Arab Saudi-Rusia Pecah Kongsi, Minyak Mentah Ambles 25%

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 March 2020 17:36
OPEC+ gagal mencapai kata sepakat untuk membatasi tingkat produksi.
Foto: Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah ambles di pekan ini setelah Arab Saudi dan Rusia pecah kongsi, selain itu pandemi virus corona atau COVID-19 memperburuk outlook permintaan di tahun ini.

Harga minyak mentah jenis Brent sepanjang pekan ini merosot 24,9%, sementara jenis West Texas Intermediate (WTI) anjlok 23,13%.

Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang dipimpin Arab Saudi bersama dengan Ruisa dan beberapa negara lainnya, yang disebut OPEC+, beberapa tahun terakhir menerapkan kebijakan pembatasan jumlah produksi guna mengangkat harga minyak mentah.

Tetapi pada Jumat pekan lalu OPEC+ gagal mencapai kata sepakat untuk membatasi tingkat produksi. Menteri Energi Rusia, Alexander Novak mengatakan meninggalkan pertemuan OPEC+ di Wina Austria, yang berarti Rusia bebas untuk memproduksi minyak mentah seberapapun besarnya mulai tanggal 1 April.




Anggota aliansi non-OPEC yang dipimpin oleh Rusia diminta berkontribusi terhadap pemangkasan tersebut sebesar 500.000 barel per hari. Namun Rusia menolak usulan tersebut.

"Kami membuat keputusan ini karena tidak didapat konsensus bagaimana 24 negara harus bereaksi terhadap situasi saat ini. Jadi mulai 1 April, kami akan mulai memproduksi minyak tanpa kuota atau pengurangan yang sudah dilakukan sebelumnya, tetapi bukan berarti setiap negara tidak akan memonitor dan menganalisa perkembangan pasar" kata Novak sebagaimana dilansir CNBC International.

Keputusan tersebut juga membuat Arab Saudi bereaksi. Pada Sabtu (6/3/2020), Arab Saudi mendiskon harga minyak mentah ekspornya sebesar 10%.

Selain itu, mulai 1 April ada kemungkinan besar OPEC dan aliansinya akan lebih menggunakan strategi peningkatan pangsa pasar ketimbang mendukung stabilitas harga. Jadi bisa saja Arab Saudi memproduksi minyak pada kapasitas maksimalnya per hari hingga lebih dari 12,5 juta barel per hari.

Akibatnya harga minyak mentah langsung ambles di awal pekan ini.

Sebelum Arab Saudi dan Rusia pecah kongsi, harga minyak mentah sebenarnya sudah dalam tekanan akibat pandemi COVID-19. Lebih dari 100 negara terpapar COVID-19, menjangkiti lebih dari i 145.000 dengan korban meninggal sebanyak 5.411 orang. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi global diprediksi akan melambat signifikan, sehingga permintaan akan minyak mentah berisiko menurun.


Wabah yang berasal dari kota Wuhan, provinsi Hubei, China tersebut sudah melumpuhkan aktivitas ekonomi negeri Tiongkok. Selain itu Amerika Serikat (AS) juga sudah mengumumkan darurat nasional pandemi COVID-19.

2 negara tersebut merupakan konsumen minyak mentah terbesar di dunia, yang berarti permintaan dari AS dan China berisiko menurun signifikan. Belum lagi dari negara-negara yang terdampak lainnya, sehingga outlook permintaan minyak mentah di tahun ini menjadi suram.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Naik-Turunnya Kebangetan, Kenapa sih dengan Harga Minyak?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular