Efek Virus Corona Gelombang II di China, Minyak Mentah Merana

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 January 2021 11:22
tambang minyak lepas pantail
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia turun pada perdagangan Senin (25/1/2021), akibat kecemasan pasar akan kemungkinan terjadinya oversupply lagi, setelah terjadi serangan virus corona gelombang kedua di China. 

Melansir data Refinitiv, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah 0,15% ke US$ 52,18/barrel, sementara minyak mentah brent merosot 0,31% ke 55,24/barrel. Sementara sepanjang pekan lalu, kedua acuan harga minyak mentah dunia ini menunjukkan kinerja yang berbeda, WTI melemah 0,34%, sementara Brent naik 0,56%.

Harga minyak mentah sebenarnya berada di level tertinggi dalam satu tahun terakhir, setelah menanjak pada bulan November dan Desember lalu. Dalam 2 bulan tersebut, minyak WTI mampu melesat 35,57%, sementara Brent sebesar 38,28%.

Di awal tahun ini baik WTI dan Brent juga masih menanjak, sebelum mulai mengendur pada pekan lalu. Harapan akan mulai pulihnya perekonomian global setelah vaksinasi massal virus corona dilakukan di berbagai negara membuat minyak mentah yang menguat 2 bulan terakhir.

Saat perekonomian mulai pulih, permintaan minyak mentah tentunya akan meningkat.

Namun belakangan ini pasar dibuat cemas setelah China dilanda serangan virus corona gelombang kedua. China merupakan negara konsumen minyak mentah terbesar kedua di dunia, jika serangan gelombang kedua tersebut membuat roda bisnisnya kembali melambat, maka permintaan minyak mentah akan kembali menurun. Menurunnya permintaan dari China tentunya dapat mengakibatkan oversupply

"Pandemi virus corona terlihat terus meluas dan menjadi serangan gelombang kedua di China, dengan infeksi bertambah setiap harinya dan menjangkiti banyak wilayah, seperti di Shanghai," kata Lousie Dickson, analis pasar di Rystad Energy, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (22/1/2021).

Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan pada 24 Januari terjadi penambahan kasus baru Covid-19 sebanyak 124 orang, naik dari hari sebelumnya 80 orang.

Pada Rabu (13/1/2021), China sudah melakukan lockdown kota Shijianzhuang dan Xintai dengan penduduk mencapai 17 juta orang di provinsi Hebei. Selain itu, kota Langfang di provinsi yang sama juga di-lockdown.

Di hari yang sama Provinsi Heilongjiang juga mengumumkan keadaan darurat Covid-19 di kota Suihua dan me-lockdown 5,2 juta penduduknya.

Ibu kota Beijing sendiri sudah melakukan lockdown ke sejumlah distrik.

Peningkatan kasus Covid-19 tersebut terjadi beberapa pekan sebelum Tahun Baru China, dimana merupakan puncak mobilitas tertinggi. Sehingga ada kecemasan jika serangan gelombang kedua belum bisa dikendalikan, kasus Covid-19 bisa "meledak" lagi di China, semakin banyak wilayah yang di-lockdwon, dan permintaan minyak mentah berisiko terus menurun.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 2020 Harga Minyak Sempat Negatif, Tahun Ini Sudah Meroket 26%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular