
Bangkit di Menit-menit Akhir, Rupiah Catat Penguatan Tipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (4/8/2020), menghentikan kinerja negatif dalam 2 hari perdagangan terakhir.
Menanti rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia, rupiah tertekan sejak awal perdagangan, baru di menit-menit akhir berhasil bangkit.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.560/US$, tetapi tidak lama langsung melemah. Nyaris sepanjang perdagangan dihabiskan di zona merah, rupiah terdepresiasi 0,27% di Rp 14.600/US$. Beberapa menit sebelum perdagangan berakhir, rupiah perlahan bangkit hingga akhirnya menguat 0,07% di Rp 14.540/US$ di pasar spot.
Dengan penguatan tipis tersebut, rupiah tidak menjadi mata uang terburuk di Asia hari ini. Hingga pukul 15:35 WIB, dolar Taiwan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk, meski pelemahannya hanya 0,15%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Mata Uang | Kurs Terakhir | Perubahan |
USD/CNY | 6,9828 | 0,04% |
USD/IDR | 14.550 | -0,07% |
USD/INR | 75,035 | -0,19% |
USD/JPY | 106,02 | 0,08% |
USD/KRW | 1.193,99 | 0,12% |
USD/MYR | 4,220 | -0,05% |
USD/PHP | 49,110 | 0,04% |
USD/SGD | 1,3757 | -0,02% |
USD/THB | 31,09 | -0,35% |
USD/TWD | 29,39 | 0,15% |
Isu resesi masih menjadi penekan utama rupiah jelang rilis data produk domestik bruto (PDB) Indonesia Rabu besok.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan median PDB di kuartal II-2020 sebesar -4,53%. Itu akan menjadi pertumbuhan ekonomi terburuk sejak 1999.
Hanya keajaiban yang bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh di kuartal II-2020. PDB minus sudah diprediksi banyak pihak termasuk dari pemerintah melalui Kementerian Keuangan.
PDB minus di kuartal II-2020 menjadi pintu gerbang resesi bagi Indonesia. Jika di kuartal III-2020 juga minus maka sah mengalami resesi. Dan risiko tersebut cukup besar, mengingat adanya ancaman pemulihan ekonomi berjalan lambat.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kembali memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pada Kamis pekan lalu, akibat penambahan kasus pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang masih tinggi, serta munculnya cluster baru di perkantoran. PSBB transisi diperpanjang selama 2 pekan hingga 13 Agustus mendatang.
PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama. Dengan perpanjangan tersebut artinya separuh kuartal III-2020 masih terjadi PSBB transisi, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia.
Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap PDB nasional di tahun 2019.
Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery.
Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.
"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia.
Akibat isu resesi tersebut, rupiah menjadi tertekan.
