
Duh! Utang Menggunung, Bisnis AirAsia Diragukan Ernst & Young

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan saham emiten maskapai penerbangan berbiaya rendah (low cost carrier) AirAsia Group Berhad dihentikan sementara (suspensi) oleh Bursa Malaysia pada perdagangan Rabu kemarin (8/7/2020), setelah auditor eksternal mengeluarkan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian tentang keraguan kemampuan perusahaan melanjutkan bisnis di tengah lilitan utang dan dampak virus corona (Covid-19).
Auditor Ernst & Young PLT (EY), mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa grup tersebut memiliki kerugian bersih sebesar RM 283 juta atau setara Rp 961 miliar (asumsi kurs Rp 3.397/ringgit Malaysia) untuk tahun keuangan yang berakhir pada 31 Desember 2019.
Selain itu kewajiban lancar melebihi aset lancar sebesar RM 1,84 miliar (US$ 430 juta) atau setara dengan Rp 6 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Saham Airasia kemarin sempat ambles hampir 18%, terakhir diperdagangkan di level RM 0,68/saham.
"Lebih jauh, pada awal 2020, ekonomi global, khususnya industri penerbangan komersial, menghadapi ketidakpastian sebagai hasil dari pandemi Covid-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya," tulis EY, dilansir malaymail.com.
"Pembatasan perjalanan dan perbatasan yang diterapkan oleh negara-negara di seluruh dunia telah menyebabkan penurunan yang signifikan dalam permintaan untuk perjalanan udara yang berdampak pada kinerja keuangan dan arus kas grup."
EY mengatakan kombinasi dari kondisi ini merupakan indikasi dari adanya ketidakpastian yang dapat menimbulkan keraguan signifikan pada Grup dan kemampuan perusahaan untuk melanjutkan bisnis.
"Namun, dengan peningkatan progresif baru-baru ini dalam hal pelonggaran pembatasan perjalanan antarnegara dan kegiatan pariwisata domestik di negara-negara, Grup telah melihat perkembangan positif pada operasi dengan adanya tren pemesanan kursi penumpang, frekuensi penerbangan secara bertahap membaik guna memenuhi kebutuhan permintaan yang [mulai] meningkat."
"Laporan keuangan Grup dan perusahaan telah disusun berdasarkan kelangsungan usaha, yang validitasnya bergantung pada keberhasilan pemulihan dari pandemi Covid-19 bersamaan dengan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah masing-masing negara," tulis EY.
"Sejauh ini, kondisi ini merupakan tantangan terbesar yang kami hadapi sejak kami mulai beroperasi pada tahun 2001," kata Chief Executive Officer AirAsia Tony Fernandes dalam sebuah pernyataan, dikutip Bloomberg, Senin lalu.
Dia mengatakan pihaknya tengah dalam pembicaraan untuk menjajaki usaha patungan dan kolaborasi yang dapat menghasilkan investasi tambahan, dan juga telah mengajukan pinjaman bank. Perseroan juga sedang mempertimbangkan proposal untuk meningkatkan modal perusahaan.
Menurut K. Ajith, analis penerbangan di UOB Kay Hian Pte di Singapura, AirAsia membutuhkan setidaknya RM 2 miliar atau Rp 6,7 triliun tahun ini untuk tetap bertahan.
"Tidak ada banyak pilihan, dan yang terbaik bisa jadi adalah pemerintah yang masuk, tetapi mencari penawaran hak [saham] oleh perusahaan sebagai gantinya," katanya.
Sebelumnya, AirAsia Group Berhad, berencana mengurangi jumlah tenaga kerja hingga 30% seiring dengan rencana sang pendiri, Tony Fernandes, yang mempertimbangkan melepas 10% saham perusahaan untuk mendapatkan dana segar.
Grup maskapai yang sahamnya tercatat di Bursa Kuala Lumpur ini memang tengah dirundung tekanan cukup berat yang juga menimpa industri penerbangan secara global akibat pandemi virus corona (Covid-19).
AirAsia bahkan memangkas sisa gaji para staf hingga mencapai 75% guna bertahan di tengah hantaman dampak Covid-19 ini. Efisiensi ini mencakup pengurangan 60% dari awak kabin dan pilot AirAsia dan afiliasinya, termasuk AirAsia X. Grup AirAsia kini beroperasi di Malaysia, Thailand, Indonesia, Jepang, India, dan Filipina.
Hampir 20.000 karyawan Grup ini sudah dievaluasi kembali secara individual sejak Januari berdasarkan skala gaji dan kinerja, dan gelombang PHK diperkirakan masih terus berlanjut hingga akhir Juli.
Beberapa sumber Asia Nikkei mengungkapkan bahwa maskapai ini, di mana porsi mayoritas saham dipegang Tony Fernandes, berpotensi menjual 10% saham baru guna mendapatkan dana segar. Kabarnya tiga konglomerasi Korea Selatan, yang dipimpin SK Corp, akan menyerap saham baru tersebut.
Penjualan saham baru AirAsia tidak akan memerlukan persetujuan dari rapat umum pemegang saham karena pemegang saham telah diberi mandat bagi AirAsia untuk meningkatkan jumlah saham baru hingga 10% pada rapat pemegang umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada 27 Juni 2019.
Surat kabar Malaysia, The Star melaporkan bahwa konglomerat terbesar ketiga di Korea Selatan, SK Corp, berpotensi menyerap penerbitan saham baru AirAsia dengan harga 1 ringgit. Aksi korporasi ini bakal menarik dana hingga US$ 78,4 juta atau sekitar Rp 1,09 triliun.
(tas/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waduh! AirAsia Rugi Rp 20 T di 2020, Saham Langsung Nyungsep
