
Setelah Kemarin Anjlok, Hari ini Harga Minyak Rebound 6%
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 March 2020 10:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah anjlok dalam kemarin, harga minyak mentah kontrak berjangka hari ini naik signifikan. Walau masih berada di bawah US$ 40/barel harga minyak rebound.
Pada Selasa (10/3/2020) harga minyak naik signifikan. Brent naik 6,11% ke level US$ 36,46/barel sementara WTI naik 5,33% ke US$ 32,79/barel setelah kemarin anjlok dalam lebih dari 25%.
Anjloknya harga minyak ada dua sebab. Pertama adalah gagalnya organisasi negara-negara eksportir minyak dan aliansinya (OPEC+) untuk mencapai kata sepakat terkait kebijakan produksi minyak di tengah wabah corona.
Arab selaku pimpinan OPEC mengusulkan produksi minyak dipangkas lebih dalam lagi sebesar 1,5 juta barel per hari (bpd). OPEC bersedia berkontribusi terhadap pemangkasan produksi sebesar 1 juta bpd dan meminta Rusia dan negara lain non-OPEC berkontribusi sebesar 500.000 bpd sisanya.
Namun proposal tersebut ditolak oleh Rusia karena tindakan pemangkasan produksi yang berkelanjutan itu merupakan hal yang sia-sia. Rusia merasa muak dengan pemangkasan produksi minyak yang terus berlanjut sementara produksi minyak AS terutama 'shale oil' yang terus mengalami kenaikan.
"Hasil akhir dari periode pemangkasan produksi minyak OPEC+ yang terus diperpanjang, pada akhirnya cepat diganti oleh pasokan minyak dari Amerika [US Shale Oil]" kata Mikhail Leontief, seorang Sekretaris Pers Rosneft yang merupakan perusahaan migas terbesar di Rusia, mengutip Financial Times.
Merasa jengkel dengan hal itu, Arab Saudi lebih memilih untuk mengambil maneuver dengan rencananya untuk meningkatkan produksi minyaknya dan mendiskon harga minyak ekspornya sebesar 10%. Ini menjadi sebab kedua anjloknya harga minyak kemarin.
Arab Saudi beralih strategi dari sebelumnya lebih menekankan kestabilan harga pasar ke strategi meraih pangsa pasar yang lebih luas. Strategi ini juga sempat digunakan Arab Saudi pada 1986-87, 1998-99 dan terakhir 2014-15. Jika Arab memang akan menaikkan produksi minyaknya secara signifikan, maka potensi kenaikan produksi minyak OPEC akan sebesar 1,5 juta bpd.
Facts Global Energi (FGE) memperkirakan dengan kebuntuan yang terjadi dan negara-negara OPEC serta aliansinya kembali pada tingkat produksi normal maka akan ada kelebihan volume sebesar 4 juta bpd.
Arab Saudi berani mengambil langkah yang terbilang 'gila' dengan mengobral harga minyaknya dengan murah karena memang ongkos produksi minyak Arab sangatlah rendah. Mengacu pada data Kosatka, ongkos produksi minyak Arab Saudi sebesar US$ 3/barel dan total ongkos produksinya mencapai US$ 8,98/barel.
Dalam sebuah catatan, FGE menuliskan jika harga minyak jatuh ke level US$ 20/barel maka akan ada kompromi dalam waktu tiga bulan ke depan. Namun jika harga masih berada di level US$ 40/barel maka jalur kompromi akan berjalan lebih lama.
Rusia dapat mentolerir harga minyak jika masih berada di level US$ 40/barel. Namun jika harga minyak jatuh ke level US$ 20/barel maka Rusia tak akan mampu mentolerirnya mengingat ongkos total produksi minyak Rusia sebesar US$ 19,21/barel.
Karena kemarin harga minyak sudah anjlok signifikan dan merupakan koreksi harian terdalam sejak 1991, wajar kalau hari ini terjadi rebound.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Ganasnya Serangan Virus Corona Buat Harga Minyak Ambles
Pada Selasa (10/3/2020) harga minyak naik signifikan. Brent naik 6,11% ke level US$ 36,46/barel sementara WTI naik 5,33% ke US$ 32,79/barel setelah kemarin anjlok dalam lebih dari 25%.
Anjloknya harga minyak ada dua sebab. Pertama adalah gagalnya organisasi negara-negara eksportir minyak dan aliansinya (OPEC+) untuk mencapai kata sepakat terkait kebijakan produksi minyak di tengah wabah corona.
Arab selaku pimpinan OPEC mengusulkan produksi minyak dipangkas lebih dalam lagi sebesar 1,5 juta barel per hari (bpd). OPEC bersedia berkontribusi terhadap pemangkasan produksi sebesar 1 juta bpd dan meminta Rusia dan negara lain non-OPEC berkontribusi sebesar 500.000 bpd sisanya.
Namun proposal tersebut ditolak oleh Rusia karena tindakan pemangkasan produksi yang berkelanjutan itu merupakan hal yang sia-sia. Rusia merasa muak dengan pemangkasan produksi minyak yang terus berlanjut sementara produksi minyak AS terutama 'shale oil' yang terus mengalami kenaikan.
"Hasil akhir dari periode pemangkasan produksi minyak OPEC+ yang terus diperpanjang, pada akhirnya cepat diganti oleh pasokan minyak dari Amerika [US Shale Oil]" kata Mikhail Leontief, seorang Sekretaris Pers Rosneft yang merupakan perusahaan migas terbesar di Rusia, mengutip Financial Times.
Merasa jengkel dengan hal itu, Arab Saudi lebih memilih untuk mengambil maneuver dengan rencananya untuk meningkatkan produksi minyaknya dan mendiskon harga minyak ekspornya sebesar 10%. Ini menjadi sebab kedua anjloknya harga minyak kemarin.
Arab Saudi beralih strategi dari sebelumnya lebih menekankan kestabilan harga pasar ke strategi meraih pangsa pasar yang lebih luas. Strategi ini juga sempat digunakan Arab Saudi pada 1986-87, 1998-99 dan terakhir 2014-15. Jika Arab memang akan menaikkan produksi minyaknya secara signifikan, maka potensi kenaikan produksi minyak OPEC akan sebesar 1,5 juta bpd.
Facts Global Energi (FGE) memperkirakan dengan kebuntuan yang terjadi dan negara-negara OPEC serta aliansinya kembali pada tingkat produksi normal maka akan ada kelebihan volume sebesar 4 juta bpd.
Arab Saudi berani mengambil langkah yang terbilang 'gila' dengan mengobral harga minyaknya dengan murah karena memang ongkos produksi minyak Arab sangatlah rendah. Mengacu pada data Kosatka, ongkos produksi minyak Arab Saudi sebesar US$ 3/barel dan total ongkos produksinya mencapai US$ 8,98/barel.
Dalam sebuah catatan, FGE menuliskan jika harga minyak jatuh ke level US$ 20/barel maka akan ada kompromi dalam waktu tiga bulan ke depan. Namun jika harga masih berada di level US$ 40/barel maka jalur kompromi akan berjalan lebih lama.
Rusia dapat mentolerir harga minyak jika masih berada di level US$ 40/barel. Namun jika harga minyak jatuh ke level US$ 20/barel maka Rusia tak akan mampu mentolerirnya mengingat ongkos total produksi minyak Rusia sebesar US$ 19,21/barel.
Karena kemarin harga minyak sudah anjlok signifikan dan merupakan koreksi harian terdalam sejak 1991, wajar kalau hari ini terjadi rebound.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Ganasnya Serangan Virus Corona Buat Harga Minyak Ambles
Most Popular