Harga Tak Bergerak, Ada Apa dengan Minyak Dunia?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
17 July 2020 10:42
The sun sets behind an idle pump jack near Karnes City, Texas, Wednesday, April 8, 2020. Demand for oil continues to fall due to the new coronavirus outbreak. (AP Photo/Eric Gay)
Foto: Ilustrasi Kilang Minyak (AP/Eric Gay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah pada perdagangan Jumat (17/7/2020) flat. Keputusan organisasi negara eksportir minyak (OPEC+) untuk melonggarkan pemangkasan output membuat pasar kurang bergairah.

Pada 09.30 WIB, harga minyak mentah untuk kontrak berjangka Brent dipatok di US$ 43,35/barel dan untuk acuan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) dipatok di US$ 40,77/barel nyaris tak beranjak dari level penutupan kemarin.

Bulan Juli tinggal kurang dari dua pekan lagi. Masuk bulan Agustus OPEC+ memutuskan untuk menurunkan pemangkasan outputnya sebesar 2 juta barel per hari (bpd) dari level pemangkasan Mei-Juli di 9,7 juta bpd. 

Pemangkasan sebesar 7,7 juta bpd ini akan berlaku mulai bulan depan hingga akhir tahun. Namun Menteri Energi Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan volume pemangkasan untuk beberapa bulan mendatang akan lebih besar dari 7,7 juta bpd karena ada beberapa negara yang harus menambal produksi berlebihan periode sebelumnya.

Menurut kalkulasi OPEC, penambahan pasokan di pasar diperkirakan mencapai 1,1 juta bpd mengingat negara-negara seperti Irak masih kelebihan produksi selama Mei-Juli. Reduksi rencananya akan dilakukan mulai dari Agustus hingga September.

Vivek Dhar, analis komoditas di Commonwealth Bank of Australia, mengatakan bahwa pasar mengambil hati dengan kesepakatan untuk memberikan kompensasi untuk ketidakpatuhan komitmen yang dilakukan negara-negara anggota OPEC

"Mereka mengambil tindakan pencegahan itu. Itu memberi kepercayaan pasar bahwa OPEC+ melihat cukup dekat pada kondisi itu untuk memastikan mereka tidak mendorong pasar ke arah yang salah," katanya.

Analis memperkirakan pasar akan tetap berada di kisaran US$ 40-45 per barel. Risiko kali ini datang dari kembalinya pasokan AS dan ketidakpastian atas permintaan bahan bakar karena penerapan lockdown baru.

AS yang merupakan negara dengan jumlah kasus infeksi terbanyak di dunia, kemarin melaporkan ada tambahan 75 ribu kasus baru dan menjadi rekor yang tercatat selama ini. Negara bagian California bahkan kembali menerapkan pembatasan.

"Masalah dengan pasar saat ini adalah harga telah mencapai tingkat di mana kami khawatir pasokan A.S. akan kembali," kata Dhar kepada Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Mentah Masih Kuat Nanjak Walau Terancam Corona

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular