Harga Minyak Sentuh US$ 45/Barel, Tertinggi dalam 5 Bulan

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 August 2020 10:47
FILE PHOTO: Oil pours out of a spout from Edwin Drake's original 1859 well that launched the modern petroleum industry at the Drake Well Museum and Park in Titusville, Pennsylvania U.S., October 5, 2017. REUTERS/Brendan McDermid/File Photo
Foto: Ilustrasi: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 asli Edwin Drake yang meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. REUTERS / Brendan McDermid / File Foto

Jakarta, CNBC Indonesia - Kamis (6/7/2020), harga minyak mentah cenderung menguat tipis. Kini harga emas hitam itu sudah berada di level tertingginya dalam hampir lima bulan terakhir. 

Pada 09.40 WIB, harga minyak mentah kontrak Brent dipatok di US$ 45,24/barel atau menguat 0,15% dibanding posisi penutupan kemarin. Di saat yang sama minyak acuan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) cenderung flat di US$ 42,16/barel.

Harga minyak mentah naik semalam setelah data resmi stok minyak mentah AS dirilis. Energy Information Agency (EIA) AS melaporkan stok minyak mentah AS pekan lalu turun 7,4 juta barel. Penurunan stok minyak mentah ini jauh lebih besar dari perkiraan para analis yang memprediksi stok berkurang sebanyak 3 juta barel.

Di sisi lain lemahnya dolar greenback yang tercermin dari posisi indeks dolar berada di level terendah dalam dua tahun terakhir membuat komoditas yang dibanderol dalam mata uang ini mendapat keuntungan karena menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain dan minyak adalah salah satu komoditas tersebut.

Support lain untuk harga minyak juga datang dari perkembangan terbaru seputar lanjutan paket stimulus ekonomi untuk bantuan masyarakat terdampak pandemi di AS antara Gedung Putih dengan kongres dari Partai Demokrat.

Data pabrikan AS juga menunjukkan tanda-tanda ekonomi mulai membaik. Data factory order bulan Juni naik 6,2% dibanding bulan sebelumnya dan lebih tinggi dari perkiraan konsensus di angka 5%.

Sementara itu di Zona Euro, aktivitas bisnis di bulan Juli juga membaik seiring dengan relaksasi lockdown untuk menekan penyebaran virus corona. Hal ini tercermin dari peningkatan angka indeks pembelian manajer (PMI) di bulan Juli ke level 54,9 dari sebelumnya di 48,5 pada Juni.

Seiring  dengan membaiknya aktivitas ekonomi, permintaan terhadap bahan bakar juga akan ikut terdongkrak. Namun kenaikan kasus infeksi virus corona yang terus berlanjut membuat prospek ekonomi ke depan masih penuh dengan ketidakpastian.

Reuters melaporkan kasus kematian akibat infeksi virus corona pada Rabu kemarin mencapai 700.000 orang. Fatalitas tertinggi dilaporkan di AS, Brazil, India dan Mexico. Sampai dengan hari ini jumlah pengidap Covid-19 secara global sudah lebih dari 18,7 juta orang.

"Kami melihat permintaan bensin akan turun mendekati 7% secara year on year pada kuartal III, dengan gasoil/diesel turun 4% yang mengindikasikan adanya perlambatan pemulihan dan kembalinya permintaan ke level 2019 tahun ini menjadi diragukan" kata JBC Energy kepada Reuters.

Selain pandemi Covid-19 yang terus merebak, tensi geopolitik Washington-Beijing juga menjadi faktor lain yang semakin membuat prospek ekonomi ke depan semakin buram dan berpotensi besar menyeret resesi global akan terjadi semakin mendalam. Tentu ini bukan kabar baik untuk pasar minyak mentah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ancaman Perang Dunia 3 Bikin Harga Minyak Mendidih, Waspada!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular