Tak Hanya Maria Pauline, Ini List Kasus Bobol Bank Triliunan!

CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
09 July 2020 13:13
Maria Lumowa

Jakarta, CNBC Indonesia - Keberhasilan proses ekstradisi terhadap buronan tersangka pembobolan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) senilai Rp 1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa, dari Republik Serbia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menjadi sorotan publik di Tanah Air.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengatakan keberhasilan menuntaskan proses ekstradisi ini tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik kedua negara, Indonesia dan Serbia. Selain itu, proses ekstradisi ini juga menjadi buah manis komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang.

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia," kataYasonna Laoly, dalam keterangan, dilansir Instagram resminya, Kamis (9/7).

[Gambas:Instagram]

Dalam catatan Kemenkumham disebutkan, kasus ini bermula pada Oktober 2002 hingga Juli 2003, ketika BNI mengucurkan pinjaman senilai US$ 136 juta dan EUR56 juta (sekitar Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu), kepada PT Gramarindo Group yang milik Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp., yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Lalu pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan. Ternyata perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri. Namun, Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui sempat bersembunyi di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.

"Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa. Ekstradisi ini sekaligus menunjukkan komitmen kehadiran negara dalam upaya penegakan hukum terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia," ucap Yasonna.

Kasus pembobolan kredit bank juga pernah terjadi di PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), cabang Bandung. Kerugian atas pembobolan itu mencapai Rp 1,83 triliun, pada periode 2015-2018.

Perkara itu bermula ketika salah satu debitur Bank Mandiri, PT Tirta Amarta Bottling Company (TAB) mengajukan penambahan kredit modal kerja dan disetujui oleh pihak Bank Mandiri. TAB adalah perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merek Viro dan memiliki pabrik yang cukup luas di Jalan Babakan Kalor, Kawasan Industri Cimareme, Kabupaten Bandung Barat.

Namun TAB diduga menggelembungkan nilai aset menjadi Rp 1,1 triliun saat mengajukan penambahan kredit. Sementara jaminan kredit TAB saat itu hanya Rp 73 miliar, namun mendapat kucuran kredit hingga Rp 1,5 triliun.

Manajemen Bank Mandiri saat itu pun buka suara. Manajemen menegaskan dan menjamin tak ada kerugian negara akibat kasus kredit macet TAB senilai Rp 1,83 triliun. Pasalnya, Bank Mandiri akan melakukan likuidasi atas aset perusahaan, termasuk pabriknya.

Corporate Secretary Bank Mandiri saat itu yang masih dijabat Rohan Hafas memastikan adanya jaminan dari debitur yang bisa dilikuidasi berupa beberapa aset seperti rumah, tanah, bangunan, dan pabriknya.

"Kalau kerugian negara, masih ada jaminan yang bisa dilikuidasi," kata Rohan di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (21/5/2018).

Bank Mandiri menyatakan akan menyita pabrik yang dimiliki TAB, di samping aset lainnya yang bernilai Rp 73 miliar. Meski belum divaluasi, bank milik negara ini meyakini pabrik beserta mesin-mesinnya memiliki nilai yang baik dan bisa menggantikan nilai kredit produsen air minum kemasan ini.

Diakui Rohan, saat ini sudah ada dua perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang sama dengan TAB yang tertarik berpartisipasi dalam lelang yang nantinya akan dilakukan perusahaan atas aset pabrik tersebut. Kedua perusahaan itu juga merupakan debitur Bank Mandiri.

Kasus ini berawal dari temuan Bank Mandiri mengenai sejumlah keanehan data kredit nasabahnya pada 2016. Ditemukan adanya rekayasa data sehingga Bank Mandiri memutuskan untuk melaporkan lima perusahaan kepada kepolisian dan kejaksaan.

Mengingat nilai kredit paling besar dialami oleh TAB dengan total kredit Rp 1,37 triliun dan sisanya berupa bunga kredit, maka Bank Mandiri telah melaporkan TAB dan sejumlah karyawannya hingga ke level manajer atas dugaan rekayasa data tersebut.

"Proses selanjutnya kita serahkan ke kejaksaan dari sisi pidananya," imbuh Rohan.

SNP Finance

Pada 2017-2018, juga ramai soal kredit fiktif milik PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance), perusahaan pembiayaan milik Grup Columbia.

SNP Finance adalah bagian dari usaha Columbia, toko elektronik yang menyediakan pembelian barang secara kredit. Setelah kesulitan membayar kewajiban utang, SNP Finance kemudian menerbitkan surat utang jangka menegha (MTN, medium term notes) yang mendapatkan peringkat oleh Pefindo.

Situs berita resmi Polri, Tribratanews.polri.go.id, bahkan mengungkapkan bahwa Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri ketika itu sudah menangkap buronan berinisial SL. Dia adalah tersangka yang berperan sebagai pembuat piutang fiktif di SNP Finance untuk membobol 14 bank yang dirugikan hingga Rp 14 triliun, salah satu bank adalah PT Bank Panin Dubai Syariah (PNBS) dan Bank Mandiri.

Pada perkara tersebut, SNP yang merupakan perusahaan multifinance Grup Columbia mengajukan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan kredit rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016-September 2017.

Plafon kredit yang diajukan sebesar Rp 425 miliar dengan jaminan daftar piutang pembiayaan konsumen Columbia. Pada Mei 2018, terjadi kredit macet sebesar Rp 141 miliar. Kemudian, ada catatan pembiayaan tapi catatan itu fiktif sehingga tidak bisa ditagih.

"Para tersangka sampai saat ini tidak dapat menunjukkan dokumen kontrak pembiayaan yang dijadikan jaminan. Tak hanya Bank Panin yang menjadi korban, SNP juga mengajukan kredit serupa kepada 13 bank lain. Bank dimaksud adalah beberapa bank BUMN dan bank swasta," tulis Tribratanews.

Selain itu berkaitan dengan surat utang, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan penahanan atas direktur PT MNC Sekuritas atas kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pembelian surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) milik SNP Finance oleh PT Bank Sumut pada 2017-2018.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular