Bursa saham Amerika Serikat (AS) mengakhiri perdagangan kemarin ke zona hijau, setelah sempat berayun ke zona merah pada pembukaan perdagangan Selasa (4/8/2020) di tengah aksi tunggu dan cermati (wait and see) pelaku pasar.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 164,1 poin (+0,6%) pada penutupan perdagangan ke 26.828,47. Nasdaq menguat 0,35% sedangkan S&P 500 tumbuh 0,36% ke 3.306,51.
Indeks saham sektor energi dan properti menjadi pendorong bursa AS, sementara saham teknologi bergerak variatif. Saham Apple menguat 0,6%, Netflix tumbuh 2,2% sedangkan Facebook dan Alphabet (induk usaha Google) tertekan, masing-masing sebesar -0,85% dan -0,6%. .
"Saham teknologi telah menarik perhatian karena kinerja total keuntungannya yang flamboyan, tetapi yang kurang disukai adalah sekonsisten apa mereka," tutur Jim Paulsen, Kepala Perencana Investasi Leuthold Group, dalam laporan risetnya yang dikutip CNBC International.
Investor terus memonitor negosiasi paket stimulus yang baru. Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan bahwa pihaknya dan pihak Gedung Putih telah melangsungkan diskusi yang "produktif" pada Senin, meski ada beberapa isu yang masih mengganjal.
"Kami terus menjalankan alurnya," ujar Pelosi, meski "masih ada beberapa perbedaan." Sejauh ini, kedua belah pihak telah sepakat mengenai dana lump sum senilai US$ 1.200 untuk penganggur tetapi masih belum sepakat mengenai nilai tunjangan pengangguran.
Gedung Putih ingin angka tunjangan pengangguran ditetapkan sebesar US$ 200 per pekan, sedangkan politisi partai Demokrat mengusulkan angkanya tetap seperti sebelumnya yakn di level US$ 600.
"Menurut hemat kami, Kongres akan mengumpulkan kekuatannya untuk mendorong stimulus jangka pendek," tutur Darrell Cronk, Presiden Wells Fargo Investment Management, dalam laporan risetnya, yang dikutip CNBC International. Namun, lanjut dia, tantangan yang lebih besar muncul pada 2021 ketika efek stimulus tahun ini kian pudar.
Kemarin, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melesat 236,08 poin (0,9%) ke 26.664,4. Indeks Nasdaq menguat 1,5% ke level tertinggi sepanjang sejarah pada 10.902,8 dan S&P 500 naik 0,7% ke 3.294,61, atau tertinggi sejak 21 Februari (pra-pandemi).
Sentimen di Wall Street juga menguat berkat rilis emiten farmasi Eli Lilly yang tengah memulai uji coba tahap ketiga untuk obat anti-corona. Obat berkode LY-CoV555 ini diyakini bisa mencegah penyebaran virus Covid-19 di kalangan tenaga medis.
Pelaku pasar sedang memasang mode tunggu dan cermati (wait and see) karena Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data output ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2020.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan konsensus bahwa PDB akan turun 4,53% secara tahunan (year-on-year/YoY). Secara kuartalan, PDB April-Juni 2020 diperkirakan -2,89%, melanjutkan terkontraksi kuartal sebelumnya sebesar -2,41%.
Kalau benar terwujud, maka perekonoman Indonesia secara teknikal terkategori memasuki masa resesi, di mana ekonomi menurun dua kuartal berturut-turut, mengekor Singapura akan menjadi catatan terburuk sejak 2009. Kala itu, Indonesia sedang mencoba bangkit dari terpaan krisis keuangan Asia alias krisis moneter alias krismon.
Konsensus yang dihimpun Tradingeconomics memperkirakan ekonomi Indonesia minus 3,49% secara kuartalan, melanjutkan kontraksi kuartal pertama sebesar 2,41%. Secara tahunan, PDB diprediksi terkontraksi 4,61%, dari kuartal sebelumnya yang masih tumbuh 2,97%.
Angka prediksi berbasis konsensus itu sama seperti yang dihimpun Reuters, yakni -4,61% alias buruk dari yang diproyeksikan pemerintah sebesar -4,3%.
Dengan kata lain, para pelaku pasar sudah mengantisipasi kondisi resesi ini, sembari memahami betul bahwa resesi bukanlah akhir segalanya. Yang ditunggu pelaku pasar adalah kejutan, yang mengirim sensasi ketakutan (fear) atau harapan (hope).
Jika ada kejutan kecil yang menunjukkan bahwa kontraksi PDB ternyata tidak separah yang diduga, pasar akan dengan mudah merespons positif dengan kembali masuk ke pasar, memborong saham murah yang mereka lepas sebelumnya. Ada harapan bahwa kondisi ke depan tidaklah seburuk yang diperkirakan.
Sebaliknya, jika data menunjukkan bahwa tingkat konsumsi rumah tangga (sebagai komponen pembentuk 53% PDB) benar-benar terpukul lebih parah dari perkiraan, maka pasar akan "menghukum" dengan kembal melakukan aksi jual.
Yang tak kalah pentingnya, pasar akan melihat respons pemerintah-dalam hal ini Kementerian Koordinator Perekonomian bersama Menteri Keuangan, serta Bank Indonesia (BI)-guna meredam efek krisis pandemi ini. Sesigap apa mereka menyikapinya, ataukah bakal berujung pada retorika, "nanti juga sembuh sendiri".
Di tengah lesunya mesin pertumbuhan ekonomi nasional (konsumsi, invstasi, dan ekspor), resesi memang tidak bisa dihindarkan. Yang kini diperlukan adalah stimulus sebagai bantalan agar ekonomi yang jatuh itu tidak mengejawantah menjadi bisnis yang ambruk dan krisis sosial.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Pertumbuhan utang Indonesia Juni (15:30 WIB)
- RUPST PT Citra Putra Realty Tbk (tentatif)
- Rilis PMI sektor jasa China per Juli versi Caixin (08:45 WIB)
- RUPST PT Andira Agro Tbk (09:00 WIB)
- RUPST PT Dafam Property Indonesia Tbk (10:00 WIB)
- RUPST PT Tourindo Guide Indonesia Tbk (10:00 WIB)
- RUPST PT Putra Rajawali Kencana Tbk (10:00 WIB)
- RUPST PT Royalindo Investa Wijaya Tbk (10:30 WIB)
- Rilis PDB Indonesia per kuartal II-2020 (11:00 WIB)
- Rilis indeks Keyakinan Bisnis Indonesia (12:00 WIB) RUPST PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (14:00 WIB)
- RUPST PT Bumi Citra Permai Tbk (14:00 WIB)
- RUPST PT Semen Baturaja Tbk (14:00 WIB)
- Rilis neraca perdagangan AS per Juni (19:30 WIB)
- Rilis stok BBM & minyak mentah AS Juli (21:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal I-2020 YoY) | 2,97% |
Inflasi (Juli 2020 YoY) | 1,54% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2020) | 4% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal I-2020) | -1,42% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal I-2020) | -US$ 8,54 miliar |
Cadangan devisa (Juni 2020) | US$ 131,72 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA