
Waduh, Rencana Salim Caplok Pinehill Rp 42 T Terancam Gagal?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana emiten consumer good milik Grup Salim, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang akan mengakuisisi penuh saham Pinehill Company Limited (PCL) yang dimiliki oleh Pinehill Corpora senilai US$ 2,99 miliar atau setara Rp 41,56 triliun dengan asumsi kurs Rp 13.901 per dolar AS tampaknya masih terkendala.
Sebelumnya manajemen ICBP menyebutkan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk meminta 'restu' akuisisi ini ditunda Rabu kemarin (15/7/2020) lantaran pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih memberikan tambahan permintaan bagi perseroan terkait dengan rencana akuisisi penuh saham Pinehill tersebut.
RUPSLB sedianya digelar pada Rabu kemarin ditunda dengan agenda selanjutnya yang akan segera diumumkan perusahaan.
"Bersama ini kami memberitahukan bahwa RUPSLB perseroan yang semua akan dilaksanakan pada Rabu ini ditunda mengingat perseroan masih mendapatkan tambahan permintaan penjelasan terkait dengan rencana transaksi akuisisi seluruh saham Pinehill Company Limited dari OJK," jelas Gideon A Putro, Sekretaris Perusahaan ICBP, dalam keterbukaan informasi di BEI, Rabu ini (15/7).
Kabar terbaru, dilansir Reuters, menyebutkan, rencana Anthoni Salim, berisiko terganjal jika kesepakatan senilai hampir US$ 3 miliar antara perusahaan yang dikontrolnya itu ditolak oleh para pemegang saham pada Jumat mendatang.
Tiga investor di First Pacific (tercatat di Bursa Hong Kong, dengan kode 0142.HK) mengatakan kepada Reuters, bahwa mereka mengkrititis harga akuisisi tersebut.
Menurut arsip perusahaan yang dikutip Reuters, Salim, orang terkaya keenam di Indonesia menurut Forbes, memiliki 51% saham Pinehill dan juga memegang 44,3% saham First Pacific. Laporan tahunan ICBP 2019 mengatakan Salim mengendalikan First Pacific.
Di bawah aturan pihak terkait Hong Kong, Salim dan rekannya tidak dihitung sebagai pihak independen dan tidak dapat memilih hak pada Jumat. Kesepakatan itu membutuhkan mayoritas suara untuk disetujui.
"Saya pikir ini akan menjadi tantangan untuk mendapatkan persetujuan [akuisisi] ini," kata Gerardo Zamorano, Direktur Brandes Investment Group, yang memiliki 8% dari First Pacific, dikutip Reuters.
"Dari perspektif strategis, kami percaya Pinehill adalah aset yang menarik ... Tetapi Anda memiliki pertanyaan tentang penilaian [valuasi harga], dan kemudian Anda memiliki pertanyaan tentang proses dan tata kelola, yang dalam hal di Indonesia kami pikir ada ruang untuk perbaikan," katanya.
Zamorano menolak untuk memberikan keputusan soal menyetujui akuisisi tersebut atau tidak karena terganjal aturan kepatuhan.
Di sisi lain, pemegang saham First Pacific yang bermarkas di AS mengatakan dalam hal kesepakatan itu, valuasi harga Pinehill sebetulnya US$ 1 miliar dengan membandingkan harga dengan perusahaan Asia Tenggara lainnya yang lebih bernilai serta dari Timur Tengah dan Afrika, tempat Pinehill beroperasi.
Para pemegang saham yang menjadi sumber Reuters menolak untuk diidentifikasi karena sensitivitas situasi saat ini.
Salah satu penasihat di Institutional Shareholder Services Inc (ISS) menilai sebetulnya ada "beberapa kelebihan" dalam kesepakatan itu, tetapi menyarankan pemegang saham First Pacific untuk membatalkan akuisisi itu.
Menurut dia, aturan pemilihan keputusan di Indonesia yang lebih lemah akan "memperkuat minat pihak-pihak terkait atas transaksi tersebut." Para pihak yang menyetujui akuisisi Pinehill menilai akuisisi tersebut dapat membantu meningkatkan kinerja keuangan ICBP, si produsen Indomie ini.
Peraturan Indonesia tidak secara otomatis menghalangi pihak terkait untuk melakukan pemungutan suara dalam RUPS. Saham ICBP sebesar 80% dimiliki oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), yang dikendalikan oleh First Pacific.
Pemungutan suara pemegang saham dalam RUPSLB ICBP, yang dijadwalkan untuk Rabu, ditunda karena OJK meminta informasi tambahan. Namun intervensi seperti itu dari OJK dinilai tidak biasa. "Pertanyaannya adalah apakah akan ada perbedaan harga jika ICBP harus meyakinkan [pemegang saham] minoritas mereka," kata Zamorano.
Penilaian independen yang dikutip oleh ICBP kepada para pemegang sahamnya menyebutkan nilai akuisisi masih sejalan dengan rencana perusahaan dan lebih tinggi dari valuasi akhir.
Chris Leahy, pendiri perusahaan penasihat keuangan Blackpeak, mengatakan penilaian atau valuasi Pinehill tampak tinggi tetapi tidak mengejutkan.
"Ini adalah contoh yang sangat baik tentang betapa lemahnya aturan transaksi pihak terkait di Indonesia," katanya.
ICBP memang berencana mengakuisisi penuh saham Pinehill senilai US$ 2,99 miliar. Dalam dokumen yang disampaikan manajemen Indofood CBP, ternyata nilai pasar wajar untuk akuisisi saham tersebut lebih murah Rp 1,81 triliun, tepatnya sebesar US$ 2,86 miliar (Rp 39,75 triliun). Artinya harga akuisisi tersebut di atas harga wajar alias lebih mahal.
Pertimbangan ini mengacu pada seluruh ekuitas Pinehill Company Limited pada 31 Desember 2019 sebesar Rp 39,80 triliun.
"Dengan mempertimbangkan seluruh informasi yang relevan dan kondisi pasar yang berlaku, kami berpendapat bahwa nilai wajar atas 100% ekuitas PCL per tanggal 31 Desember 2019 adalah US$ 2,86 miliar," tulis manajemen Indofood CBP, Rabu (10/9/2020).
Perusahaan yang memproduksi mi instan dengan merek dagang Indomie ini berencana melaksanakan dua kali transaksi pembelian saham, mengacu prospektus yang disampaikan ICBP pada Senin, 8 Juni 2020.
Pertama, pembelian saham Pinehill Corpora, yaitu sebanyak 70.828.180 saham yang merupakan 51% dari total saham yang telah diterbitkan Pinehill Company dengan harga sebesar US$ 1,52 miliar.
Selanjutnya, pembelian seluruh saham Pinehill Company Limited yang dimiliki oleh Steele Lake, yaitu sebanyak 68.050.408 saham atau 49% dari total saham yang telah diterbitkan oleh Pinehill Company.
Nilai transaksi ini mencapai Rp US$ 1,46 miliar. Pinehill Corpora masih terafiliasi dengan ICBP karena merupakan konsorsium di mana Anthoni Salim memiliki penyertaan secara tidak langsung sekitar sebesar 49% saham Pinehill Corpora.
Rencananya, anak usaha Indofood ini akan membiayai akuisisi saham Pinehill dari dana hasil operasi usaha perseroan sebesar US$ 300 juta, sisanya dari dana pinjaman bank. Dengan demikian, perseroan membutuhkan pinjaman dari perbankan sebesar US$ 2,69 miliar atau setara Rp 37 triliun. Perseroan saat ini masih dalam tahap diskusi dengan kreditur potensial.
"Target waktu perolehan fasilitas pinjaman adalah diperolehnya seluruh persyaratan dari rencana transaksi. Batas waktu tanggal 28 Agustus 2020 dengan target tenor pinjaman lima tahun," tulis Gideon A Putro, Selasa (9/6/2020).
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Diganjal di Hong Kong, Rencana Salim Caplok Pinehill Kandas?
