatatkan produksi di atas kuota yang sudah ditetapkan sehingga harus mengkompensasinya bulan ini.
Dari sisi permintaan, minyak mentah masih mendapat tantangan dari jumlah kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang terus menanjak.

Berdasarkan data Worldometer, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia kini sudah mendekati 20 juta orang, Amerika Serikat menjadi negara penyumbang kasus terbanyak, lebih dari 5 juta orang.

Jumlah kasus yang terus menanjak membuat risiko kebijakan karantina (lockdown) kembali diterapkan. Negara bagian California di AS misalnya, beberapa pekan lagu kembali menerapkan lockdown, begitu juga dengan kota Melbourne di Australia.

Saat kebijakan lockdown kembali diterapkan, maka roda bisnis hingga aktivitas warganya menjadi dibatasi, akibatnya permintaan minyak mentah pun menurun.

Alhasil, harga minyak mentah masih belum bisa jauh dari level US$ 40/barel. Pada perdagangan Jumat, harga minyak WTI mengalami pelemahan 1,74% dan Brent minus 1,53%, yang memangkas penguatannya di pekan ini.

"Mempertahankan harga minyak di level saat ini tidak realistis. Trader hari ini (Jumat) melalukan profit taking sehingga harga minyak mentah melemah, mengingat ada musuh yang tak terlihat, Covid-19," kata Bjornar Tonhaugen dari Rystad Energy sebagaimana dilansir CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Efek Virus Corona Gelombang II di China, Minyak Mentah Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular