
Jadi, Akankah Sinyal Resesi Muncul di RI Hari Ini?

Pelaku pasar sedang memasang mode tunggu dan cermati (wait and see) karena Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data output ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2020.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan konsensus bahwa PDB akan turun 4,53% secara tahunan (year-on-year/YoY). Secara kuartalan, PDB April-Juni 2020 diperkirakan -2,89%, melanjutkan terkontraksi kuartal sebelumnya sebesar -2,41%.
Kalau benar terwujud, maka perekonoman Indonesia secara teknikal terkategori memasuki masa resesi, di mana ekonomi menurun dua kuartal berturut-turut, mengekor Singapura akan menjadi catatan terburuk sejak 2009. Kala itu, Indonesia sedang mencoba bangkit dari terpaan krisis keuangan Asia alias krisis moneter alias krismon.
Konsensus yang dihimpun Tradingeconomics memperkirakan ekonomi Indonesia minus 3,49% secara kuartalan, melanjutkan kontraksi kuartal pertama sebesar 2,41%. Secara tahunan, PDB diprediksi terkontraksi 4,61%, dari kuartal sebelumnya yang masih tumbuh 2,97%.
Angka prediksi berbasis konsensus itu sama seperti yang dihimpun Reuters, yakni -4,61% alias buruk dari yang diproyeksikan pemerintah sebesar -4,3%.
Dengan kata lain, para pelaku pasar sudah mengantisipasi kondisi resesi ini, sembari memahami betul bahwa resesi bukanlah akhir segalanya. Yang ditunggu pelaku pasar adalah kejutan, yang mengirim sensasi ketakutan (fear) atau harapan (hope).
Jika ada kejutan kecil yang menunjukkan bahwa kontraksi PDB ternyata tidak separah yang diduga, pasar akan dengan mudah merespons positif dengan kembali masuk ke pasar, memborong saham murah yang mereka lepas sebelumnya. Ada harapan bahwa kondisi ke depan tidaklah seburuk yang diperkirakan.
Sebaliknya, jika data menunjukkan bahwa tingkat konsumsi rumah tangga (sebagai komponen pembentuk 53% PDB) benar-benar terpukul lebih parah dari perkiraan, maka pasar akan "menghukum" dengan kembal melakukan aksi jual.
Yang tak kalah pentingnya, pasar akan melihat respons pemerintah-dalam hal ini Kementerian Koordinator Perekonomian bersama Menteri Keuangan, serta Bank Indonesia (BI)-guna meredam efek krisis pandemi ini. Sesigap apa mereka menyikapinya, ataukah bakal berujung pada retorika, "nanti juga sembuh sendiri".
Di tengah lesunya mesin pertumbuhan ekonomi nasional (konsumsi, invstasi, dan ekspor), resesi memang tidak bisa dihindarkan. Yang kini diperlukan adalah stimulus sebagai bantalan agar ekonomi yang jatuh itu tidak mengejawantah menjadi bisnis yang ambruk dan krisis sosial.
(ags/ags)